SENTUHAN Amerika dengan Indonesia sudah tercatat paling tidak
sejak 1784, kurang lebih 198 tahun sebelum John Holdridge
ditetapkan sebagai Dubes AS yang baru untuk Indonesia, 1982
ini. Waktu itu sebuah kapal berbendera Amerika "The Empress of
China" berlayar memasuki Selat Sunda, singah di Jakarta --
Batavia waktu itu dalam perjalanan menuju Canton, Tiongkok.
Sejak itu banyak kapal dagang adalah Konsul Amerika pertama yang
ditempatkan di Jawa pada tanggal 26 Januari 1802. Konsul demi
konsul sesudah Amerika lainnya yang mengangkut antara lain
logam, anggur, tembakau, singgah di Jakarta dalam perjalanan ke
daratan Tiongkok sambil juga membawa barang dari Jawa dan
Sumatera.
Semakin meningkatnya hubungan dagang antara Amerika dan Hindia
Belanda pada waktu itu mengakibatkan pemerintah Amerika merasa
perlu membuka perwakilan dagang dan kemudian konsulatnya di
Batavia. Thomas Hewes itu ditempatkan juga di Padang, Semarang,
Surabaya bahkan Makasar. Dan perdagangan antara Amerika dan
Hindia Pelanda pun terus tumbuh.
Tapi hubungan itu tidak selalu tercatat lancar dan manis. Pada
1831, misalnya, sebuah frcgat Angkatan Laut Amerika, Potomac,
dikirim ke Kuala Batu di Sumatera untuk "menghukum" rakyat
daerah itu. Menurut mereka, orangorang Sumatera itu telah
membunuh pelaut-pelaut Amerika, yang dianggap curang dalam
berdagang. Ada yang mencatat, inilah petualangan Pasukan Marinir
Amerika pertama kali di dunia. Dalam serbuan itu, Kota Kuala
Batu dibakar habis.
Namun peristiwa itu tidak menghalangi terus tumbuhnya hubungan
dalam masa-masa berikutnya, baik dengan Sumatera maupun Jawa.
Tahun 1856, ada 38 kapal Amerika yang memasuki Pelabuhan
,Batavia dan menurunkan gandum, tepung, tekstil dan cerutu.
Barang Indonesia yang diangkut keluar antara lain kopi, gula,
beras, kulit, rotan dan rempah-rempah.
AS memasuki perdagangan rempah-rempah pada akhir abad ke-18.
Pedagang Amerika membawa lada dan pala serta rempah-rempah
lainnya dan menjualnya kembali dengan keuntungan berlipat ganda
di Kota Salem, Boston dan New York. Perdagangan rempah-rempah
tidak hanya dilakukan dengan Sumatera, yang berlangsung sampai
hampir 70 tahun, tapi Juga dengan Kepulauan Maluku.
Pada pertengahan kedua abad ke-19, perdagangan antara Amerika
dan Kepulauan Indonesia jadi semakin beraneka. Karet, yang
sekarang merupakan salah satu hasil terkemuka Indonesia, sudah
diekspor ke Amerika sejak awal abad ke-19. Dengan semakin
tumbuhnya industri mobil pada akhir abad itu, semakin meningkat
pula permintaan akan karet dari Indonesia. Dalam masa ini
dimulai juga impor barang-barang Amerika ke Indonesia seperti
mesin pengeboran, mesin untuk perkebunan, makanan dalam kaleng,
mesin jahit, sepeda, kereta-kuda, mobil dan minyak. Pada awal
abad ke-20, sudah terdapat sembilan perusahaan Amerika yang
membuka perwakilan di Batavia, termasuk perusahaan minyak
Standard Oil, mesin jahit Singer, US Steel dan beberapa
perusahaan asuransi. Sumur minyak pertama di Indonesia digali
Desember tahun 1871 di Cibodas, Jawa Barat, dengan menggunakan
alat-alat pengebor minyak huatan AS.
PRODUKSI minyak pertama di Indonesia didasarkan hampir
seluruhnya pada pengalaman Amerika. Hal itu dilakukan,
pertamatama atas saran seorang ahli teknik pemerintah Hindia
Belanda yang pernah melakukan perjalanan keliling ke lapangan
minyak di Amerika dalam Falun 1886, dan kemudian hasil upaya
dua insinyur dari perusahaan minyak Royal Dutch yang pernah
mengunjungi Amerika dalam tahun 1890. Mereka membeli mesin
pengeboran dari perusahaan perlengkapan sumur minyak di
Pittsburgh, alat-alat penyulingan dari kota yang sama dan
seluruh perlengkapan pabrik pengalengan dari New York.
Dalam tahun 1893, perusahaan mlnyak Amerika Standard Oil
mendirikan agen penjualan minyak Amerika di beberapa tempat di
Indonesia, menyesuaikan diri dengan UU Belanda waktu itu. Di
Indonesia, American Petroleum mendirikan Nederlandsche Koloniale
Petroleum Maatschappij (NKPM) pada tahun 1912. Perusahaan ini
berhasil me nemukan sumber minyak pertama di Jawa tahun 1914 di
Petak, di barat Cepu, pada 1916 di Talang Akar di Sumatera dan
penemuan ketiga di Trembul di Blora, Jawa Tengah. Pada 1928 NKPM
menemukan sumber minyak yang cukup besar di Pendopo. Dalam tahun
1925 NKPM mulai membangun pabrik penyulingan di Sungai Gerong.
Dalam masa ini, sempat juga terjadi perang dagang antara
pemerintah Amerika dan pemerintah Belanda. Perusahaan Amerika
merasa dihalang-halangi berkembang di Hindia Belanda, karena itu
pemerintah Amerika dengan presidennya Herbert Hoover waktu itu
melancarkan balasan dengan mempersulit perkembangan perusahaan
Belanda yang beroperasi di Amerika. Perang dagang ini berakhir
dengan ditandatanganinya kontrak antara NKPM dan pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1928 Di situ NKPM diberi hak konsesi
langsung di Indonesia sejak itu partisipasi perusahaan
perusahadn minyak Amerika dalam mengembangkan industri minyak
di Indonesia terus meningkat.
Tidak bisa dipungkiri, perjuangan rakyat Amerika untuk
memperoleh kemerdekaannya dari Inggris, sedikit banyak memberi
ilham pada perjuangan kemerdekaan Indonesia Pada tahun 1945,
misalnya, cuplikan -- pidato Lincoln di Gettysburg dan deklarasi
kemerdekaan Amerika dicoretkan besar-besar di gedung-gedung,
trem listrik dan rumah-rumah di Jakarta. Semboyan seperti
"Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat," atau
ucapan pejuang awal Amerika, "berilah kami kemerdekaan atau
mati", terlihat di mana-mana Roeslan Abdulgani mengamati bahwa
"slogan pro Amerika lebih banyak terlihat daripada slogan anti
Belanda," waktu tentara sekutu mendarat di Jakarta.
Harapan yang tinggi akan dukungan Amerika, baik karena sumber
alam strategis yang dapat ditawarkannya, maupun kesejajaran
ideologi yang diperju.mgkan (kemerdekaan, persamaan, demokrasi),
bertabrakan dengan kenyataan polltik luar neKeri Amerika yang
sedang membina masvarakat Atlantik dalam suasana perang dingin
yang mulai terasa waktu itu. Meski Amerika pada tahun-tahun
pertama rcvolusi berusaha bersikap netral, sesekali tampak
sikapnya yang condong ke Belanda seperti pernyataan Deplu
Amcrika pada akhir tahun 1945, yang mendukung hak Belanda untuk
kembali ke Indonesia dan membantu melucuti senjata Jepang.
Tetapi pada akhir perang kemerdekaan, tampaknya AS mulai
menunjukkan simpatinya pada gerakan nasionalisme di Indonesia.
Paling sedikit dua peristiwa yang menyebabkan perubahan sikap
Amerika itu, yaitu peristiwa Madium dan Aksi Militer Belanda
ke-2. Malam peristiwa Madiun itu, seorang anggota Senat
Amerika, Vandenberg Mewawas "Rakyat Indonesia," kata anggota
yang angat berpengaruh itu pada April 1949. "Satu-satunya
rakyat di bagian dunia itu, yang sampai detik ini dengan sukses
telah mengalahkan komunisme Rusia di dalam wilayahnya."
Peranan Amcrika dalam Renville, komisi tiga negara dan dewan
keamanan PBB, merupakan peranan yang positif yang dapat dicatat
dengan tanda plus dalam hubungan Indonesia-Amerika pada masa
perjuangan kemerdekaan waktu itu.
Hubungan Indonesia-Amerika sesudah kemerdekaan tidak luput dari
pasang-surut. Pertengahan 1950, AS menyediakan bantuan di bawah
rencana Marshall, yang semula disisihkan untuk bantuan kegiatan
Belanda di Indonesia, langsung kepada pemerintah Indonesia. Pada
tahun itu juga sebuah misi ekonomi Amerika datang ke Indonesia
dan enam bulan kemudian sebuah persetujuan kerjasama ekonomi
antara kedua negara ditandatangani.
Sejak 1951 perwira militer Indonesia mulai dikirim ke AS untuk
belajar, deuikian pula instruktur Angkatan Udara Amerika
dikirm ke Indonesia untuh melatih penerbang Indonesia. Bahkan
sebelum itu, pada 1950, kurang lebih 60 perwira Angkaran Udara
Indonesia dikirim ke Akademi Aeronotika di Taloa, California,
untuk belajar terbang. Dua tahun mereka di sana, dan mereka
inilah (termasuk Umar Dhani) yang kemudian menjadi inti dari
Angkatan Udara RI sesudah kemerdekaan.
Tahun 1952 demam politik di Indonesia menunjukkan suhu tinggi
akibat persetujuan rahasia antara Menlu Indo nesia Subardjo dan
Dubes Amerika Cochran. Di situ dinyatakan Indonesia bersedia
menaati UU Amerika Mutual Security Act (MSA). UU ini pada
dasarnya mengharuskan para penerima bantuan Amerika untuk ikut
serta memperkuat pertahanan 'Dunia Bebas' (Blok Barat).
Persetujuan ini dapat tantarlgan keras dari berbagai pihak di
dalam negeri Indonesia, sehingga mengakibatkan jaruhnya Kabinet
Sukiman.
Situasi Indonesia pada tahun 50-an memang tidak menguntungkan
hubungan Indonesia-Amerika. Semakin kuatnya pengaruh PKI,
peristiwa PRRI/Permesta, menempatkan Amerika dalam kedudukan
yang sulit. Bahkan dalam pemherontakan PRRI/Permesta, seorang
Warganegara Amerika yang menerbangkan pesawat pemberontak
tertembak jatuh di Ambon. Alan Pope, penerbang itu, dikatakan
sebagai tentara bayaran dan daIam pemeriksaan pengadilan
kemudian, dijatuhi hukuman mati. Tahun 1962,
Pope diberi amnesti dan kembali ke AS. Pertengahan pertama tahun
60 bukan pula masa manis bagi hubungan Indonesia-Amerika. Pada
masa ini makin mnningkat pengaruh PKI. Di samping itu meningkat
pula perjuangan Indonesia untuk merebut Irian Barat dengan
kekuatan senjata. Kemudian faktor baru muncul Politik Ganyang
Malaysia yang dilancarkan Presiden Soekarno. Keadaan itu semua
berpengaruh besar dalam hubungan Indonesia-Amerika.
Amerika dapat menghindarkan diri dari kedudukan yang sulit dalam
masalah Irian Barat ini, dengan keberhasilan perundingan dengan
Amerika, yang diwakili oleh Ellsworth Bunker sebagai pihak
ketiga. Perundingan ini didahului oleh kunjungan Jaksa Agung
Amerika Robert Kennedy ke Jakarta, yang mendesak Presiden
Soekarno agar bersedia menyelesaikan masalah Irian Barat itu
bukan dengan cara militer. Penengahan yang dilakukan Bunker ini
akhirnya berhasil menghentikan konfrontasi Indonesia-Belanda dan
mengalihkan perjuangan ke meja perundingan.
Meningkatnya pengaruh PKI pada masa itu telah mengakibatkan
meningkatnya perasaan anti-Amerika. Semboyan zaman Jepang,
"Amerika kita setrika, Inggris kira linggis" muncul lagi,
kantor-kantor USI diobrak-abrik, perpustakaan Amerika di
beberapa daerah diduduki dan buku-bukunya dibakar. "Tahun 1963
adalah tahun yang paling t]dak memuaskan dalam hubungan
Indonesia-Amerika," tulis Dubes Howard Jones dalam buku
memoarnya.
Maret 1965, pemerintah Amerika mengumumkan penutupan
kantor-kantor USIS-nya di seluruh Indonesia. Dalam bulan itu
juga pemerintah Indonesia mengambil alih tiga perusahaan minyak
Amerika Stanvac, Caltex dan Pan American Oil, dan perusahaan Ban
Goodyear di Bogor. Bulan berikutnya, duapelusahaan lagi
diambil-alih: National Chas Register dan National Carbon Company.
Lahirnya Orde Baru di awal 1966 dengan sendirinya mengembalikan
citra baik AS di Indonesia Apalagi di masa itu pemerintahan
Soeharto punya satu sasaran utama memperbaiki ekonomi yang
nyaris ambruk di zaman Soekarno. AS serta merta tampil
mengulurkan tangan, baik dalam bentuk bantuan maupun mengalirnya
modal asing ke sini. Adalah AS pula yang mengambil peranan
penting dalam membentuk konsorsium internasional IGGI, yang
sidang pertamanya berlangsung di Washington.
Zaman baru kedua negara mencapai puncaknya dengan kunjungan
Presiden Nixon ke Jakarta pada Juli 1969. Itulah untuk pertama
kalinya seorang presiden AS menginjakan kaki di bumi
Indonesia Presiden Soeharto membalasnya, kurang lebih setahun
kemudian. Lalu, pada akhir Juni 1975, semasa pemerintahan
Presiden Gerald Ford, Pak Harto menemuinya di Camp David, dalam
sebuah kunjungan tidak resmi.
Kunjungan resmi Soeharto ke AS kali ini, dilihat dari suasana
hubungan kedua negara yang lagi kurang hangat, tak pelak lagi
merupakan suatu kunjungan yang paling menarik. Dan, ternyata
berhasil menggugah Washington agar lebih peka terhadap
masalah-masalah yang sedang dihadapi Dunia Ketiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini