SURUHLAH corang Jerman menulis tenang gajah. Ia bakal riset
13 tahun dan kembali dengan makalah setebal 352 halaman
berjudul, "dasar pencerapan fenonologik atas hewan berbelalai".
Suruhlah kemudian seorang Amerika menulis tentang binatang yang
sama. Ia akan tampil dengan sebuah risalah, tak lebih dari 23
halaman, berilustrasi yang menarik, dengan judul, "bagaimana
membuat gajah bisa tambah besar."
Orang Amerika terkenal bukan cuma cenderungannya yang
mengagumkan milik serba praktis dan tak mau bikin ruwet.
Mereka juga tersohor sebagai bangsa yang terbiasa dengan skala
besar dalam kepala: Skala Grand Canyon, Ngarai Karang yang
nauzubillah, Skala Niagara, jeram yang raksasa. Juga patun dewi
kemerdekaan dan Empire State Building, sebelum ribuan pencakar
langit lain dibangun orang.
Tak heran banyak orang Amerika menerimanya sebagai semacam
takdir bila negara itu jadi pemimpin dunia. Apalagi mereka toh
melihat, bahwa setelah Perang Dunia II selesai, dan Sekutu
menang, Inggris kehilangan begitu banyak daerah jajahan, dan Pax
Brittanica diganti oleh Pax Americana.
Pax Americana itu memang terbentuk di Eropa Barat. Juga di
beberapa bagian dari Asia. Dan tentu saja Australia serta
Selandia Baru. Di tahun 50-an, merasa harus menghadapi Uni
Soviet yang tengah membangun Pax Sovietica, bentangan pengaruh
Amerika itu bahkan seakan mendapat dasar moralnya. Apa yang
kemudian disebut "perang dingin" berkecamuk - dan sisa-sisanya
masih terus di kenangan orang setua Presiden Reagan yang
memandang tahun 50-an dengan nostalgia.
Dengan kata lain, orang teringat akan masa Lisenhower sebagai
presiden dan John Foster Dulles sebagai menteri luar negeri,
zaman jaya Partai Republik. Tapi berbicara tentang ambisi
Amerika hanya dari masa itu tidak adil dan tidak utuh. Pelbagai
penelaahan sejarah belakangan ini justru melihat, bahwa
aktivitas dan militansi Amerika untuk mewujudkan Pax Americana
nampak jelas di zaman Presiden Kennedy mencanangkan pertumbuhan
ekonomi yang ekspansif dan perbaikan sosial yang meluas. Ke fuar
negeri ia mengibarkan kepemimpinan Amerika di bidang militer,
politik, ekonomi, dan ide-ide. Memang tak ada yang baru
sebenarnya dari impian itu. Tapi Kennedy adalah tokoh yang bijak
bestari, bisa melontarkan kata-kata ke tengah khalayak, dan jadi
pegangan.
Kennedy mati tertembak, dan sejumlah presiden menggantikannya.
Sampai dengan Reagan. Selama itu tetap saja gambaran diri
sebagai pemimpin dunia yang gagah dipasang dalam hati tiap
pemerintahan di Gedung Putih. Dalam banyak hal, itu memang tak
bisa dielakkan. Amerika Serikat teap sebuah negara yang tak
sekedar punya Grand Canyon, tapi juga kekuatan besar nuklir. Dan
apabila kita percaya pada dunia menurut Henry Kissinger, tertib
yang ada secara internasional hanya bisa berjalan dalam
ketidak-samaan. Harus ada yang lebih unggul dan paling unggul:
sebuah tata-imperial.
Tapi percaturan dunia ternyata tak cuma ditentukan dalam ukuran
kekuatan nukfir. Fkonomi Eropa Barat dan Jepang dengan cepat
tumbuh. Amerika sendiri, yang dirundung defisit neraca
pembayaran sejak 1958, yang diganggu inflasi terutama sejak
pemerintahan Johnson, harus menghadapi kekuatan baru yang tak
bisa ia telan. Persaingan tak terelakkan pun terjadi.
Dan dalam keadaan yang sedang sulit, rasa murah hati dan
keterbukaan memang ikut sulit. Impian tentang perdagangan bebas
ternyata banyak terbentur oleh kecenderungan merkantilisme yang
tumbuh dari suasana kini. Dan apa yang bisa dilakukan Amerika?
Ketika ia meminta agar Jepang dan Eropa tak menjual jasa serta
teknologi ke Uni Soviet, sebagai suatu usaha mengkonsolidasikan
Pax Americana kembali, ia tak digubris. Karena Roagan toh harus
mementingkan juga para petani Amerika untuk terus menjual hasil
pcrtaniannya ke negeri musuh itu . . .
Demikianlah, imperium Amerika nampak berakhir - dengan suara
keluh-kesah. Umurnya tak lebih panjang dari Imperium Romawi
ataupun Inggris. Bagi banyak pemlmpin tua Amerika, tak teramat
enak menelan: kenyataan ini. Tapi haruskah mereka penasaran?
Jawabannya adalah "Tidak", bila mereka mau menerima jalan
pikiran Calleo.
Calleo adalah David P. Calleo. Guru besar dari John Hopkins
IJniversity ini baru saja menerbitkan bukunya yang cukup dapat
sambutan, The Imperious Economy. Di dalamnya ia menunjukkan,
bahwa yang kini terjadi bukanlah merosotnya posisi Amerika,
melainkan kehangkitan kembali dunia. Anak yang jangkung itu tak
nampak jangkung sekali, ketika temantemannya tumbuh ccpat.
DAN keadaan itu justru akibat dari disain Amerika yang dulu.
Dengan maksud membangkitkan kembali Eropa dari perang, dengan
bantuan besar ke Dunia Kctiga, dan bahkan dengan meredakan
ketegangan antar-superpowers, kata Calleo, "Kepemimpinan Amerika
telah menggalakkan perkembangan yang justru membawanya ke
posisi yang relatif menurun."
Tak ada salahnya. Amerika, menurut Callco, tak cukup punya
temperamen serta institui dalam negerinya untuk memaksakan
terus suatu tata-imperial yang permanen. Juga bangkitnya bagian
dunia lain kelak tak akan bisa menerima sistem imperial itu
lama-lama. "Mendasarkan masa depan Amerika sebagai bangsa, pada
karirnya yang sebentar sebagai suatu kekuatan dunia yang
dominan," tulis Calleo, "sama dengan pasang taruhan jelek dalam
sejarah."
Seseorang rupanya harus menulis buku bukan bagaimana membesarkan
seekor gajah, tari mengembalikan gajah kerada puaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini