BEGITU selesai masa reses 21 Oktober lalu, para pimpinan Fraksi
Karya Pembangunan (F-KP) telah dihadang suatu kesibukan khusus.
Hari itu juga mereka, dipimpin oleh Ketua F-KP G. Sugiharto,
telah berapat, esoknya melakukan hearing dengan salah seorang
anggota di balik pintu tertutup, dan mengadakan pertemuan pers
dua hari setelah itu. Bisa dimengerti. Salah seorang anggota
F-KP, R. Sumadi Sutaji dari Komisi IV, telah dicemarkan nama
baiknya, seperti dimuat dalam sementara koran Inggris.
Tiga suratkabar London: Daily Telegraph, Daily Mirror dan
Evening Standard dalamterbitan 9 Oktober telah memuat berita
kecil mengenai seorang anggota parlemen Indonesia, bernama SS
tdah dijatuhi hukuman denda gara-gara ketangkap basah telah
mengutil shop-lifting) di dua toko serba ada.
Itu antara lain telah diungkapkan dalam buku harian polisi
metropolitan London di Seymour Street, London W1, di mana SS
diperiksa. SS dalam buku harian itu mengaku lahir pada 22
Agustus 1928, pekerjaan anggota parlemen Rl, alamat Hotel Penta,
Cromwell Road, London SW7.
Versi buku harian kepolisian London itu selanjutnya menerangkan,
SS telah ditangkap oleh Ny. L. King, mata-mata toserba Peter
Robinson di Oxford Street N. 214, sekitar pukul 5 sore pada 7
Oktober. Dalam pemeriksaan diungkapkan sesaat sebelum mengutil
di Peter Robinson, SS dituduh telah mengutil di Dickins and
Jones di Regent Street No. 224, London W1. Kedua toserba besar
itu terletak berhadapan, dipisah jalan ramai yang lebar, sekitar
40 meter.
Ny. King, demikian buku harian itu, kemudian menyerahkan SS
kepada Nona Latto, anggota Polwan No, 132 dari satuan polisi
Marlebourne. SS dibawa ke kantor polisi di Seymour Street itu.
Setelah diperiksa kurang lebih dua jam tertuduh dibebaskan, tapi
esoknya diharuskan menghadap ke Malborough Magistrate.
Di pengadilan sumir di London itu SS dijatuhi hukuman denda œ 300
ditambah œ 40, untuk ongkos perkara-seluruhnya bernilai di
atas setengah juta rupiah. Sedang barang-barang yang dituduh
telah dikutil oleh SS hanya seharga œ 29,03 (Rp 45.000), antara
lain berupa sehelai blus dan sebuah tas tangan.
Alarm
SS, anggota DPR yang dulu administratur PNP IX di Sumatera
Utara, berada di London dari 5-8 Oktober, setelah memenuhi
undangan untuk menghadiri pelelangan tembakau Indonesia di
Bremen, bersama dua anggota DPR lain Drs. Warno Harjo (ketua
rombongan) dan Situmorang SH. SS sendiri, demikian pula Warno
Harjo, baru mengetabui namanya disebut-sebut dalam koran Inggris
setelah berada di Paris. Pihak KBRI di London yang terkejut
mendengar berita itu, buru-buru menelepon pihak KBRI di Paris,
yang kemudian menanyakan kepada rombongan tiga orang tadi.
Tapi sesampai di Jakarta soalnya menjadi lebih jelas lagi. SS
yang datang agak terlambat dalam konperensi pers yang diadakan
oleh pimpinan F-KP itu, nampak kalem. Ketika datang gilirannya,
dia menerangkan bahwa kunjungannya ke London itu bersifat tidak
resmi, dan dilakukan atas prakarsa rombongan sendiri.
Menurut SS, Dubes RI di Inggris Saleh Basarah ketika itu
mempunyai kesibukan menerima beberapa Menteri. Itulah sebabnya,
kata SS, mereka sepakat untuk mengadakan acara bebas dan
pribadi. "Saya sendiri menggunakan kesempatan itu untuk
berbelanja,"- katanya. Mereka berpencar, dan berjanji akan
bertemu lagi pada pukul 3 sore di depan toserba Peter Robinson.
Teleks Deplu
Menurut SS, ia memasuki toko Dickins and Jones untuk membeli dua
helai tekstil. Lalu menyeberang ke toserba Peter Robinson. Di
situ dia membeli blus dan sebuah tas untuk diisi sikat gigi,
masing-masing seharga œ 17 dan œ 3. Kemudian dia juga membeli
bahan untuk baju seharga œ 8. "Blus dan baihan baju itu saya
lepaskan dari gantungan, supaya tidak repot membawa ke kasir,"
katanya.
Ketika antri di muka kasir, demikian SS, dia terperanjat karena
jam tangannya sudah menunjuk angka 15:30. "Waktu itu antrian
masih panjang," katanya. "Maka dengan menenteng belanjaan di
tangan kiri, dan menggenggam uang di tangan kanan, saya keluar
dari antrian dan menuju pintu keluar untuk menjenguk
kawan-kawan."
Menurut SS, ketika itu udara di luar sekitar 10o C, hingga kabut
menutupi pandangan keluar dari kaca pertama. Maka ia pun
bermaksud untuk meiongok dari balik pintu kaca kedua. Belum
sempat melongok keluar, berada di tengah dua pintu kaca yang
tebal itu, tiba-tiba terdengar bunyi alarm. Dalam sekejap muncul
detektif wanita itu, lalu mengajak SS ke ruang keamanan.
"Berkali-kali saya mencoba untuk menerangkan maksud saya,
sembari menunjukkan uang yang saya genggam itu, tapi wanita itu
tak mau mengerti," katanya.
Ia mengaku bahasa Inggrisnya mungkin tak dipahami oleh mata-mata
wanita itu. Sebaliknya ia juga merasa tak memahami apa saja yang
diucapkan Ny. King. Dari situ dimulailah peristiwa naas yang
mengakibatkan SS masuk peng adilan di London.
Kepolisian London ketika itu memang mendatangkan seorang
penterjemah, seorang wanita keturunan Belanda yang mengaku lahir
di Medan. Sedang SS sendiri sebenarnya meminta penterjemah dari
Kedubes RI. SS waktu itu mengaku membawa US$ 3.000 dalam
dompetnya. Dan melaluipenterjemah itu, ia disarankan agar
membayar saja denda. "Supaya perkaranya cepat selesai," kata SS
mengutip wanita Belanda itu.
Tapi mengapa SS mau menandatangani proses verbal? Menurut SS,
semula ia memang menolaknya dan meminta kepada polisi untuk
dihubungkan dengan pihak Kedubes RI. "Tapi polisi mengatakan
lewat penterjemah, itu tidak perlu, karena hanya akan membuat
masalahnya berlarut-larut, " katanya. Maka setelah
menimbang-nimbang soal waktu dan biaya, ia memutuskan untuk toh
menandatanganinya.
Apa kata Ketua F-KP Sugiharto? Dia menyesalkan Radio BBC London
ikut menyiarkan berita itu. "Banyak orang mengetahui, di waktu
Orla saudara Sutaji ini termasuk yang paling giat menumpas
G-30-S/PKI di Sumatera Utara," kata Sugiharto. "Dan kita tahu
siapa-siapa yang duduk di BBC seksi Indonesia itu."
Siapa? Baik Sugiharto maupun Sutaji tidak menerangkan lebih
jauh. Tapi dari pembantu TEMPO di London diperoleh keterangan
yang bekerja di BBC seksi Indonesia itu semuanya tak ada yang
berindikasi G-30-S/PKI. Yang ada, antara lain adalah bekas
pegawai USIS dan bekas dosen universitas di Sum-Ut, lalu
Abdullah Alamudi, bekas wartawan Harian Pedoman, Agus Suyono,
dulu pegawai USIS di Surabaya dan wartawan Radio Australia (ABC)
di Jakarta. Seorang wartawan dan penyiar BBC Ny. Inke Maris,
menurut SS sendiri, telah ditemuinya sewaktu bera da di London.
Pihak KBRI di London sendiri menerangkan kepada pembantu TEMPO,
baru mengetahui soal tersebut setelah menerima teleks dari
Deplu, Jakarta, yang mendengar berita itu dari siaran tengah
malam BBC Scksi Indonesia (jam 6:15 WIB). Dan kemudian membaca
dari koran-koran di London. Pihak KBRI merasa samasekali tak
diberitahu soal ini. Juga tidak kepada anggota staf KBRI di
London yang mengantarkan rombongan itu ke lapangan terbang.
Pihak F-KP sendiri menerangkan sedang mempelajari sistem
peradilan di Inggris. Dan, seperti kata Sugiharto, F-KP "akan
mengambil tindakan balasan yang lebih keras daripada sekedar
protes." Ia beranggapan, dalam menangani kasus salah seorang
anak buahnya, itu pemerintah Inggris kurang menunjukkan rasa
bersahabat.
Separuhnya Wanita
Departemen LN Inggris sampai akhir pekan lalu nampaknya belum
menerima suatu surat protes apa pun dari F-KP. Namun seorang
pejabat humas kepolisian metropolitan London berkata: "Kenyataan
tetap tidak akan berubah." Dia tertangkap basah dengan
barang-barang di tangannya, diadili,Ia mengaku bersalah,
didapati bersalah dan|dia didenda." Tapi polisi London itu
menambahkan, kalau SS mau naik banding atas keputusan pengadilan
sumir di London, itu adalah haknya. 'Dia berwenang untuk berbuat
demikian," katanya.
Protes tertulis dari F-KP, sampai Senin kemarin, diketahui baru
akan dialamatkan kepada Ketua DPR-RI Daryatmo. Menjawab
pertanyaan pers, Daryatmo tidak serta merta membela SS.
Keputusan pengadilan di London yang dikirim oleh pihak Kedubes,
telah diterimanya 16 Oktober. "Yang terkena bukan saja yang
bersangkutan, tapi juga DPR-RI," katanya. Bahkan menurut
Daryatmo, boleh saja SS itu diperiksakan kepada seorang
psikiater.
Keterangan yang terakhir itulah yang membuat F-KP menyesalkan
ucapan Ketua DPR. "Ucapan demikian akan memberikan gambaran
kepada masyarakat bahwa Sutaji itu menderita sakit jiwa," kata
Sekretaris F-KP Sarwono Kusumaatmadja yang lagi menyiapkan surat
protes itu.
Ada betulnya. Soal mengutil--sebagaimana dituduhkan oleh
pihak-pihak resmi di London kepada SS -- bukan barang baru di
sana. Menurut organisasi pedagang eceran di Inggris, tahun lalu
mereka menderita kerugian 700 juta poundsterling akibat
pengutilan saja. Ini berarti lebih dari œ 2 juta poundsterling
untuk setiap hari kerja. Mereka memperkirakan angka ini akan
meningkat sampai sekitar œ 1 milyar tahun ini.
Menurut statistik persatuan pedagang eceran itu, pada 1978 ada
sejumlah 75.101 orang--hampir separuhnya wanita--telah dijatuhi
hukuman denda karena ketahuan telah mengutil. Selama tahun itu,
Selfridges, sebuah toserba terkenal tak jauh dari Peter
Robinson, mengaku rugi seperempat juta pound dari pengutilan
yang dilakukan di lantai dua toserba itu -- yakni departemen
mode.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini