Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di klenteng & kuburan

Jawa timur kenaikan tarjet dinas pendapatan berdasarkan pertambahan jumlah kendaraan bermotor. sistem pemungutan pajak dipermudah. pemasukan pajak dari bbn terhambat oleh adanya alamat siluman. (dh)

31 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Jawa Timur, bahkan di manalnana arus bertambahnya kendaraan baru memang bukan main. Tahun 1974 yang silam, jumlahnya hanya menunjuk angka 265.113 biji. Sampai bulan Nopember tahun berikutnya, jumlah itu bertambah lagi dengan 53.473 kendaraan: 40.935 sepeda motor, 6.138 mobil pribadi, 2.858 kendaraan umum, 351 bus, 2.752 truk dan 439 gandengan. Tak aneh, bila sebelum tutup buku APBD 1975/1976 tarjet Dinas Pendapatan yang dulu cuma Rp 3.250 juta, lewat PAK yang disyahkan dewan wakil rakyat daerah menjelang tutup tahun yang laju, berubah menjadi Rp 5.150 juta. Tambahan angka itu menurut Gubernur tidaklah spekulatif. Yakni: setelah menengok realisasi tahun plus kenaikan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 100-200%. Belum lagi dari penerimaan Bea Balik Nama (BBN), penning, formulir dan uang komisi lelang tembakau. "Sampai bulan Nopemiber ini penerimaan kas rata-rata dari BBN setiap bulan tak kurang dari Rp 260 juta", tutur Noer menjawab pertanyaan anggota Dewan. Karena itu, Noer yakin, kenaikan tarjet itu bakal terwujud. Tapi tak dimungkiri, bahwa soal sistim pemungutannya bakal banyak mempengaruhi hasilnya nanti. Maka, bermula dari pidato Noer dalam Rapat Dinas Pendapatan Tk.I Jawa Timur bulan Mei 2 tahun yang silam, dicarilah sistim pemungutan yang "lebih singkat dan sederhana", tukas drs. Mustakim. Kepala Dinas itu kepada TEMPO. Sebab itu bisa "mendorong peningkatan pendapatan yang terus menerus", tuturnya pula. Sistim yang dimaksud oleh Noer, adalah yang bisa memudahkan wajib pajak, hingga tak perlu pulang balik. "Mereka cukup membayar pada 1 loket, dan 5 menit selesai", tukas Gubernur Noer, ketika membuka penataran petugas-petugas dinas itu. Dan ketika hari pertama tahun ini sistim itu diterapkan, tak ayal ada juga beberapa orang yang mencobanya. Alkisah seorang wajib pajak baru, melongokkan uang plus berkas-berkasnya. Tanpa komentar si wajib pajak cuma melirik petugas yang melayaninya. Lalu, "oh ya, betul. 5 menit selesai", katanya. Meski begitu, tak berarti bahwa sistim ini lancar-lancar saja. Setidak-tidaknya untuk sementara. Mengapa? Sekarang, "kita menggunakan sistim panggilan per kurir", kata Mustakim. Di sinilah soalnya: ketika pertama kali dicoba di Surabaya Utara, dari 50 surat panggilan, ternyata hanya 8 biji saja yang sampai ke tangan wajib pajak sesuai dengan berkas-berkas yang ada. Mengapa bisa begitu? Masalahnya ternyata begini: dengan kwitansi kosong plus transaksi tahu sama tahu pemilik pertama kendaraan ini, tak tahu lagi di mana kendaraannya berada kini. Meski tak menyebut angka yang persis, tapi yang model ini "banyak sekali", tutur Mustakim sembari tertawa. Belum lagi wajib pajak yang menggunakan alamat siluman: klenteng, kuburan atau ternyata tak pernah ada di daerah tersebut. Ini yang sering membuat Mustakim geleng-geleng kepala. Memang, tak semua nama yang tercantum sebagai wajib pajak menolak surat panggilan. Namun motifnya lain. Yakni, "mereka takut ketahuan membuka kwitansi kosong", tukas Mustakim. Dan tentu saja, surat panggilan itu tak bakal sampai ke tangan pemegangnya sekarang. Makelar Dalam tempo yang belum sebulan ini, barangkali memang sulit untuk menyebut hambatan itu sebagai tidak sukses. "Kami masih menampung dan menunggu laporan dari masyarakat", kata Mustakim. Di samping, sementara ini memang terus diusahakan untuk memperkecil transaksi tahu sama tahu hingga pemasukan BBN meningkat, juga makelar-makelaran yang merugikan wajib pajak. "Makelar dengan sendirinya bakal hilang, dengan cara pelayanan yang baik", tukas Mustakim pula bernada optimis. Syukur juga kalau makelar itu -- justru -- bukan orang dalam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus