Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

DPR Minta Kampus Benahi PPDS usai Polisi Tetapkan Tersangka Kasus Perundungan Undip

Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani meminta PPDS di kampus-kampus lain berbenah usai polisi menetapkan tersangka dalam kasus perundungan Universitas Diponegoro.

26 Desember 2024 | 22.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mahasiswa menyalakan lilin sebagai aksi belasungkawa wafatnya mahasiswa PPDS FK Undip dr Aulia Risma Lestari sekaligus mengawal pengungkapan kasus dugaan bunuh diri dan perundungan di Widya Puraya, kampus Undip Semarang, Senin 2 September 2024. Mahasiswa berharap pengusutan kasus ini segera tuntas, hasil investigasi segera bisa keluar agar kasus ini tidak berlarut larut. Tempo/Budi Purwanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani, meminta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di kampus-kampus lain berbenah usai polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus kematian Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Aulia diduga mengalami perundungan hingga pemerasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya,” kata Lalu Ari dalam keterangannya pada Kamis, 26 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan kasus bullying yang dialami Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya, lantaran telah mencoreng nama baik kampus terutama pada pendidikan kedokteran.

Legislator asal Nusa Tenggara Barat itu menegaskan, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang. Dia juga mengatakan kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran.

Berdasarkan kajian yang disusun pada 2023, KPK mengungkapkan beberapa hambatan dalam PPDS, seperti proses seleksi yang penuh nepotisme, tingginya pungutan liar, serta senioritas dan favoritisme dalam pendidikan dokter spesialis. “Perilaku favoritisme, senioritas dan diskriminasi memberi dampak sistemik dalam memunculkan biaya tambahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya mulai dari Rp 1 juta hingga lebih dari Rp 25 juta,” demikian bunyi petikan hasil kajian tersebut, dikutip dari laman resmi KPK.

Selain itu, kajian KPK mengungkap bahwa ada 58 responden survei yang menyatakan pernah diminta untuk menunjukkan saldo tabungan dalam wawancara seleksi PPDS. Menurut kajian tersebut, pihak universitas mengklaim penunjukkan saldo bertujuan untuk memastikan kesiapan finansial calon peserta PPDS, lanraran biaya pendidikan PPDS tidak murah.

Sebelumnya, Polda Jawa Tengah telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pada program PPDS Undip. Ketiga orang itu adalah Kepala Prodi Anestesi Fakultas Kedokteran Undip berinisial TEN, dokter senior berinisial ZYA, dan staf keuangan berinisial SM.

"TEN, beliau yang buat program, atur waktu hingga materi pembelajaran, tentunya dia harus bertanggungjawab. SM yang melakukan pemungutan dan ZYA diduga melakukan intimidasi dan pemerasan," kata kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad, saat dihubungi pada Rabu, 25 Desember 2024.

Sementara itu, kuasa hukum Undip Khairul Anwar mengatakan saat ini pihak kampus belum memberikan sanksi kepada tiga orang tersebut. Khairul mengatakan Undip mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menindaklanjuti kasus ini. "Kami akan ikuti proses hukumnya. (Pemberian sanksi) kami tunggu sampai putusan pengadilan," ucap Khairul saat dihubungi pada Rabu, 25 Desember 2024.

Novali Panji Nugroho dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus