Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Ariyo Bimmo menanggapi ucapan Ketua Komisi III Bambang Wuryanto soal RUU Perampasan Aset. Menurut Ariyo, pernyataan Bambang itu menunjukkan tidak adanya keinginan dari DPR untuk segera mengesahkan RUU yang dinilai bisa memudahkan pemberantasan korupsi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ariyo bahkan mencurigai adanya aliran dana haram yang mengalr ke partai politik sehingga DPR enggan segera mengesahkan RUU itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ketika pimpinan Komisi III mengindikasikan bahwa RUU ini mandeg karena tidak ada kehendak politik dari Parpol. Maka patut diduga bahwa uang hasil tindak pidana selama ini banyak digunakan untuk politik uang," kata Bimmo melalui keterangan tertulis pada Sabtu 1 April 2023.
Bimmo menilai ucapan yang disampaikan oleh Bambang Wuryanto tersebut membuka misteri sulitnya mengesahkan RUU Perampasan Aset. Ia menyebut ternyata RUU tersebut mandeg selama sekitar tiga tahun lantaran adanya intervensi kepentingan partai politik dibaliknya.
"Pernyataan tersebut membuka sedikit kotak pandora yang selama ini ditutup rapat. Ada kepentingan partai politik yang mengakibatkan RUU ini tertunda begitu lama tanpa penjelasan substansial," ujarnya.
DPR disebut sebagai pengganjal RUU Perampasan Aset
Selain itu, Bimmo menyebut DPR merupakan penyebab mengapa RUU Perampasan Aset tidak segera bisa diselesaikan.
"Pernyataan pimpinan Komisi 3 tersebut mempertegas lagi ujung pangkal dari kegagalan DPR untuk membahas tuntas RUU Perampasan Aset," kata Bimmo.
Bimmo juga menyebut PSI menganggap siapapun yang berusaha menghalangi pengesahan RUU Perampasan Aset, maka patut dicurigai ada kepentingan dibaliknya. Sebab, kata dia, tidak mungkin ada ketakutan bila tidak memiliki kaitan dengan substansi pengesahan RUU Perampasan Aset.
"Jadi, bila parpol (pimpinan) memiliki itikad baik untuk bersama-sama menyelesaikan masalah korupsi, segera saja menginstruksikan "petugasnya" di DPR untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset," ujar dia.
Oleh sebab itu, Bimmo mengatakan PSI mendukung sikap pemerintah dalam mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset. Mereka juga mendukung agar kasus transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang diungkap Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM Mahfud Md diungkap tuntas.
"PSI mendukung pengungkapan transaksi mencurigakan yang disampaikan Pak Mahfud MD," ujar dia.
Selanjutnya, Bambang Pacul singgung soal izin dari Ketum Parpol
Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan pihaknya tidak mampu menggenjot pengesahan RUU Perampasan Aset. Terkecuali, kata politikus PDIP tersebut, ada izin dari ketua umum partai politik yang memiliki wakil di DPR RI.
"Pak Mahfud tanya kepada kita, 'tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin'. Republik di sini nih gampang Pak di Senayan ini. Lobby-nya jangan di sini Pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing," kata pria yang juga dikenal dengan sebutan Bambang Pacul tersebut saat rapat dengan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada Rabu, 29 Maret 2023.
Desakan Pengesahan RUU Perampasan Aset
Desakan agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan menguat pasca mencuatnya berbagai kasus harta kekayaan para pejabat negara yang dinilai tak wajar. Hal itu awalnya terbongkar dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo terhadap seorang remaja berusia 17 tahun di Jakarta Selatan.
Mario belakangan diketahui sebagai putra dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo. Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Pajak Jakarta Selatan itu mengaku memiliki harta senilai Rp 56,7 miliar dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dia serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nilai itu dianggap tak wajar karena Rafael hanya menduduki jabatan Eselon III. Selain itu, dia juga ketahuan menyimpan uang tunai dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp 37 miliar dalam sebuah safe deposit box. Uang itu tak dia laporkan dalam LHKPN-nya. KPK kini telah menetapkan Rafael sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Sejumlah rekan Rafael di Kementerian Keuangan pun ikut menjadi sorotan karena dinilai memiliki harta tak wajar. Tak hanya dipusat, sejumlah pejabat di daerah juga menjadi sorotan setelah keluarganya menunjukkan gaya hidup mewah di media sosial.
PPATK sebut ada transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun
Belakangan, Mahfud Md mengungkapkan bahwa Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menyerahkan laporan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang sebagian diantaranya melibatkan pegawai Kementerian Keuangan.
RUU Perampasan Aset dinilai bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat karena beleid itu bisa merampas aset pejabat negara maupun masyarakat yang dinilai tak jelas asal-usulnya tanpa proses pemidanaan yang lama. Karena itu, sejumlah pihak mendesak agar RUU ini segera dibahas oleh DPR dan pemerintah serta segera disahkan.