Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks tahanan politik di Papua Ambrosius Mulait menilai pengampunan hukum bagi para tapol tidak akan pernah menyelesaikan akar permasalahan. Menurut dia, ada sejarah politik yang panjang di bumi cendrawasih tersebut yang tidak akan selesai dengan sekadar pemberian amnesti politik oleh presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Masalah Papua bukan masalah pengampunan dan sebagainya. Tapi ini masalah sejarah politik yang harus diselesaikan oleh semua pihak,” ujar Ambrosius ketika dihubungi Tempo, Rabu, 29 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ambrosius menuturkan, masyarakat di Papua sudah sekitar 64 tahun hidup dalam bayang-bayang kekerasan. Bangsa Papua, kata Ambrosius, sedang mengalami masalah depopulasi yang cukup serius akibat konflik yang berkepanjangan tersebut. Populasi warga papua menurun jauh dari sekitar 8 juta jiwa di medio tahun 1969, dan kini menjadi hanya kurang lebih 4 juta jiwa.
“Hari ini orang Papua sedang menuju genosida. Dan kami sangat menyadari itu,” kata Ambrosius.
Ia menjelaskan, pendekatan militerisme oleh negara di tanah Papua masih terus direproduksi. Pada masa pemerintahan Joko Widodo yang lalu misalnya, setidaknya 8 kabupaten di Papua dijadikan wilayah operasi militer. Mulai dari Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Nduga, hingga Maybrat.
“Negara tidak bertanggung jawab, biarkan begitu. Total sampai hari ini itu 79 ribu lebih yang jadi pengungsi dan sampai hari ini pengungsi ini tidak pernah diurus oleh negara,” kata Ambrosius.
Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah mengubah paradigmanya dalam melihat persoalan di tanah Papua. Dengan sejarah politik dan kekerasan yang begitu panjang, Ambrosius menilai perlu adanya ruang diskusi yang setara antara masyarakat Papua dengan pemerintah secara langsung.
“Persoalan masalah Papua itu bisa diselesaikan dengan semua harus buka ruang dan duduk, pakai pihak ketiga untuk fasilitasi dialog,” ucapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaki Abu Leonardus Ijie. Menurut advokat yang kerap mendampingi para tapol asli Papua tersebut, kebijakan amnesti untuk tapol tidak memberikan dampak apa pun karena jumlah orang Papua yang ditangkap justru kian bertambah.
“Akan lebih baik jika negara tidak hanya sibuk mengeluarkan tapol Papua, tetapi apa yang menjadi penyebab lahirnya berbagai tapol Papua itulah yang harus diselesaikan. Salah satunya hentikan pendropan militer di atas tanah Papua dan hentikan serta tarik operasi militer,” kata Leonardus ketika dihubungi Tempo lewat aplikasi perpesanan, Rabu, 29 Januari 2025.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya dikabarkan akan memberikan amnesti atau pengampunan kepada sedikitnya 44 ribu narapidana (napi), mulai dari pengguna narkotika hingga kasus tahanan politik atau tapol di Papua. Kabar tersebut disampaikan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan pada Jumat, 13 Desember 2024.
“Presiden akan memberikan amnesti terhadap beberapa napi yang saat ini sementara kami lakukan asesmen bersama dengan Kementerian Imipas (Imigrasi dan Pemasyarakatan),” ujar Supratman.