Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat guru Indonesia atau FSGI mendorong pemerintahan baru melanjutkan program pencegahan kekerasan di satuan pendidikan karena kenaikan kasus kekerasan selama Januari hingga September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengatakan total ada 36 kasus kekerasan sejak Januari-September 2024 dan menewaskan 7 orang. Angka ini melonjak karena sebelumnya hingga Juli 2024 hanya 15 kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tercatat pada September 2024 terjadi lonjakan 12 kasus kekerasan di satuan pendidikan, yaitu kasus kekerasan seksual sebanyak 6 kasus, kekerasan fisik 5 kasus dan 1 kasus kekerasan psikis,” kata Heru lewat keterangan tertulis, 2 Oktober 2024.
Heru menuturkan, 36 kasus kekerasan di satuan Pendidikan tersebut adalah kategori berat yang terjadi di satuan pendidikan atau yang melibatkan peserta didik. Sehingga masuk proses hukum pidana dan ditangani oleh pihak kepolisian. Dari 36 kasus, total jumlah korban anak mencapai 144 peserta didik.
Sumber data FSGI adalah berdasarkan studi referensi yaitu mengumpulkan kasus-kasus dari pemberitaan di media massa sepanjang Januari sampai 28 September 2024.
Pada Juli 2024, FSGI merilis ada 15 kasus kekerasan di satuan pendidikan. Namun pada akhir September 2024 atau hanya berselang 2 bulan, FSGI mencatat terjadi lonjakan kasus kekerasan di satuan pendidikan hingga 100 persen lebih, yaitu dari 15 kasus menjadi 36 kasus.
“Yang mengejutkan peningkatan kasus terjadi secara signifikan pada bulan September 2024, yaitu mencapai 12 kasus hanya dalam 2 bulan,” kata Heru.
Data FSGI menunjukkan bahwa mayoritas kasus terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs (36 persen), disusul SMA (28 persen), SD/MI (33,33 persen), SMA (22 persen) dan SMK (14 persen). Dari jumlah tersebut, 66,66 persen kasus terjadi pada satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek dan 33,33 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.
“Total jumlah pelaku mencapai 48 orang dan anak korban mencapai 144 peserta didik,” ujar Heru.
Meskipun Kementerian Agama hanya 33,33 persen, namun kasus kekerasan fisik yang terjadi menimbulkan kematian 4 orang peserta didik. Artinya, rata-rata ada peserta didik yang meninggal per 2 bulan karena kekerasan fisik di lingkungan Pondok pesantren. Sedangkan di satuan pendidikan di bawah Kemendikbudristek, tercatat ada 3 peserta didik meninggal dunia karena kekerasan fisik.
Dari 36 kasus, FSGI mencatat ada setidaknya 4 jenis kekerasan dengan kasus tertinggi adalah kekerasan fisik (55,5 persen); kekerasan seksual (36 persen); kekerasan psikis (5,5 persen); dan kebijakan yang mengandung kekerasan (3 persen).
Sedangkan pelaku kekerasan di satuan pendidikan yang tertinggi justru dilakukan oleh peserta didik, dengan pelaku yang merupakan teman sebaya (39 persen) dan kakak senior (8 persen), jika digabungkan mencapai 47 persen. Sedangkan yang pelakunya kepala sekolah/pimpinan ponpes (14 persen); guru (30,5 persen) dan pembina pramuka (5,5 persen) dan pelatih ekskul 3 persen.
Adapun wilayah kejadian meliputi 31 kabupaten/kota di 14 provinsi. Sedangkan pada Juli 2024 hanya 15 kab/kota di 10 provinsi.
“Indonesia sudah masuk tahap darurat kekerasan anak di satuan pendidikan. Oleh karena itu. FSGI mendorong pemerintahan baru melanjutkan program pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” kata Heru.
Pilihan Editor: Usul Kemenag Disetujui Kementerian PANRB, 39 Madrasah Negeri akan Didirikan Bertahap Mulai Tahun Depan