Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Gatotkaca Swasta

Peresmian berdirinya sekolah penerbangan juanda, didirikan oleh PT. Jaemco. untuk meningkatkan penyediaan tenaga pilot.(pdk)

6 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAM pesawat jenis PA 38-122 Tonlahawk II berjajar di Landasan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Surabaya. Tubuh dan sayap keenamnya dihias dengan kertas aneka warna. R. Soekardjono, Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Dep. Perhubungan, lantas menyirami pesawat latih itu dengan air kendi. Hari itu, 23 Oktober, dia meresmikan berdirinya Sekolah Penerbangan Juanda (SPJ). Sekolah ini didirikan oleh PT Jaemco yang bergerak di bidang pemeliharaan pesawat. Juga menyewakan pesawat, perusahaan itu secara mulus memperoleh izin mendirikan SPJ. Suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan tenaga pilot semakin meningkat. Soekardjono menghitung, dalam Pelita III ini saja, Indonesia memerlukan 750 pilot--berarti 150 pilot dibetulkan pertahunnya. Sementara Pendidikan dan Latihan Penerbangan (PLP) Curug, milik pemerintah, hanya mampu meluluskan rata-rata 50 pilot setahunnya. M. Yunus, 54 tahun, Dir-Ut PT Jaemco, mengetahui kurangnya pilot dari pengalaman perusahaannya. Ketika suatu hari dikontrak perusahaan perkebunan di 8umatera untuk mengangkut bibit karet, ia mengalami kesulitan mencari penerbang. Sejak itu sang Dir-Ut bercita-cita mendirikan sekolah pilot. Dengan modal 6 pesawat latih, empat ruang kelas, sebuah laboratorium bahasa untuk 10 orang, sebuah ruang pemutaran film, satu lapangan olahraga dan sebuah asrama untuk 100 orang, SPJ berjalan dengan kurikulum seperti yang ada di PLP Curug. Dan PT Jaemco bekerjasama dengan pihak Angkatan Laut RI. Maka penggunaan Lanudal Juanda gratis. Juga SPJ menggunakan lapanganudara Sumenep, Madura, dan Kranji, dekat Pasuruan, tapi "belum ada kepastian pembayarannya," kata Santoso Boedjonagoro, seorang manajer Jaemco. Sementara ini SPJ hanya mendidik calon pilot untuk tingkat PPL (Person Pilot Licence--lisensi pilot pribadi) dan CPL (Commercial Pilot Licence--lisensi pilot komersial). Sedang di PLP Curug dididik juga calon teknisi pesawat, tenaga lalu-lintas udara, dan tenaga pembina. Angkatan Pertama SPJ berjumlah 25 siswa -- 16 di antaranya anggota TNIAL, seorang dari Polri. "Prioritas pertama memang diberikan kepada TNI-AL, mengingat banyak tenaga instruktur dari TNI-AL, dan kantor Jaemco di Surabaya pun pinjaman dari Angkatan Laut," tutur Soeyono Yoesoesewoyo, Letkol TNI-AL yang memimpin SPJ. Untuk 18 bulan pendidikan yang dibagi menjadi 4 semester, seorang siswa harus mengeluarkan Rp 15 juta lebih. Atau hampir Rp 850 ribu per bulan. Biaya itu boleh diangsur. Menurut Letkol Soeyono, SYJ memperkecil kemungkinan adanya siswa yang putus sekolah. Antara lain diadakim tes kesehatan, tes psikologi, matematika, bahasa Inggris. Benar-benar penyaringan yang berat. Hasrat menampung 100 siswa terpaksa ditunda, karena cuma 25 itu yang lulus tes. Di PLP Curug, menurut Drs. Mohammad Saleh, Kepala Seksi Penerimaan Taruna, angka putus sekolah mencapai 40%. Sebab utamanva. ketahanan fisik dan bakat yang ternyata mandek. "Mencari pemuda berumur 17-25 tahun yang tingkat kecerdasannya tinggi gampang. Tapi fisiknya rata-rata tidak memenuhi syarat," kata Letkol Soeyono. Memang susah mencari calon penerbang. Sekolah Penerbang AsRI di Yogy.lkarta pun mengeluh. Angka keguguran calon penerbang di situ rata- rata 60%, dari 50 siswa dalam satu periode (19 bulan). Itulah mengapa Hankam membuka peluang bagi yang bukan taruna Akabri menjadi penerbang militer (TEMPO 4 Juli 1981). Kebutuhan akan pilot jelas meningkat. Garuda terpaksa mengisi kebutuhannya dengan mengirim orang belajar ke Inggris, Australia, Belgia dan AS. "Biaya pendidikan di Curug dan di luar negeri tak banyak bedanya," kata Karyono dari Humas Garuda. Tapi mengapa pendidikan pilot demikian mahal? Untuk mendapat PPL seorang siswa harus memenuhi 94 jam terbang, dan untuk mendapat CPL minimal 100 jam lagi. Biaya terbang sejamnya kini sekitar Rp 40 ribu. Dan SPJ, karena swasta, masih harus membiayai ujian negara pula. Di PLP Curug, milik pemerintah itu, kini biaya seorang siswa sampai mendapat CPL memang lebih murah, sekitar Rp 10 juta. SPJ bukan satu-satunya sekolah penerbangan swasta. Deraya Air Taxi, perusahaan di Jakarta yang menyewakan pesawat terbang, sudah sejak 1973 membuka pendidikan untuk penerbang. Tapi tekanan pendidikannya hanya untuk pilot pribadi. Beberapa siswanya kemudian melanjutkan pendidikan untuk memperoleh CPL, di PLP Curug.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus