BERITA dari daerah gempa bumi di Irian Jaya belum habis. Dua
helikopter berpacu dengan cuaca untuk bisa mengangkat para
korban hidup maupun mati. Mereka hanya bisa terbang mulai terang
tanah sampai pukul 12 siang -- sebelum hujan badai melintasi
perbukitan yang diguncang gempa, di Kecamatan Kurima, Kabupaten
Jayawijaya. Belakangan, repotnya, hanya tinggal heli milik
Penerbad (Penerbangan AD) saja yang mampu menembus cuaca buruk.
Pekan lalu Menko Kesra Surono dan Mensos Sapardjo menjenguk ke
sana. Bupati Jayawijaya, Albert Dien, melapor: 13 orang
diketahui tewas, 4 orang dirawat di RSU Wamena dan hampir 1.300
orang yang telah diselamatkan. Laporan resmi Bupati tentang
korban mati tersebut ternyata lebih kecil dari perkiraan selama
ini. Sebelumnya ada yang mengemukakan tak kurang 300 orang yang
mati.
Memang gempa bumi itu termasuk yang hebat. Mula-mula bukit
bergoyang pada 20 Januari lalu. Kemudian guncangan-guncangan
berikutnya menyusul. Bukit-bukit retak, tanah mengelupas, lalu
bersama batu-batu gunung longsor menimpa pemukiman penduduk.
Usaha menyelamatkan penduduk sangat sulit dilakukan. Dua belas
desa di Kurima memang terpencil letaknya dan cuaca buruk hampir
selalu melingkupinya.
Tak hanya medan dan cuaca yang merepotkan. Tenaga kesehatan juga
kurang. Untuk merawat semua korban hanya ada seorang dokter: dr
Tigor Silaban. Seperti halnya petugas Posko Wamena lainnya,
dokter bujangan lulusan UI yang sudah setahun berada di
Jayawijaya, bekerja siang-malam tanpa kenal capek. Padahal, di
antara para korban kini berkecamuk penyakit pilek.
"Gejala-gejalanya," kata Gubernur Ir-Ja yang belum sebulan
menjabat, Busiri Surjowinoto, "cairan encer mengucur terus dari
hidung mereka." Wabah menyerang terutama pada hidung anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini