Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bisakah 'Golput' Membatalkan Hasil Pilkada Jakarta?

Kubu Ridwan Kamil-Suswono mempersoalkan distribusi formulir C6. Alibi golput jadi senjata mereka menggugat hasil pilkada ke MK.

10 Desember 2024 | 06.00 WIB

Kuasa Hukum Paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono Pilkada Jakarta, Faizal Hafied (kiri) berkonsultasi dengan tim Mahkamah Konstitusi perihal gugatan sengketa Pilgub Jakarta di Gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, 9 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra
Perbesar
Kuasa Hukum Paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono Pilkada Jakarta, Faizal Hafied (kiri) berkonsultasi dengan tim Mahkamah Konstitusi perihal gugatan sengketa Pilgub Jakarta di Gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, 9 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Tim hukum Ridwan Kamil-Suswono menyoal distribusi formulir C6 bagi pemilih pilkada Jakarta.

  • Menurut mereka, distribusi C6 yang tak merasa menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih pilkada Jakarta.

  • Angka golput lebih tinggi dibanding pemilihan presiden.

SAKSI dari pasangan calon Gubernur Jakarta dan wakilnya, Ridwan Kamil-Suswono, mendadak meninggalkan ruangan rapat pleno Komisi Pemilihan Umum atau KPU Jakarta pada Ahad, 8 Desember 2024. Mereka kecewa terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada Jakarta 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Aksi walkout yang dilakukan tim pasangan calon berjulukan Rido itu terjadi karena keberatan atas hasil pleno KPU Jakarta yang memenangkan pasangan calon Pramono Anung-Rano Karno. Ramdan Alamsyah, saksi dari pasangan Ridwan-Suswono, mengatakan mereka terpaksa walkout karena menengarai banyak kecurangan dan kejanggalan yang belum rampung ditangani lembaga penyelenggara pemilihan hingga menggelar rapat pleno penetapan. "Banyak kejanggalan yang harus kita tuntaskan lebih dulu,” kata Ramdan saat dihubungi Tempo pada Senin, 9 Desember 2024.

KPU Jakarta menetapkan pasangan calon Pramono-Rano sebagai pemenang pilkada Jakarta. Pasangan calon nomor urut 3 ini unggul dengan perolehan suara terbanyak, yakni 2.183.239 atau 50,07 persen suara dari total 4.714.393 suara sah. Pasangan calon nomor urut 1, Ridwan-Suswono, memperoleh 1.718.160 suara. Adapun pasangan calon nomor urut 2 dari jalur independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, mendapat 459.230 suara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ramdan, yang juga bagian dari tim hukum Rido, menuntut pemungutan suara ulang atau PSU. Mereka menyatakan banyak surat undangan pemberitahuan atau C6 kepada para pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) tidak terdistribusi dengan baik. Ramdan menyebutkan ada 800 ribu orang yang tidak mendapat formulir C6. 

Dia mengklaim mayoritas yang tidak menerima form C6 itu adalah para pemilih pasangan calon Ridwan-Suswono. “Kalau KPU Jakarta bilang sudah 90 persen lebih surat C6 itu terdistribusi, tunjukkan kepada kami klaim 90 persen itu. Mana buktinya jika sudah didistribusikan? Mana bukti foto dan videonya?” ujar Ramdan.

Ramdan juga menyinggung ada sekitar 3 juta pemilih yang masuk golongan putih. Golongan putih atau golput adalah istilah populer dalam pemilihan umum yang ditujukan kepada orang yang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Menurut Ramdan, kegagalan KPU Jakarta mendistribusikan formulir C6 dan tingginya angka golput menjadi materi gugatan yang akan mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi. 

Tim hukum Rido sejatinya tak hanya mempersoalkan 800 ribu formulir C6. Mereka menyebutkan 1 juta lebih warga di Jakarta Timur tidak mendapat formulir undangan pencoblosan itu. Muslim Jaya Butarbutar, anggota tim hukum Rido, mengatakan telah melaporkan 12 orang ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka terdiri atas tujuh orang dari KPU Jakarta, dari ketua hingga anggota, serta lima orang dari KPU Jakarta Timur. 

Muslim menjelaskan, laporan itu dibuat karena KPU Jakarta dan KPU Jakarta Timur ditengarai melanggar kode etik. Mereka menuding lembaga penyelenggara pilkada itu tidak mendistribusikan formulir C6 secara merata. Sebab, menurut dia, ada 1,4 juta warga di Jakarta Timur tidak mendapat undangan pencoblosan di TPS. 

Muslim mengklaim sebanyak 1,4 juta warga yang tidak mendapat formulir C6 itu adalah pemilih Ridwan Kamil-Suswono. “Kalau mereka tidak mendapat formulir C6 pemberitahuan, bagaimana mereka bisa memilih?” ujar Muslim di kantor DKPP, Jakarta Pusat, pada Kamis, 5 Desember 2024.

Kuasa hukum pasangan calon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono, Faizal Hafied, berbicara kepada media setelah berkonsultasi dengan tim Mahkamah Konstitusi perihal gugatan sengketa pemilihan Gubernur Jakarta di gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, 9 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Jakarta Wahyu Dinata menepis tudingan bahwa pihaknya tidak mendistribusikan formulir C6 secara merata. Wahyu menegaskan, pendistribusian formulir C6 mencapai 90 persen. Hanya 10 persen formulir C6 yang tidak terdistribusikan. 

Dia menjelaskan, formulir C6 yang tidak terdistribusi karena pemilih yang tercantum dalam daftar pemilih tetap atau DPT dinyatakan sudah meninggal, pindah alamat, atau tidak ada di alamat terdaftar. Dengan begitu, formulir tersebut kemudian dikembalikan dan dicatat KPU. Menurut Wahyu, KPU sudah mengumumkan jumlah formulir C6 yang tidak terdistribusi itu tak sampai 10 persen. “Kami, kan, harus mempertanggungjawabkan formulir itu,” kata Wahyu kepada Tempo, Senin, 9 Desember 2024. 

KPU Jakarta mengakui angka partisipasi pemilih dalam pilkada Jakarta tahun ini terendah sepanjang sejarah. Wahyu menuturkan tingkat partisipasi pemilih hanya 53,02 persen dari total 8,2 juta pemilih yang ada di DPT. Artinya, hanya 4,3 juta warga Jakarta yang mencoblos pada 27 November 2024. “Sekilas kami monitoring kemarin tingkat partisipasi di angka 50-60 persen,” kata Wahyu. Adapun partisipasi pemilih dalam pilkada 2007 dan 2012 mencapai 65 persen. Sedangkan dalam pilkada 2017 mencapai 70 persen. 

Tempo belum mendapat konfirmasi dan komentar dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jakarta ihwal dugaan tidak meratanya pendistribusian formulir C6 yang dipersoalkan tim hukum Ridwan-Suswono. Hingga berita ini ditulis, pesan pertanyaan yang dikirim ke anggota Bawaslu Jakarta, Benny Sabdo, belum direspons.

Namun anggota Bawaslu RI, Puadi, menjelaskan, formulir C6 bukanlah syarat mutlak bagi warga untuk mencoblos dalam pilkada. Menurut dia, formulir C6 hanya berfungsi sebagai pemberitahuan dan alat bantu untuk mempermudah identifikasi pemilih di TPS. “Syarat utama untuk memilih adalah terdaftar dalam DPT di TPS di wilayah pemilih dan membawa kartu tanda penduduk elektronik atau dokumen identitas resmi lainnya,” ujar Puadi di Jakarta pada Ahad, 8 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.

Anggota Badan Pengawas Pemilu, Puadi, memberikan keterangan ihwal surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Media Center Bawaslu, Jakarta, 19 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W. 

Puadi menjelaskan, pemilih yang tidak menerima atau kehilangan formulir C6 tetap memiliki hak memilih selama mereka memenuhi beberapa ketentuan. Salah satunya nama mereka harus tercantum dalam DPT. Mereka juga harus membawa e-KTP atau dokumen identitas lain yang sesuai dengan alamat TPS tempat mereka terdaftar.

Adapun bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tapi ingin menggunakan hak pilih, Puadi melanjutkan, mereka dapat menggunakan e-KTP dan mencoblos pada waktu tertentu. Biasanya dilakukan antara pukul 12.00 dan 13.00 waktu setempat, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Golput Tidak Bisa Membatalkan Hasil Pilkada

Menanggapi hal ini, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Agustyati mengatakan angka golput yang tinggi tidak bisa membatalkan hasil pilkada, berapa pun angka partisipasinya. Menurut Khoirunnisa, masyarakat tidak datang ke TPS kemungkinan karena beberapa faktor, antara lain dekatnya jarak antara pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden yang berlangsung pada Februari lalu. "Bisa jadi pemilih jenuh, apalagi dinamika koalisi yang mempertontonkan kepentingan elite politik,” tuturnya saat dihubungi pada Senin, 9 Desember 2024. 

Ihwal sengkarut formulir C6 dan tingginya angka golput yang bakal menjadi materi gugatan tim hukum Ridwan-Suswono, Khoirunnisa menjelaskan, Mahkamah Konstitusi adalah tempat untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan. Tim Rido selaku pemohon harus dapat membuktikan dugaan pelanggaran tersebut secara signifikan mempengaruhi hasil pilkada. "Misalnya ada formulir C6 yang tidak dibagikan, maka pemohon harus menunjukkan tidak terbagikannya formulir C6 langsung mempengaruhi hasil pemilihan."

Dihubungi secara terpisah, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menjelaskan, angka golput bisa menjadi materi gugatan sengketa di Mahkamah Konstitusi. Syaratnya, kata Titi, sepanjang pemohon bisa membuktikan ada niat dan kesengajaan dari penyelenggara pemilihan tidak membagikan formulir C6 kepada para pemilih. 

Titi menegaskan, pemohon juga harus membuktikan bahwa tidak dibagikannya formulir C6 sebagai upaya mencegah pemilih datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. “Itu bisa saja berdampak pada perintah pemungutan suara ulang oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Titi saat dihubungi Tempo, kemarin. 

Titi mengingatkan, sengketa perselisihan hasil pemilihan berhubungan dengan hal-hal yang berpengaruh terhadap hasil pilkada. Dalam konteks pilkada Jakarta, Titi menilai akan sulit membuktikan dalil keterhubungan itu kalau ternyata hanya terjadi pada satu atau dua TPS secara acak. Jadi, Titi menegaskan, harus dibuktikan dulu bahwa memang ada kesengajaan formulir C6 tidak dibagikan yang bertujuan menghalang-halangi pemilih menggunakan hak pilihnya yang kemudian mempengaruhi perolehan suara dari para pasangan calon. 

Mantan hakim konstitusi, Hamdan Zoelva, menyebutkan golput merupakan hak masyarakat. KPU sendiri berkewajiban mensosialisasi pemilihan dan mendistribusikan formulir C6 kepada para pemilih. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 itu mengatakan tidak ada regulasi atau aturan yang memberikan batasan jumlah minimal partisipasi pemilih untuk membatalkan hasil pemungutan suara. 

“Tidak ada undang-undang yang menyebutkan berapa angka minimumnya,” kata Hamdan saat dihubungi Tempo, kemarin. Dia mengatakan masalah distribusi formulir C6 bisa disebut pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif apabila dilakukan secara masif serta ada kesengajaan. 

Masalah distribusi formulir C6 yang dipersoalkan kubu Ridwan Kamil-Suswono juga tidak selalu menjadi faktor penyebab tingginya angka golput. Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta menjelaskan, tidak adanya undangan C6 kepada pemilih tak bisa kemudian ditarik kesimpulan bahwa terjadi kecurangan atau pelanggaran. “Pemilih itu, kan, masih bisa mencoblos meski tidak membawa C6,” ucap Kaka saat dihubungi Tempo, Senin, 9 Desember 2024. “Artinya, intensi untuk memilih itu adanya di pemilih.” 

Kaka mengungkapkan banyak faktor penyebab tingginya angka golput dalam pilkada. Salah satunya kejenuhan masyarakat karena tidak ada perbaikan kualitas kehidupan yang signifikan meski beberapa kali mencoblos dalam pilkada. Penyebab lain, partai politik tidak mengusung kader sesuai dengan harapan masyarakat. “Partai tidak mengusung orang yang dianggap memiliki preferensi pemilih dan kader terbaik partai. Ini juga penyebab pemilih enggan datang ke TPS,” ucap Kaka.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Alfitria Nefi P., Anastasya Lavenia Y., dan Advist Khoirunikmah berkontribusi dalam penulisan ini

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus