Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Graha Rani Putra Persada, pengelola kawasan wisata Gunung Tangkuban Parahu, Putra Kaban mengatakan, tidak ada pengunjung dan pedagang yang berada di areal kawasan puncak gunung itu saat terjadinya letusan. “Jam 16.00 ada hembusan. SOP perusahaan kalau ada hembusan, kami langsung evakuasi pengunjung dan pedagang. Alhamdulillah semua sudah turun,” kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 26 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pusat Vulkanologi Dan Miitgasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral menyatakan Gunung Tangkuban Parahu yang memiliki ketinggian 2.284 meter di atas permukaan laut meletus sekitar pukul 15.48 WIB. Kaban mengatakan, letusan yang ditandai dengan asap tebal yang keluar dari Kawah Ratu itu berlangsung tiba-tiba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga pukul 15.00, kata Kaban, tidak ada tanda-tanda terjadinya letusan. PVMBG sehari sebelumnya, juga sudah melansir status gunung masih normal, kendati pengelola sudah diberi peringatan akan potensi terjadinya letusan sewaktu-waktu. Tim sekuriti sudah pun diminta waspada.
Mendadak menjelang pukul 16.00 terjadi letusan. “Saya perintahkan semua dievakuasi. Sekarang tidak ada lagi pengunjung di atas kecuali sekuriti dan karyawan,” kata Kaban.
Kaban mengatakan sebelumnya ada ratusan pengujung yang tengah berada di areal puncak Gunung Tangkubanparahu. “Hari ini yang berkunjung, turis mancanegara 200 orang, dan Nusantara sudah hampir 1.500 orang,” kata dia. PT GRPP membuka areal kunjungan wisata di Gunung Tangkubanparahu sejak pukul 07.00 hingga pukul 17.00.
Kaban mengatakan, evakuasi sebagian pengujung dilakukan dengan kendaraan milik perusahaan. “Pengujung ada yang bawa kendaraan, pedagang juga punya mobil. Kita tidak terlalu sulit mengevakuasi,” kata dia.
Kepolisian sudah diminta mengirimkan kendaraan taktis water canon, serta kendaran pemadam kebakaran. Kaban khawatir letusan yang terjadi bisa memicu kebakaran. “Apalagi sekarang musim kemarau,” kata dia.
Untuk besok, pengelola belum bisa memutuskan apakah Tangkuban Parahu akan dibuka atau tidak. “Kita tunggu hasil evaluasi,” ucap Kaban. Saat ini Kawasan wisata alam itu ditutup sementara untuk kunjungan. Satu-satunya pintu masuk menuju kawasan wisata sudah dijaga petugas.
Sebelumnya, Kepala Pusat Vulkanologi Dan Miitgasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kasbani mengatakan, Gunung Tangkuban Parahu yang memiliki ketinggian 2.284 meter di atas permukaan laut meletus sekitar pukul 15.48 WIB. Letusan itu menghasilkan kolom abu dengan ketinggian berkisar 200 meter dari puncak. “Sekarang sudah mereda,” kata dia lewat pesan tertulis pada Tempo, Jumat, 26 Juli 2019.
Kolom abu dengan intensitas tebal itu condong ke arah timur laut dan selatan. Erupsi terekam di peralatan seismogram dengan amplitudo maksimum 38 milimeter dan durasi 5 menit 30 detik. Kasbani mengatakan, jenis letusan yang terjadi berupa letusan freatik.
PVMBG masih menetapkan status aktivitas Gunung Tangkuban Parahu berada di status Normal atau Level 1. Kendati dalam status Nomral, PVMBG sudah memperingatkan, letusan freatik harus diwaspadai. “Letusan freatik bersifat tiba-tiba dan tanpa didahului gejal-gejala vulkanis yang jelas,” kata Kasbani.
Ahli gunung api PVMBG, Gede Suantika mengatakan, letusan freatik terjadi akibat akumulasi gas yang berasal dari uap air. "Sumber letusannya dangkal,” kata dia, Jumat, 26 Juli 2019.
Gede, yang saat ini menduduk posisi Kepala Bagian Tata Usaha, PVMBG, mengatakan, letusan freatik relatif biasa terjadi di Tangkuban Parahu. Biasanya terjadi saat musim kemarau. “Statistiknya begitu,” kata dia.
Hal itu terjadi karena sistem kantong tekanan di Gunung Tangkuban Parahu relatif dangkal. Di musim kemarau suplai air pun melemah. Sementara panas yang dihasilkan magma gunung konstan. Akibatnya, “Ini jadi lebih panas dan lebih cepat membentuk tekanan yang dangkal tadi,” kata Gede.
Letusan freatik di Tangbkuban Parahu, misalnya, tercatat terjadi pada 2013 lalu. “Letusan freatik saat itu terjadi selama seminggu dan hanya berupa kepulan-kepulan gas di Kawah Ratu,” kata Gede.
Untuk letusan kali ini, menurut Gede, sudah terpantau sejak 27 Juni 2019 lalu. “Kita juga baru sosialisasi seminggu lalu.”
Kendati tanda-tanda letusan sudah terpantau, Gede mengaku, sulit memperkirakan waktu terjadinya letusan. Tanda yang terpantau itu, diantaranya, jumlah gempa hembusan mendadak melonjak hingga ratusan dalam seharia. Tanda lain adalah peralatan pemantau deformasi tubuh gunung mencaat jarak antar bibir kawah melebar kendati dalam hitungan milimeter.
AHMAD FIKRI (Bandung)