Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejadian Kamis pekan lalu itu memang tidak membuat parah kondisi Gus Dur. Tapi Republik sempat kena "stroke" sejenak. Di bursa, para pialang dan kalangan investor langsung jantungan begitu mendengar rumorentah dari mana asalnyabahwa kondisi sang RI Satu begitu gawat. Kalau tidak terkena serangan jantung, begitu bunyi rumor yang dengan cepat memamah-biak itu, ya, kembali tersengat stroke seperti Januari dua tahun lalu. Buntutnya, hari itu Indeks Harga Saham Gabungan melesak 10,9 poin. Rupiah kembali terjengkang ke level 7.500 per dolar Amerika.
Gelombang kepanikan bermula ketika sejumlah jadwal pertemuan Presiden dibatalkan secara mendadak. Rencana kunjungannya ke Jawa Tengah selama dua hari dibatalkan. Penjelasan pers yang disampaikan Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak bahwa hari itu Presiden Abdurrahman cuma terserang flu dan harus menjalani medical check-up tak langsung dipercaya publik. Memori khalayak ramai rupanya masih lengket pada kejadian Januari dua tahun lalu, ketika Gus Dur tersengat stroke, lalu sempat koma.
Syukurlah, menjelang sore, Abdurrahman sudah tampil normal. Malam itu juga, ia bersantap malam dengan tamunya, Profesor Annemarie Schimmel, ahli tasawuf dan sastra Islam dari Universitas Harvard. "Meski mengaku kesehatannya sekarang agak mundur, ia tampak baik-baik saja," kata Schimmel kepada Setiyardi dari TEMPO. Sebelum jamuan makan malam, Gus Dur bahkan menjelaskan kondisi kesehatannya kepada pers secara langsung. "Saya cuma meriang," katanya sambil sesekali menyedot hidungnya yang lagi tersumbat itu.
Dr. Umar Wahid dan sejumlah sumber dari kalangan dalam Istana yang dihubungi TEMPO juga memastikan bahwa kondisi Gus Dur baik-baik sajatak lebih dari sekadar flu dan demammeski, menurut seorang sumber yang pagi itu juga berada di Istana, tensi Gus Dur memang sempat melambung tinggi hingga 160-180.
Juragan Jamu Jago, Jaya Suprana, yang pagi itu menemani Gus Dur di Istana, menyatakan hal serupa. Kondisi Gus Dur yang tidak fit memang sudah kentara sejak subuh. Sekitar pukul 05.00, ditemani Jaya dan beberapa orang tamunya, seperti biasa Kiai Ciganjur jalan pagi keliling kompleks Istana. Cuma, baru menempuh satu putaranbiasanya sampai empat putaranGus Dur sudah merasa letih dan minta berhenti. Dikelilingi para sahabatnya, ia lalu tidur-tiduran sambil asyik bercerita soal para pemimpin dunia dan tentang keinginannya bertemu dengan Presiden Kuba Fidel Castro. Ia baru mengeluh agak tak enak badan sekitar pukul 06.00, saat hendak sarapan. Istrinya, Sinta Nuriyah, menyarankan agar hari itu ia beristirahat saja. Tapi, dasar Gus Dur, sambil terkekeh ia cuma menukas, "Ngapain istirahat?"
Toh, kepanikan itu bukan tanpa alasan. Awal Februari lalu, saat melawat ke Jepang, Ketua MPR Amien Rais memberikan sinyal bahwa jika Presiden Abdurrahman Wahid berhalangan tetap, Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri tak serta-merta menggantikannya. Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan "jika presiden berhalangan tetap maka wapres akan otomatis menggantikannya" akan diamendemen. Alasan Amien, berbeda dengan sistem pemilihan langsung seperti di Amerika, misalnya, presiden dan wakil presiden RI dipilih sendiri-sendiri, tak satu paket.
Nada macam ini, menurut anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR, Rully Chairul Azwar, memang kerap dilontarkan Poros Tengah. Kaukus inisejak sidang umum lalu memang agak alergi dengan figur Megawatimenyodorkan formula bahwa jika presiden berhalangan tetap, presiden yang baru harus dipilih kembali melalui Sidang Istimewa MPR. Curiga bahwa langkah ini tak lebih dari manuver untuk membarikade Mega, kontan kubu PDI Perjuangan bersuara keras. "Kami akan menolak usaha untuk mengamendemen pasal itu," kata Dimyati Hartono, salah seorang ketua PDI Perjuangan.
Jadi, kalau sampai (mudah-mudahan tidak) terjadi sesuatu dengan kesehatan Gus Dur dan konsensus soal pasal 8 itu belum juga dicapai, boleh jadi akan lahir krisis politik baru yang bakal mengguncang Republik. Karena itu, ada baiknya urusan sensitif ini segera tuntas dibahas. Itulah agaknya pelajaran yang mesti ditarik dari flu Gus Dur, flu bukan sembarang flu.
Karaniya D, Agus S. Riyanto (Jakarta), Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo