DUA bus besar ber-AC berhenti di muka gedung DPR/MPR di Senayan
1 Oktober pagi itu. Para penumpangnya turun satu persatu
memasuki ruangan gedung yang megah itu. Dengan tertib mereka
antri untuk naik elevator menuju ke ruang sidang. Mereka baru
saja mengikuti upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya,
Jakarta Timur. Berpakaian stelan jas yang kelihatan banyak
seragam, dengan aneka dasi wama-warni, wajah mereka tampak
berseri-seri.
Itulah sebagian dari 360 calon anggota DPR/MPR-RI yang hari itu
dilantik. Ada juga di antara mereka yang tak segera memasuki
ruang sidang. Tapi omong-omong dulu di luar. Ada juga yang
berseloroh dengan para wartawan yang memberi komentar tentang
stelan jas berharga Rp 92.500, buatan penjahit Tropic Tailor di
Jl. Antara, Jakarta itu (lihat box).
Suasana semarak yang penuh dengan tawa mendadak menjadi tenang
ketika Presiden beserta Ibu Suharto dan Wakil Presiden memasuki
ruang sidang utama, tepat pada pukul 10.00. Ruang sidang tampak
penuh, dan hampir tak ada kursi yang tak terisi. Tampak hadir
Bung Hatta, yang duduk di sebelah Ibu Tien Suharto yang pagi itu
berkebaya biru dengan selendang sutera berwarna biru muda. Tak
jauh dari Ibu Suharto adalah Ketua DPA Wilopo. Juga tampak Menlu
Adam Malik dan Menpen Mashuri yang bebrapa saat lagi akan
berakhir jabatannya dan bisa dipastikan akan tampil sebagai
Ketua dan Wakil Ketua DPR/MPR.
Acara yang dimulai dengan penghormatan umum, lagu kebangsaan dan
disusul dengan mengheningkan cipta itu berjalan lancar dan penuh
suasana khidmat. Tapi keheningan ruang sidang utama pecah juga
ketika Pimpinan Sementara Rapat Paripurna DPR-RI dengan gayanya
yang membuat hadirin tertawa. Menggantikan KH Bisri Syamsuri
(90) yang pagi itu berhalangan hadir, pimpinan sidang diwakilkan
kepada H. Syafei (77) dari PPP dengan dibantu anggota termuda
Nn. Sri Redjeki SH, (28), anggota DPP KNPI. Dengan langkah yang
gontai dan gaya seorang gentleman, Syafei menyilakan Sri menuju
kursinya. Begitu pula, dengan gaya penuh anogungjawab, sang
Pimpinan Sementara DPR/MPR itu mempersilakan Nn. Sri P. Subardjo
(24), anggota termuda MPR yang bersama Syafei memimpin acara
pelantikan para anggota MPR.
Dua Bahan Pertimbangan
Pada acara yang kedua ini, Presiden juga tampak tersenyum
melihat pergantian pasangan itu. Sri Subardjo yang berkebaya
brokat wama oranye tua adalah anggota MPR yang diangkat mewakili
unsur Pemuda dari KNPI Semarang. Kedua Sri sedari pagi
kelihatan agak sibuk juga dengan bawaan mereka: map hijau yang
tampak hampir lusuh, yang tentunya berisi urutan acara yang akan
dibacakan pimpinan sidang sementara.
Pendek kata, semua acara berjalan lancar, termasuk pengambilan
sumpah dan janji calon anggota DPR/MPR. Ini bisa dimengerti,
mengingat sehari sebelumnya para anggota dan pegawai DPR/ MPR
telah terlebih dulu melakukan latihan akhir di ruang sidang
utama. Maka selesai acara pengambilan sumpah janji dalam agama
dan kepercayaan masing-masing yang berlangsung setengah jam itu
- dan membuat orang setua Bung Hatta ikut berdin selama itu
kemudian sampailah sidang pada gong acara: Pidato Presiden
Suharto.
Mengenakan stelan jas biru pula, tanpa peci, ada dua hal utama
yang disampaikan Presiden dalam pidatonya yang 26 halaman itu.
Yakni menyampaikan bahan pertimbangan bagi MPK baru itu tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Kedua bahan penting itu
merupakan hasil kerja Tim Penghimpun Bahan-bahan Sidang MPR,
yang dibentuk oleh Presiden sendiri dan dikenal sebagai hasil
'tim sebelas' orang, diketuai oleh Mensekneg Sudharmono SH.
Banyak hal penting yang diulangi dan dikemukakan Presiden dalam
pidato yang sekitar 45 menit itu. Beberapa petikan:
* "MPR dan DPR harus benar-benar menjadi lembaga yang mampu
menampung dan menyaring suara hati nurani rakyat. Dengan
demikian segala aspirasi rakyat, segala keinginan dan
harapan-harapannya, mungkin juga kekecewaan dan kegelisahannya,
dapat ditampung dan disalurkan secara demokratis dan
konstitusionil dalam lembaga-lembaga ini."
* "DPR harus meningkatkan peranannya dalam pelaksanaan tugasnya
mengawasi kebijaksanaan dan tindakan Pemerintah dalam
menjalankan selurus-lurusnya UUD dan GBHN. Salah satu bentuk
pengawasan yang adalah penilaian - dan persetujuan -- DPR
terhadap APBN . . "
* "Walaupun saya dipilih sebagai Presiden oleh MPR hasil Pemilu
1971, namun saya akan menyampaikan pertanggungjawaban saya
kepada saudara-saudara, para anggota Majelis hasil Pemilu 1977.
Dasar pemikirannya adalah bahwa hubungan dan pertanggungjawaban
itu bukan bersifat pribadi, melainkan bersifat kelembagaan tapi
hubungan kelembagaan adalah sistim yang bersifat langgeng. Lain
daripada itu, bahan-bahan pertanggungjawaban itu juga merupakan
bahan penting bagi MPR untuk perumusan GBHN yang baru. Sedangkan
yang bertugas untuk merumuskan GBHN adalah MPR yang baru
dibentuk itu."
* Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka "dalam rancangan GBHN
ini Babbab yang mengatur Pola Dasar Pembangunan Nasional dan
Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang pada prinsipnya tetap
dipertahankan, hanya dengan sedikit tambahan/perubahan yang
memang betul-betul diperlukan, seperti masalah ketahanan
Nasional dan peranan ABRI....yang ternyata belum dalam GBHN yang
sekarang."
* "Dalam Pola Umum Pelita III akan dilanjutkan dan bahkan makin
dipertegas pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan yang
berlandaskan Trilogi Pembangunan: stabilitas nasional yang
dinamis, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pemerataan
hasil pembangunan yang menuju pada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia."
* "Dalam Pola Umum Pelita ketiga nanti perlu diusahakan
penggarisan arah yang lebih jelas pada masalah-masalah peka dan
memerlukan perhatian kita semua, seperti masalah energi,
kependudukan, sumber alam dan lingkungan hidup, pengembangan dan
pemanfaatan tehnologi, penertiban dan penataan kembali pemilikan
dan penggunaan tanah, penertiban aparatur pemerintah, penegakan
hukum, pembinaan dan peningkatan usaha swasta, golongan ekonomi
lemah, pembinaan generasi muda dan peranan wanita dalam
pembangunan dan sebagainya."
* Sehubungan dengan Pedoman dan Penghayatan Pancasila, Presiden
antara lain berkata: "Pembangunan kita adalah pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Memang, pada tahapan pembangunan sekarang, maka pembangunan
masih menduduki tempat yang utama. Namun kita tetap sadar bahwa
pembangunan ekonomi belaka tidak akan dapat menjamin kepuasan
hidup dan mutu kehidupan yang makin baik yang ingin kita kejar."
* Mengutip kalimat yang dicanangkan para pendiri Republik ini,
Presiden mengingatkan bahwa sekalipun UUD kata-katanya bersifat
kekeluargaan, kalau semangat pemimpinnya bersifat perorangan,
tak ada gunanya dalam praktek "Tapi sekalipun UUD itu tidak
sempurna, jikalau para penyelenggara pemerintahan baik, UUD itu
tentu tidak akan merintangi jalannya Negara."
* Mengingat waktu yang menurut Presiden mendesak, dan demi
mengisi kebutuhan generasi mendatang, maka kepada MPR Presiden
mengusulkan agar "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
ini hendaknya tersusun dengan kata-kata yang sederhana, jelas
dan menghimbau," agar mudah dimengerti dan dihayati.
Seru
Selesai pelantikan (pengangkatan sumpah), malam harinya para
anggota DPR/MPR sudah harus melembur sampai larut malam. Memang
pelantikan kali ini menunjukkan betapa sigapnya para anggota
baru itu, baik yang dipilih maupun yang diangkat. Tapi berbeda
dengan fraksi Karya dan Persatuan Pembangunan? PDI tampaknya
masih diselubungi tanda tanya. Soalnya malam itu juga DPR/MPR
sudah harus mernutuskan Ketua dan Wakilnya.
Ternyata sidang malam itu tak berhasil menentukan siapa yang
dipilih menjadi Ketua dan wakilnya. PDI sampai larut malam
merasa belum siap dengan para calon. Tapi sidang pleno kedua
malam itu berhasil memutuskan pembentukan fraksi-fraksi di DPR
maupun MPR dan pengesahan Tatatertib.
Dilanjutkan Senin pagi 3 Oktober lalu, acara pemilihan pimpinan
itu berlangsung agak seru juga. Terutama keika PDI mengajukan
Prof. Usep Ranuwidjaja sebagai calon salah satu Wakil Ketua,
yang kontan ditolak kelompok Colkar dan ABRI. Sebaliknya Golkar
dan ABRI mengusulkan MH Isnaeni dari PDI yang ketika itu tak
hadir.
Meskipun MH Isnaeni adalah bekas ketua Fraksi Demokrasi, namun
bukan anggota DPP PDI. Sedang calon-calon PDI untuk jabatan
Wakil Ketua adalah nereka yang duduk dalam DPP. Kepada pers V.B.
Da Costa menyatakan bahwa "acara pemilihan Wakil Ketua itu tiak
sah." Ia minta diulang kembali. Ia menjelaskan bahwa menurut
tatatertib proses pemilihan melalui dua cara: musyawarah dan
pemungutan suara. Dengan kata lain acara pemilihan Senin pagi
tersehut tidak sesuai dengan tatatertib. "Hanya berdasarkan
jumlah fraksi," katanya.
Sampai Senin sore, komposisi pimpinan DPR/MPR itu adalah: H.
Adam Malik (60, Golkar), sebagai Ketua, dengan Wakil-wakil:
Mashuri SH (52. Golkar), Mayjen (Purn) R. Kartidjo (61 ABRI), KH
Masykur (75, PPP). Sedang Usep Ranuwidjaja (53) dan MH. Isnaeni
(58), keduanya dari PDI masih dalam persoalan. Menurut rencana,
Selasa 4 Oktober pimpinan DPR/MPR tersebut akan dilantik.
Sampai berita ini turun, masih belum jelas bagaimana sikap PDI.
Yang jelas mereka tidak akan walk out, "PDI akan tetap hadir,
untuk menyumbang pikiran," kata V.B. Da Costa. Tapi kalau
Isnaeni terpilih ia menambahkan, "Isnaeni tidak mewakili Fraksi
Demokrasi." Sebuah sumber TEMPO mengatakan bahwa kasus Isnaeni
tersebut menjadi bahan perdebatan utama dalam sidang pleno DPP
PDI Selasa 4 Oktober di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Ada rencana menghadap Presiden Suharto 6 Oktober ini, mereka
menawarkan alternatif yang cukup berat: merecall Isnaeni. "Atau
kita tawarkan, apakah fusi PDI masih diperlukan atau tidak,"
kata sumber tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini