Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hasil Pertama DPR 1977

360 calon anggota dpr/mpr-ri dilantik 1 okt 1977. presiden suharto dalam pidato pelantikan menyampaikan bahan pertimbangan bagi mpr tentang gbhn dan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA bus besar ber-AC berhenti di muka gedung DPR/MPR di Senayan 1 Oktober pagi itu. Para penumpangnya turun satu persatu memasuki ruangan gedung yang megah itu. Dengan tertib mereka antri untuk naik elevator menuju ke ruang sidang. Mereka baru saja mengikuti upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Berpakaian stelan jas yang kelihatan banyak seragam, dengan aneka dasi wama-warni, wajah mereka tampak berseri-seri. Itulah sebagian dari 360 calon anggota DPR/MPR-RI yang hari itu dilantik. Ada juga di antara mereka yang tak segera memasuki ruang sidang. Tapi omong-omong dulu di luar. Ada juga yang berseloroh dengan para wartawan yang memberi komentar tentang stelan jas berharga Rp 92.500, buatan penjahit Tropic Tailor di Jl. Antara, Jakarta itu (lihat box). Suasana semarak yang penuh dengan tawa mendadak menjadi tenang ketika Presiden beserta Ibu Suharto dan Wakil Presiden memasuki ruang sidang utama, tepat pada pukul 10.00. Ruang sidang tampak penuh, dan hampir tak ada kursi yang tak terisi. Tampak hadir Bung Hatta, yang duduk di sebelah Ibu Tien Suharto yang pagi itu berkebaya biru dengan selendang sutera berwarna biru muda. Tak jauh dari Ibu Suharto adalah Ketua DPA Wilopo. Juga tampak Menlu Adam Malik dan Menpen Mashuri yang bebrapa saat lagi akan berakhir jabatannya dan bisa dipastikan akan tampil sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPR/MPR. Acara yang dimulai dengan penghormatan umum, lagu kebangsaan dan disusul dengan mengheningkan cipta itu berjalan lancar dan penuh suasana khidmat. Tapi keheningan ruang sidang utama pecah juga ketika Pimpinan Sementara Rapat Paripurna DPR-RI dengan gayanya yang membuat hadirin tertawa. Menggantikan KH Bisri Syamsuri (90) yang pagi itu berhalangan hadir, pimpinan sidang diwakilkan kepada H. Syafei (77) dari PPP dengan dibantu anggota termuda Nn. Sri Redjeki SH, (28), anggota DPP KNPI. Dengan langkah yang gontai dan gaya seorang gentleman, Syafei menyilakan Sri menuju kursinya. Begitu pula, dengan gaya penuh anogungjawab, sang Pimpinan Sementara DPR/MPR itu mempersilakan Nn. Sri P. Subardjo (24), anggota termuda MPR yang bersama Syafei memimpin acara pelantikan para anggota MPR. Dua Bahan Pertimbangan Pada acara yang kedua ini, Presiden juga tampak tersenyum melihat pergantian pasangan itu. Sri Subardjo yang berkebaya brokat wama oranye tua adalah anggota MPR yang diangkat mewakili unsur Pemuda dari KNPI Semarang. Kedua Sri sedari pagi kelihatan agak sibuk juga dengan bawaan mereka: map hijau yang tampak hampir lusuh, yang tentunya berisi urutan acara yang akan dibacakan pimpinan sidang sementara. Pendek kata, semua acara berjalan lancar, termasuk pengambilan sumpah dan janji calon anggota DPR/MPR. Ini bisa dimengerti, mengingat sehari sebelumnya para anggota dan pegawai DPR/ MPR telah terlebih dulu melakukan latihan akhir di ruang sidang utama. Maka selesai acara pengambilan sumpah janji dalam agama dan kepercayaan masing-masing yang berlangsung setengah jam itu - dan membuat orang setua Bung Hatta ikut berdin selama itu kemudian sampailah sidang pada gong acara: Pidato Presiden Suharto. Mengenakan stelan jas biru pula, tanpa peci, ada dua hal utama yang disampaikan Presiden dalam pidatonya yang 26 halaman itu. Yakni menyampaikan bahan pertimbangan bagi MPK baru itu tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Kedua bahan penting itu merupakan hasil kerja Tim Penghimpun Bahan-bahan Sidang MPR, yang dibentuk oleh Presiden sendiri dan dikenal sebagai hasil 'tim sebelas' orang, diketuai oleh Mensekneg Sudharmono SH. Banyak hal penting yang diulangi dan dikemukakan Presiden dalam pidato yang sekitar 45 menit itu. Beberapa petikan: * "MPR dan DPR harus benar-benar menjadi lembaga yang mampu menampung dan menyaring suara hati nurani rakyat. Dengan demikian segala aspirasi rakyat, segala keinginan dan harapan-harapannya, mungkin juga kekecewaan dan kegelisahannya, dapat ditampung dan disalurkan secara demokratis dan konstitusionil dalam lembaga-lembaga ini." * "DPR harus meningkatkan peranannya dalam pelaksanaan tugasnya mengawasi kebijaksanaan dan tindakan Pemerintah dalam menjalankan selurus-lurusnya UUD dan GBHN. Salah satu bentuk pengawasan yang adalah penilaian - dan persetujuan -- DPR terhadap APBN . . " * "Walaupun saya dipilih sebagai Presiden oleh MPR hasil Pemilu 1971, namun saya akan menyampaikan pertanggungjawaban saya kepada saudara-saudara, para anggota Majelis hasil Pemilu 1977. Dasar pemikirannya adalah bahwa hubungan dan pertanggungjawaban itu bukan bersifat pribadi, melainkan bersifat kelembagaan tapi hubungan kelembagaan adalah sistim yang bersifat langgeng. Lain daripada itu, bahan-bahan pertanggungjawaban itu juga merupakan bahan penting bagi MPR untuk perumusan GBHN yang baru. Sedangkan yang bertugas untuk merumuskan GBHN adalah MPR yang baru dibentuk itu." * Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka "dalam rancangan GBHN ini Babbab yang mengatur Pola Dasar Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang pada prinsipnya tetap dipertahankan, hanya dengan sedikit tambahan/perubahan yang memang betul-betul diperlukan, seperti masalah ketahanan Nasional dan peranan ABRI....yang ternyata belum dalam GBHN yang sekarang." * "Dalam Pola Umum Pelita III akan dilanjutkan dan bahkan makin dipertegas pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan yang berlandaskan Trilogi Pembangunan: stabilitas nasional yang dinamis, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pemerataan hasil pembangunan yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." * "Dalam Pola Umum Pelita ketiga nanti perlu diusahakan penggarisan arah yang lebih jelas pada masalah-masalah peka dan memerlukan perhatian kita semua, seperti masalah energi, kependudukan, sumber alam dan lingkungan hidup, pengembangan dan pemanfaatan tehnologi, penertiban dan penataan kembali pemilikan dan penggunaan tanah, penertiban aparatur pemerintah, penegakan hukum, pembinaan dan peningkatan usaha swasta, golongan ekonomi lemah, pembinaan generasi muda dan peranan wanita dalam pembangunan dan sebagainya." * Sehubungan dengan Pedoman dan Penghayatan Pancasila, Presiden antara lain berkata: "Pembangunan kita adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Memang, pada tahapan pembangunan sekarang, maka pembangunan masih menduduki tempat yang utama. Namun kita tetap sadar bahwa pembangunan ekonomi belaka tidak akan dapat menjamin kepuasan hidup dan mutu kehidupan yang makin baik yang ingin kita kejar." * Mengutip kalimat yang dicanangkan para pendiri Republik ini, Presiden mengingatkan bahwa sekalipun UUD kata-katanya bersifat kekeluargaan, kalau semangat pemimpinnya bersifat perorangan, tak ada gunanya dalam praktek "Tapi sekalipun UUD itu tidak sempurna, jikalau para penyelenggara pemerintahan baik, UUD itu tentu tidak akan merintangi jalannya Negara." * Mengingat waktu yang menurut Presiden mendesak, dan demi mengisi kebutuhan generasi mendatang, maka kepada MPR Presiden mengusulkan agar "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini hendaknya tersusun dengan kata-kata yang sederhana, jelas dan menghimbau," agar mudah dimengerti dan dihayati. Seru Selesai pelantikan (pengangkatan sumpah), malam harinya para anggota DPR/MPR sudah harus melembur sampai larut malam. Memang pelantikan kali ini menunjukkan betapa sigapnya para anggota baru itu, baik yang dipilih maupun yang diangkat. Tapi berbeda dengan fraksi Karya dan Persatuan Pembangunan? PDI tampaknya masih diselubungi tanda tanya. Soalnya malam itu juga DPR/MPR sudah harus mernutuskan Ketua dan Wakilnya. Ternyata sidang malam itu tak berhasil menentukan siapa yang dipilih menjadi Ketua dan wakilnya. PDI sampai larut malam merasa belum siap dengan para calon. Tapi sidang pleno kedua malam itu berhasil memutuskan pembentukan fraksi-fraksi di DPR maupun MPR dan pengesahan Tatatertib. Dilanjutkan Senin pagi 3 Oktober lalu, acara pemilihan pimpinan itu berlangsung agak seru juga. Terutama keika PDI mengajukan Prof. Usep Ranuwidjaja sebagai calon salah satu Wakil Ketua, yang kontan ditolak kelompok Colkar dan ABRI. Sebaliknya Golkar dan ABRI mengusulkan MH Isnaeni dari PDI yang ketika itu tak hadir. Meskipun MH Isnaeni adalah bekas ketua Fraksi Demokrasi, namun bukan anggota DPP PDI. Sedang calon-calon PDI untuk jabatan Wakil Ketua adalah nereka yang duduk dalam DPP. Kepada pers V.B. Da Costa menyatakan bahwa "acara pemilihan Wakil Ketua itu tiak sah." Ia minta diulang kembali. Ia menjelaskan bahwa menurut tatatertib proses pemilihan melalui dua cara: musyawarah dan pemungutan suara. Dengan kata lain acara pemilihan Senin pagi tersehut tidak sesuai dengan tatatertib. "Hanya berdasarkan jumlah fraksi," katanya. Sampai Senin sore, komposisi pimpinan DPR/MPR itu adalah: H. Adam Malik (60, Golkar), sebagai Ketua, dengan Wakil-wakil: Mashuri SH (52. Golkar), Mayjen (Purn) R. Kartidjo (61 ABRI), KH Masykur (75, PPP). Sedang Usep Ranuwidjaja (53) dan MH. Isnaeni (58), keduanya dari PDI masih dalam persoalan. Menurut rencana, Selasa 4 Oktober pimpinan DPR/MPR tersebut akan dilantik. Sampai berita ini turun, masih belum jelas bagaimana sikap PDI. Yang jelas mereka tidak akan walk out, "PDI akan tetap hadir, untuk menyumbang pikiran," kata V.B. Da Costa. Tapi kalau Isnaeni terpilih ia menambahkan, "Isnaeni tidak mewakili Fraksi Demokrasi." Sebuah sumber TEMPO mengatakan bahwa kasus Isnaeni tersebut menjadi bahan perdebatan utama dalam sidang pleno DPP PDI Selasa 4 Oktober di Jalan Diponegoro, Jakarta. Ada rencana menghadap Presiden Suharto 6 Oktober ini, mereka menawarkan alternatif yang cukup berat: merecall Isnaeni. "Atau kita tawarkan, apakah fusi PDI masih diperlukan atau tidak," kata sumber tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus