Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ia tak pernah melarang emha

Sejumlah tokoh dilarang tampil di jawa tengah. tapi pangdam jawa tengah mayjen soejono mengaku tak mengeluarkan perintah cekal.

21 Mei 1994 | 00.00 WIB

Ia tak pernah melarang emha
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PENYAIR Emha Ainun Najib tak jadi membaca puisi di Gelanggang Olahraga Kridosono, Yogyakarta. Malam itu, Kamis pekan lalu, menurut rencana, ia akan tampil bersama W.S. Rendra. Keesokan harinya, acara silaturahmi dengan Rendra dan masyarakat Yogyakarta di rumah Emha malah dibubarkan polisi. Dengan ini, berarti sudah kesekian kalinya Emha dicekal. Ia tak sendiri. Beberapa waktu sebelumnya, pakar politik UGM Afan Gaffar dilarang menatar anggota DPRD di Magelang. Afan jengkel, lalu melaporkan nasibnya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pekan lalu. Cekal-cekalan pun tampak menjadi mode di Jawa Tengah. Mengapa? Rabu pekan lalu, Diah Purnomowati dan Ivan Haris dari TEMPO menemui Pangdam Diponegoro Mayor Jenderal Soejono. Menantu Menteri Negara Urusan Peranan Wanita Nyonya Mien Sugandhi ini adalah perwira tinggi lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1965. Dalam perjalanan kariernya, ia pernah menjadi ajudan presiden. Berikut ini petikan wawancara yang berlangsung di sela acara sarasehan Golkar itu: Mengapa Emha dan lain-lain dicekal? Ah, itu cuma masalah prosedur. Ada prosedur yang belum dilewati, terutama yang menyangkut izin dari polisi. Jadi, masih polisi yang memutuskan soal ini. Bukan Bakorstanasda. Saya tak pernah mengeluarkan keputusan melarang acara Emha. Bukan karena memang ada pembatasan khusus? Itu juga nggak benar. Hanya saja, sejak awal saya bertugas, framework-nya sudah ada. Yaitu Pancasila, UUD, persatuan kesatuan, dan tujuan nasional. Anda boleh jungkir balik di situ, tapi harus bertanggung jawab. Saya rasa hanya itu batasannya. Kalau tak ada pembatasan khusus, mengapa Emha -- dan yang lain -- beberapa kali kena cekal? Lo, bisa saja seseorang merasa dicekal. Tapi apa memang ada surat pencekalan dari Bakorstanas? Ingat lo, Bakorstanas itu koordinator, bukan penguasa. Kalau secara fungsional biasa dapat dilakukan, ya, ditempuh cara itu. Artinya, bila dengan polisi bisa, ya, biar polisi saja yang melakukannya. Sama seperti soal pencurian kayu. Bila dinas kehutanan bisa menangani sendiri, ya, silakan. Tapi, kalau perlu, akan saya back up. Perlu tambah apa, saya tinggal koordinasi yang lain. Asasnya -- ini yang penting dijelaskan -- kedepankan polisi, back-up by law, penanganan terpadu. Itu sudah prinsip dari atas. Itu pula yang saya lakukan. Jadi, untuk kasus seperti apa Bakorstanas baru turun? Minimal pada saat mengantisipasi keadaan, kami sudah bisa turun. Misalnya masalah buruh. Sekarang ini massa buruh sudah lain. Kami anggap tujuannya sudah keluar batas. Jadi, sejak awal saya tangani dulu, daripada keduluan. Soal buruh ini saya tak pernah cerita. Begini. Tanggal 9 Maret lalu, dalam rapat di Semarang, mereka (maksudnya: Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, SBSI) mau mogok nasional. Tapi nyatanya tak terjadi apa-apa, kan? Sebab, sebelumnya, saya sudah melakukan koordinasi. Kepada pengusaha dan karyawan, saya jelaskan siapa Muchtar Pakpahan itu. Latar belakang keluarganya ini-ini-ini (maksudnya: ayah Muchtar terlibat peristiwa Bandar Betsi sebelum G-30-S/PKI meletus). Setelah itu, Muchtar saya tangkap karena melakukan rapat gelap. Begitu cara saya. Mengapa sampai demikian cara mengantisipasinya? Begini. Sebenarnya, rencana mereka semula, bukan Kota Medan sasaran utamanya. Tapi Jawa Tengah dulu, baru nanti akan merembet ke daerah lain. Caranya diawali dengan mogok nasional itu tadi. Saya tahu ini, tapi Muchtar tak bisa ditangkap hanya karena dia Ketua SBSI. Sebab, secara undang-undang, sulit. SBSI tak diakui, tapi tak dilarang. Saya tangkap dia karena rapat gelap dan menyebarkan pamflet berisi seruan buruh mogok serentak pada tanggal 11 Maret yang lalu. Sebelumnya, saya konsultasi dulu. Kejaksaan bilang nggak apa-apa. Maka, saya tahan dulu Muchtar dua hari. Lalu saya bilang kepada mereka yang mau mogok bahwa Muchtar ditangkap. La, dia kan memang rapat gelap. Izin rapat begini yang mengeluarkan tetap polisi. Bakorstanas memang turun ke pabrik. Tapi itu untuk bertanya kepada pengusaha dan karyawan tentang masalah perburuhan. Saya tahu, soal buruh memang sulit. Ada masalah upah, uang makan, dan perlakuan yang tak manusiawi. Seperti saat memeriksa buruh sewaktu keluar pabrik. Mungkin ini kelakuan oknum juga. Tapi yang jelas menimbulkan keresahan. Lalu bagaimana dengan demonstrasi mahasiswa di Jawa Tengah? Saya mengartikan unjuk rasa sebagai cara mengungkapkan sesuatu yang jika telah diketahui, ya, selesai. Kalau demo, tingkatnya yang lebih dari itu, sebab dilanjutkan dengan penekanan. Jadi, sudah ada unsur pemaksaan. Kalau pemaksaannya sudah di luar hukum, ya, kita tindak. Di Jawa Tengah, mahasiswa masih dalam tingkat unjuk rasa. Tak ada masalah bila cuma berlangsung di bulevar UGM. Sepanjang mereka mau tetap tertib dan mengikuti imbauan aparat keamanan, ya, kami anggap itu masih unjuk rasa. Sudah sejauh mana pemantauan Anda terhadap aksi mahasiswa di Jawa Tengah sekarang? Sebenarnya, orangnya itu-itu juga. Namanya saja ganti-ganti. Hanya 35 orang dari sekian banyak mahasiswa. Mereka rajin ke kampus, tapi bukan untuk kuliah. Tapi mau demonstrasi. Waktu saya bilang begitu dalam acara resimen mahasiswa di IAIN Walisongo belum lama ini, saya diteriaki mahasiswa: huuu... (Soejono tertawa). Tapi, ya, memang begitu. Kemarin, di pabrik Batik Keris, Solo, dari hasil pemotretan kami, terlihat bukan cuma karyawan yang unjuk rasa. Tapi terselip juga mahasiswa Yogyakarta. Lalu mereka sesumbar di Yogya: kita berhasil di Solo. Mereka dibantu oleh LBH-LBH. Modusnya, bila ada pemondokan buruh pabrik, salah satu dari mereka juga ikut mondok. Lalu ada arisan untuk mengambil hati. Dari yang mondok, ada yang suaminya wartawan. Jadi, ada juga keterkaitan media massa (tertawa). Sejauh ini memang belum apa-apa. Tapi, kalau nanti mereka sampai kriminal, seperti mahasiswa yang menghina presiden, akan saya tangkap. Saya nggak takut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus