Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ijazah Menempuh Hutan Dan Gunung

Penutupan pendidikan dasar wanadri di kawah upas gunung tangkuban perahu diresmikan oleh ketua lipi bachtiar rivai. untuk memperoleh nrp anggota, mereka harus membuat skripsi tentang suatu perjalanan. (pdk)

25 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERDENGAR bunyi letusan, kemudian teriakan-teriakan yang panjang. Sesaat, dari balik batu di lereng bukit menghambur orang-Prang yang terus berlari sambil berteriak, menuju sasaran di bawah. Mereka, rata-rata berumur 25 tahun, adalah siswa yang baru saja selesai mengikuti Pendidikan Dasar Wanadri Di Kawah Upas, Gunung langkubanparahu, sudah menunggu Prof Dr. Bachtiar Rivai, Ketua LIPI, yang akan meresmikan penutupan latihan dasar itu. Dari 158 siswa yang daftar--9 di antaranya wanita - yang lulus hanya 79 saja. Wanita tak seorang pun lulus, sayang. Tapi semua sampai di kawah Upas, yang meski penuh kegembiraan tak bisa menyembunyikan keloyoan. Bahkan ada yang sudah demikian payah: tiap 10 langkah terjatuh. Wanadri sudah menggenjot mereka sebulan penuh Dimulai dengan berkemah duabelas hari di Situ Lembang, siswa-siswa yang sehari-hari hilir mudik di kota besar itu masuk "kurungan" dengan disiplin yang tidak tanggung-tanggung. Jam 4 pagi bangun. Sampai jam 6 olahraga dan latihan fisik. Satu setengah jam kemudian, istirahat, mandi, makan. Menunya: goreng tahu, ikan asin dan kerupuk. Jam 7.30 sampai 8, upacara bendera dan renungan. Setelah itu sampai jam 12.30 kepada mereka diberikan kuliah, terutama teori. Satu setengah jam kemudian istirahat lagi. Kali ini makan siangnya berupa sayur bening, ikan asin dan kerupuk. Dari jam 14, selama dua setengah jam kuliah lagi. Kemudian istirahat agak panjang, sampai jam 19. Termasuk makan malam berupa bihun goreng, goreng tempe dan kerupuk. Sebelum tidur kepada mereka masil diberikan kuliah lagi selama 3 jam. Jam tidur baru mulai pk. 22.00. Tersesat "Tiap hari rata-rata kami menggunakan 30 orang tenaga pengajar," kata Prasidi, komandan latihan. Untuk hal ini tenaga dari Wanadri sendiri sudah cukup. Bahkan setiap hari selama pendidikan dasar ini selalu ada seorang dokter (anggota Wanadri) ikut bertugas di lapangan. Tempohari, waktu Wanadri baru saja didirikan (1964), untuk menyelenggarakan pendidikan dasar harus diminta bantuan dari luar. Antara lain RPKAD. Pendidikan dasar yang seperti sekarang ini baru mulai tahun 1968 dan dibuka 2 tahun sekali. Setelah 12 hari di Situ Lembang, para siswa dikirim ke medan yang sebenarnya. Mereka mulai dari Eretan, pantai utara Jawa Barat. Menempuh rawa, sungai, hutan, mendaki gunung, untuk kemudian sampai di Kawah Upas Tangkubanparahu. Meski sebelumnya sudah diadakan tes kesehatan, tapi tak urung ada juga yang mengundurkan diri atau disarankan untuk mundur, karena fisik yang dianggap tidak kuat. Sewaktu masih di Situ Lembang pun "hampir tiap hari ada operasi ringan di lapangan," seperti dikatakan Prasidi. Sebagai komandan latihan dari sejumlah siswa yang kemudian menamakan diri 'Angkatan Rawa Laut' mahasiswa senirupa ITB ini juga terpaksa mengeluarkan satu regu siswanya karena melanggar disiplin. "Mereka tidak melapor di pos-pos yang sudah ditentukan, tapi langsung melapor ke pos terakhir dengan alasan tersesat," katanya. "Padahal kami punya bukti-bukti bahwa mereka tidak tersesat. Tapi malah naik kendaraan umum," tambahnya sambil tertawa. Menurut Pras, "kami tak mungkin dikibuli. Sebab komunikasi kami lewat radio. Padahal perjalanan sudah asli di TV Relay TanAda lagi yang dikeluarkan dari latihan karena ketahuan mencuri kol dari kebun petani. "Kelihatannya tidak seberapa," kata Pras, "tapi prinsipnya disiplin sudah dilanggar." Akan halnya peserta yang perempuan, mereka benar-benar tersesat. Itulah pula sebabnya, mereka semua tidak lulus, dan harus mengulangi pendidikan. "Tapi saya yakin. setelah seminggu mereka akan lulus," sambungnya. By Pass Disiplin buat anggota Wanadri ditempa benar-benar. Buat anggota semacam Prasidi sendiri misalnya, "jika saya mendaki gunung, saya tidak akan lewat jalan setapak kendati memang ada." Soalnya, buat Wanadri, jalan setapak itu sudah di pandang jalan by-pass. Tak pantas seorang Wanadri menempuh jalan semudah itu. Tapi menyelesaikan pendidikan dasar saja belum cukup bagi seorang siswa untuk memperoleh nomor pokok keangotaan Wanadri. "Mereka masih harus mernbuat semacam skripsi berdasar suatu perjalanan yarlg mereka tempuh sendiri," kata Tri Wahyu, Ketua IV Wanadri. Perjalanan itu harus dilakukan dalam jangka waktu bulan setelah selesainya pendklikan dasar. "Mereka bisa memilih," kata Ekky Setiawan. "Perjalanan menempuh hutan, atau menyusur pantai." Jika mendaki gunung, tingginya harus lebih dari 3000 meter. Sedang kalau menyusur pantai, jaraknya tidak boleh kurang dari 50 kilometer. Skripsi mereka kemudian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus