TERDENGAR bunyi letusan, kemudian teriakan-teriakan yang
panjang. Sesaat, dari balik batu di lereng bukit menghambur
orang-Prang yang terus berlari sambil berteriak, menuju sasaran
di bawah. Mereka, rata-rata berumur 25 tahun, adalah siswa yang
baru saja selesai mengikuti Pendidikan Dasar Wanadri Di Kawah
Upas, Gunung langkubanparahu, sudah menunggu Prof Dr. Bachtiar
Rivai, Ketua LIPI, yang akan meresmikan penutupan latihan dasar
itu.
Dari 158 siswa yang daftar--9 di antaranya wanita - yang lulus
hanya 79 saja. Wanita tak seorang pun lulus, sayang. Tapi semua
sampai di kawah Upas, yang meski penuh kegembiraan tak bisa
menyembunyikan keloyoan. Bahkan ada yang sudah demikian payah:
tiap 10 langkah terjatuh.
Wanadri sudah menggenjot mereka sebulan penuh Dimulai dengan
berkemah duabelas hari di Situ Lembang, siswa-siswa yang
sehari-hari hilir mudik di kota besar itu masuk "kurungan"
dengan disiplin yang tidak tanggung-tanggung. Jam 4 pagi bangun.
Sampai jam 6 olahraga dan latihan fisik. Satu setengah jam
kemudian, istirahat, mandi, makan. Menunya: goreng tahu, ikan
asin dan kerupuk. Jam 7.30 sampai 8, upacara bendera dan
renungan.
Setelah itu sampai jam 12.30 kepada mereka diberikan kuliah,
terutama teori. Satu setengah jam kemudian istirahat lagi. Kali
ini makan siangnya berupa sayur bening, ikan asin dan kerupuk.
Dari jam 14, selama dua setengah jam kuliah lagi. Kemudian
istirahat agak panjang, sampai jam 19. Termasuk makan malam
berupa bihun goreng, goreng tempe dan kerupuk. Sebelum tidur
kepada mereka masil diberikan kuliah lagi selama 3 jam. Jam
tidur baru mulai pk. 22.00.
Tersesat
"Tiap hari rata-rata kami menggunakan 30 orang tenaga pengajar,"
kata Prasidi, komandan latihan. Untuk hal ini tenaga dari
Wanadri sendiri sudah cukup. Bahkan setiap hari selama
pendidikan dasar ini selalu ada seorang dokter (anggota Wanadri)
ikut bertugas di lapangan. Tempohari, waktu Wanadri baru saja
didirikan (1964), untuk menyelenggarakan pendidikan dasar harus
diminta bantuan dari luar. Antara lain RPKAD. Pendidikan dasar
yang seperti sekarang ini baru mulai tahun 1968 dan dibuka 2
tahun sekali.
Setelah 12 hari di Situ Lembang, para siswa dikirim ke medan
yang sebenarnya. Mereka mulai dari Eretan, pantai utara Jawa
Barat. Menempuh rawa, sungai, hutan, mendaki gunung, untuk
kemudian sampai di Kawah Upas Tangkubanparahu. Meski sebelumnya
sudah diadakan tes kesehatan, tapi tak urung ada juga yang
mengundurkan diri atau disarankan untuk mundur, karena fisik
yang dianggap tidak kuat. Sewaktu masih di Situ Lembang pun
"hampir tiap hari ada operasi ringan di lapangan," seperti
dikatakan Prasidi.
Sebagai komandan latihan dari sejumlah siswa yang kemudian
menamakan diri 'Angkatan Rawa Laut' mahasiswa senirupa ITB ini
juga terpaksa mengeluarkan satu regu siswanya karena melanggar
disiplin. "Mereka tidak melapor di pos-pos yang sudah
ditentukan, tapi langsung melapor ke pos terakhir dengan alasan
tersesat," katanya.
"Padahal kami punya bukti-bukti bahwa mereka tidak tersesat.
Tapi malah naik kendaraan umum," tambahnya sambil tertawa.
Menurut Pras, "kami tak mungkin dikibuli. Sebab komunikasi kami
lewat radio. Padahal perjalanan sudah asli di TV Relay TanAda
lagi yang dikeluarkan dari latihan karena ketahuan mencuri kol
dari kebun petani. "Kelihatannya tidak seberapa," kata Pras,
"tapi prinsipnya disiplin sudah dilanggar." Akan halnya peserta
yang perempuan, mereka benar-benar tersesat. Itulah pula
sebabnya, mereka semua tidak lulus, dan harus mengulangi
pendidikan. "Tapi saya yakin. setelah seminggu mereka akan
lulus," sambungnya.
By Pass
Disiplin buat anggota Wanadri ditempa benar-benar. Buat anggota
semacam Prasidi sendiri misalnya, "jika saya mendaki gunung,
saya tidak akan lewat jalan setapak kendati memang ada."
Soalnya, buat Wanadri, jalan setapak itu sudah di pandang jalan
by-pass. Tak pantas seorang Wanadri menempuh jalan semudah itu.
Tapi menyelesaikan pendidikan dasar saja belum cukup bagi
seorang siswa untuk memperoleh nomor pokok keangotaan Wanadri.
"Mereka masih harus mernbuat semacam skripsi berdasar suatu
perjalanan yarlg mereka tempuh sendiri," kata Tri Wahyu, Ketua
IV Wanadri. Perjalanan itu harus dilakukan dalam jangka waktu
bulan setelah selesainya pendklikan dasar.
"Mereka bisa memilih," kata Ekky Setiawan. "Perjalanan menempuh
hutan, atau menyusur pantai." Jika mendaki gunung, tingginya
harus lebih dari 3000 meter. Sedang kalau menyusur pantai,
jaraknya tidak boleh kurang dari 50 kilometer. Skripsi mereka
kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini