Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ikhtiar berlarut di kedungombo

Gelombang unjuk rasa waduk kedungombo masih berlanjut. 10 petani mengadu ke dpr menuntut ganti rugi yang memadai. ada yang diadili dengan dalih korupsi dalam ihwal penerimaan anggota mkgr.

2 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERMUKAAN air waduk Kedungombo semakin tinggi. Riak kecil yang tenang kelihatan dari jauh, menyiratkan rasa sejuk dan damai. Namun, tak demikian halnya dengan sebagian penduduk yang tergusur. Misalnya saja, 10 petani Desa Suko, Kecamatan Miri, Sragen, Jawa Tengah, kembali mengadu ke DPR, Senin lalu. Pertengahan April lalu, 300 petani Sragen yang terkena proyek Kedungombo itu berbondong-bondong mengadu ke DPR. Menuntut agar ganti rugi tanah, yang pernah mereka terima beberapa tahun lalu ditinjau kembali. Kali ini, delegasi 10 orang itu diterima oleh Fraksi Karya Pembangunan. Mereka melaporkan soal ganti rugi tanah yang terlalu rendah, intimidasi dan interogasi yang mereka alami setelah pulang dari Jakarta. Ada masalah baru, yakni perihal pemecatan Sutono sebagai guru Muhammadiyah. Mendengar laporan 10 utusan petani Kedungombo itu, Purwosasmito, dari FKP, menganggap pemecatan Sutono itu urusan intern Muhammadiyah. "Yang belum selesai justru ganti rugi untuk petani di Boyolali," katanya. Dilaporkan, ada 350 petani yang belum menerima ganti rugi. Sementara itu, sebenarnya mereka yang mengadu ke DPR itu, petani asal Sragen, telah menerimanya secara formal walau kemudian mereka sadar bahwa nilainya terlalu rendah. Hingga pekan ini, di Pengadilan Negeri Boyolali, masih berlanjut sidang atas lima petani Kedungombo yang lain. Jaksa Suwignyo, S.H., mendakwa Aat Suryo Atmojo, Pardin, Jumadi, Trimardjo, dan Wagimin (petani asal genangan Dukuh Klewor, Kecamatan Kemusu, Boyolali) melanggar Pasal 378 KUHP. Ketika itu, tersangka dianggap telah membujuk 74 orang untuk masuk Musyawarah Kekeluargaan Gotong-Royong (MKGR), salah satu unsur Golkar. Dari uang pangkal sepuluh ribu rupiah per orang, terkumpullah dana Rp 700 ribu. Padahal, kata Jaksa, Musyawarah Besar MKGR tahun 1984 memutuskan uang pangkal menjadi anggota MKGR hanya Rp 250. "Mereka membujuk orang untuk menyerahkan uang demi kepentingan pribadi," kata Suwignyo. Pada sidang 17 Mei lalu, yang dipimpin Hakim Soedarmo, S.H., Jaksa menuntut para terdakwa dengan hukuman tujuh bulan penjara. Aat Suryo menyangkal, uang itu dikantunginya sendiri. Ayah lima anak ini bahkan mengaku sedang membela penduduk. Masalahnya kemudian, mereka percaya saja kepada salah seorang oknum Badan Penyuluhan dan Konsultasi Hukum (BPKH) MKGR. Ia mau menolong, asalkan warga Kemusu mendaftarkan diri menjadi anggota MKGR dengan menyerahkan enam lembar pasfoto, fotokopi KTP, dan uang pendaftaran Rp 10 ribu. Kelima petani polos itu langsung saja menyerahkan uang hasil pendaftaran tadi kepada oknum MKGR yang bersangkutan. Sebanyak 74 warga Kedungombo -- yang mendaftar - langsung mendapatkan kartu tanda anggota. Namun, janji ditinggal pergi. Sang oknum tak kunjung datang memberi pertolongan. Karena itu, Jumadi berbalik sikap. Ia menerima Rp 598.500 untuk ganti rugi tanahnya seluas 1,126 ha. Para petani lain juga mengikuti langkahnya membubuhkan cap jempol. "Tapi, bagaimana bisa beli tanah lagi dengan uang itu," keluhnya. Lepas dari itu, rupa-rupanya kegiatan kelima petani memungut uang dari penduduk itu diintip Suwarto, Kepala Desa Sari Mulyo, yang kemudian melaporkannya ke atasannya. Sampai akhirnya mereka diseret ke meja hijau. Johny Simanjuntak, S.H., pembela kelima petani itu, menganggap bahwa kegiatan mereka bukan kejahatan. Ia lebih cenderung, mereka kena getah karena ada masalah intern MKGR, yang sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Apalagi Sarmin dan Sumarto -- dua dari 74 penduduk Kemusu -- yang menjadi saksi Keduanya menganggap bahwa upaya Aat Suryo dan rekannya sebagai ikhtiar "yang kalau tak berhasil, ya, tak apa-apa". Ahmadie Thaha dan Kastoyo Ramelan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus