Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ini Kota Bom, Bung

Medan terus diguncang bom. Polisi tengah menyelidiki keterlibatan tiga oknum tentara.

3 September 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDETA J. Sitorus lolos dari maut. Ahad dini hari itu, dua pekan lalu, sebuah ledakan hebat membuat ia terlonjak dari tidurnya. Bunyinya begitu dekat, datang dari seberang rumahnya di Jalan Bahagia, Medan. Bersama anak tunggalnya, Erikson, Sitorus bergegas keluar. Belum lima menit berselang, selangkah lagi dari pagar, sebuah ledakan lain kembali menggelegar. Kali ini tepat di depannya. Dua meter saja dari tempat dia berdiri. Lidah api menjulur dua meter ke atas. Pohon bugenfil di situ langsung meranggas.

Rupanya ledakan berasal dari dua buah bom. Yang pertama di sebuah bengkel tambal ban di seberang rumah Sitorus. Yang lain persis di balik pagar rumahnya. Syukurlah, pagar tembok setebal 25 sentimeter itu masih membentengi nyawa mereka. Lebih cepat sedetik saja melangkah keluar, tubuh pendeta dari Gereja Methodist Indonesia ini niscaya sudah tercabik. "Kata dokter, pendengaran saya rusak 20 persen, anak saya 50 persen," katanya kepada TEMPO.

Medan pun menjadi "kota bom". Hanya dalam waktu tiga bulan, sejak akhir Mei lalu, sudah delapan ledakan bom mengguncang kota ini. Itu tidak cukup. Akhir pekan silam, tiga bom (diduga tidak lagi aktif) kembali ditemukan tertanam di Bandara Polonia, Medan. Dan aparat, hingga kini, tak kunjung sanggup mengungkapnya—apalagi menangkap pelakunya.

Yang ada cuma sinyalemen remang-remang. Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara, Brigjen Sutanto, cuma sanggup menyatakan telah mengidentifikasi pelakunya. Siapa itu si Polan dan apa motifnya tak jelas diungkap. Kepala Kepolisian Kota Besar Medan, Senior Superintenden Hasyim Irianto, bahkan mengaku kerepotan mencari saksi. Dua pekan lalu, sejumlah keterangan saksi telah didengar. "Tapi, untuk memastikan orangnya, polisi masih memerlukan kelengkapan bukti," katanya.

Menurut seorang perwira menengah dan penyelidik lapangan di Polda Sum-Ut, penelisikan tengah diarahkan pada tiga oknum tentara—seorang berpangkat kapten dan dua sersan—dari kalangan Angkatan Darat setempat. Kesemuanya aparat intelijen. Dugaan ini juga dikukuhkan seorang petugas intelijen lain. Ia mengingatkan kasus peledakan anjungan tunai mandiri Bank Danamon di Bandara Polonia Medan pada 1997 silam, yang diduga kuat melibatkan aparat intelijen militer yang pernah bertugas di Aceh. Tapi Brigjen Sutanto mengelak memberi konfirmasi. "Kami tak mau masuk dalam urusan politis," katanya.

"Ini usaha menjadikan Medan sebagai Ambon kedua," kata Pendeta Natan Setiabudi, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Jadi, ada konspirasi jahat dari Jakarta? Bukti ke arah ini amat sulit didapat. Tapi begitulah keyakinan banyak kalangan sekarang.

Ada sejumlah indikasi yang menunjukkan aksi peledakan bom itu sekadar ulah iseng orang yang kurang kerjaan. Berbagai petinggi gereja menafikan kemungkinan adanya motif berbau konflik agama atau etnis atau aksi premanisme. "Selama ini tidak ada konflik antaragama di Medan," kata Binsar E. Hutabarat, seorang pengurus gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Medan memang tak memiliki riwayat kerusuhan antaragama (Islam-Kristen). Yang pernah tercatat adalah pertikaian internal di kalangan Protestan dalam kasus HKBP, atau sejumlah kerusuhan anti-Cina. Cuma ada satu kasus peledakan gereja bermotif agama. Itu pun sudah lama sekali: tahun 1975, di Gereja Kristus Raja (di sini pada Mei lalu juga ditemukan bom). Ketika itu telunjuk aparat menuding ke arah Komando Jihad.

Pemilihan lokasi juga memperlihatkan "sesuatu". Yang selalu dijadikan sasaran adalah gereja yang berpengaruh. Gereja HKBP di Jalan Sudirman adalah yang terbesar di lingkungan HKBP. Jemaatnya pun berasal dari kalangan elite Batak setempat. Gereja GKPI di Padangbulan memang tergolong kecil. Tapi, GKPI adalah perhimpunan kedua terbesar—setelah HKBP—dilihat dari jumlah jemaat dan asetnya. Gereja Kristus Raja dikenal sebagai pusat kebaktian kalangan Cina kelas menengah atas. Adapun Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII) sedang berkembang pesat dan banyak diminati kalangan muda Kristen.

Benang merah juga ditemukan dari kesamaan bahan bom. Seperti ditegaskan Senior Superintenden Hasyim Irianto beberapa waktu lalu, jenis bom di GKII pada 20 Agustus lalu persis sama dengan yang meledak di GKPI.

Sebatas itu. Tanda tanya masih bertebaran. Titik terang—kalaupun ada—masih jauh di ujung sana. Padahal, bom berikutnya bukan mustahil masih mengintai.

Karaniya Dharmasaputra, Endah W.S., Bambang Soedjiartono (Medan)


Bom-Bom di Medan

No.TanggalTempatKorbanKeterangan
01Minggu, 28 Mei 2000Gereja GKPI di kompleks Kodam Bukit Barisan, Padangbulan33 lukameledak
02 Kantor Gereja HKBP, Jl. Sudirman--ditemukan
03 Gereja Kristus Raja, Jl. MT. Haryono--ditemukan
04Senin, 29 Mei 00Restoran Miramar, Jl. Pemuda3 lukameledak
05Selasa, 30 Mei 00Pertokoan Maju Bersama, Lubukpakam, Kab. Deliserdang--ditemukan
06Minggu, 20 Agustus 00 Depan Gereja GKII, Padangbulan--meledak
07Minggu, 27 Agustus 00Depan rumah Pendeta J. Sitorus (Gereja Metodis Indonesia), Jl. Bahagia 1 lukameledak
08 Bengkel ban sepeda seberang rumah Sitorus--meledak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus