Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka diduga kuat terlibat kejahatan kemanusiaan, khususnya dalam lima kasus: membunuh seorang wartawan Belanda, Sander Thoenes; menyerang Diosis Dili dan rumah Uskup Belo; menyerang rumah Manuel Carrascalao; menyerang Geraja Liquica; dan menyerang Gereja Ave Maria di Suai.
Pengumuman pekan lalu itu menjadi episode berikut dari drama berdarah di Bumi Loro Sa'e. Pada 31 Januari lalu Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM di Tim-Tim merekomendasikan kejaksaan untuk menyelidiki keterlibatan 200 nama dalam aksi bumi hangus pascajajak pendapat. Nama itu meliputi sejumlah jenderal dan prajurit TNI/Polri, pejabat sipil, dan milisi pro-Jakarta. Mereka yang dituding terlibat dalam gelombang kebrutalan itu menghasilkan sebuah kengerian: 70 persen bangunan Kota Dili remuk, ratusan penduduk sipil meregang nyawa, dan 200 ribu lainnya terusir.
Ketika itu nama Jenderal Wiranto berada di urutan pertama. Berdasarkan penyelidikan komisi, mantan Panglima TNI ini dinyatakan mengetahui dan membiarkan tindak kejahatan kemanusian di Loro Sa'e.
Lalu sekarang ke mana perginya nama Wiranto, para jenderal lain, dan pentolan milisi seperti Eurico Guterres? ''Dalam perkembangannya, tidak tertutup kemungkinan munculnya tersangka baru," kata Rachman. Bahkan, menurut Jaksa Agung Marzuki Darusman, jumlah tersangka akan lebih banyak.
Termasuk Wiranto? Marzuki mengelak menjawab. Tapi sinyalemen positif datang dari Ketua Tim Pakar, Profesor Sri Soemantri, yang membantu kejaksaan merumuskan dakwaan. Menurut Soemantri, Wiranto adalah pemegang kebijakan puncak yang mesti bertanggung jawab. Tapi, untuk sampai ke sana, proses penyelidikan mesti dilakukan bertahap dan tak mungkin dilakukan sekaligus dalam satu paket. ''Yang jelas, semuanya akan sampai ke Wiranto. Ini hanya soal waktu, tunggu saja," katanya.
Dua anggota tim pakar lain dan seorang pejabat puncak kejaksaan bahkan memastikan Jenderal Wiranto sudah masuk daftar tersangka. Tim Pakar telah merekomendasikan mantan Panglima TNI itu bisa dijerat dengan delik omisimembiarkan kebrutalan itu terjadi. Bukti-bukti ke arah itu telah berada di laci UNTAET, pemerintah transisi PBB di Tim-Tim. ''Sulit bagi Wiranto untuk mengelak," kata seorang anggota tim pakar.
Bahkan, mantan presiden Soeharto dan B.J. Habibie pun termasuk yang direkomendasikan masuk daftar tersangka. Keduanya dinilai telah menelurkan berbagai garis kebijakan yang pada ujungnya membuahkan pelanggaran hak asasi di Tim-Tim.
Soal Wiranto itu alot diperdebatkan Tim Pakar dan Tim Penyidik. Menurut sang petinggi kejaksaan, nama Wiranto bertengger di urutan nomor satu daftar tersangka yang direkomendasikan Tim Pakar. Tim Pakar berpendirian, para petinggi militerlah yang mesti duluan diseret. Ini bertabrakan dengan pandangan Tim Penyidik, yang ingin mulai dari bawah di level pelaksana, untuk kemudian merembet ke atas. Akhirnya, diambil jalan tengah. Nama tersangka diumumkan bertahap, dimulai dari jenjang operator lapangan. ''Selanjutnya baru Wiranto cs.," katanya.
Tapi seorang anggota Tim Pakar menyodorkan alasan lain kenapa nama Wiranto tak disebut. Ini, katanya, semacam upaya Marzuki mencegah ''tak terlalu banyak ular mengamuk". Juga strategi mengulur waktu untuk menunggu parlemen mengesahkan Undang-Undang Peradilan Hak Asasi Manusia, yang sampai sekarang masih digodok di Senayan.
Sementara itu, berbagai jurus pun tengah disiapkan pengacara para jenderal. Salah satunya, kata Sekretaris Tim Pembela HAM Tim-Tim, Yan Djuanda Saputra, mereka akan mempersoalkan tenggat yang digariskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Peradilan HAM. Menurut peraturan itu, kata Yan, surat perintah penghentian penyidikan mesti diterbitkan jika dalam tempo enam bulan tak ditemukan bukti. Mengingat berkas diserahkan komisi pada 31 Januari lalu, tenggat tadi sudah jatuh tempo pada 31 Juli lalu.
Dan Jakarta tak lagi punya banyak waktu. Tekanan dari dunia internasional makin mengimpit. Dalam kunjungannya terakhir, Ketua Komisi Tinggi Hak Asasi PBB, Mary Robinson, menagih janji pemerintah untuk mengadili para jenderal. Jika tidak, mahkamah internasional segera digelar. Contoh lain, pada 18 Agustus lalu, 18 anggota Kongres Amerika Serikat berkirim surat ke Presiden Clinton. Isinya, mendesak agar pemerintah Amerika tak seinci pun mengendurkan embargo persenjataan ke Indonesia. Kecuali, ada jaminan para perwira militer dan milisi yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi di Tim-Tim diadili.
Kejaksaan Agung terjebak dalam dua karang yang sama tajamnya.
Karaniya Dharmasaputra, Andari Karina Anom, Ardi Bramantyo
Pemegang Komando dan Penentu Kebijakan | |
Nama | Jabatan |
Mayjen Adam Damiri | Mantan Pangdam IV/Udayana |
Abilio Soares | Mantan Gubernur Tim-Tim |
Brigjen Timbul Silaen | Mantan Kapolda Tim-Tim |
Brigjen F.X. Tono Suratman | Mantan Danrem 164/Wiradharma Dili |
Kol. M. Noer Muis | Mantan Danrem 164/Wiradarma Dili |
Kol. Yayat Sudradjat | Mantan Dansatgas Tribuana |
Pelaku di lapangan | |
Letkol (Pol.) Hulman Gultom | Mantan Kapolres Dili |
Letkol Soejarwo | Mantan Dandim Dili |
Letkol Asep Kuswandi | Mantan Dandim 1638 Liquica |
Leonito Martins | Mantan Bupati Liquica |
Letkol (Pol.) Adios Salova | Mantan Kapolres Liquica |
Kol (Inf.) Herman Sedyono | mantan Bupati Covalima |
Letkol CZI Lilik Koeshardiyanto | mantan Dandim Suai |
Letkol (Pol.) Gatot Subiaktoro | mantan Kapolres Suai |
Kapten (Inf.) Achmad Syamsudin | mantan Kasdim Suai |
Letnan (Inf.) Sugito | mantan Danramil Kota Suai |
Izidio Manek | milisi |
Alivio Mau | milisi |
Martinus Bere | milisi |
Sumber: Kejaksaan Agung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo