Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Jadi Wisudawan Termuda di UB, Sahruni Lulus Berkat Teliti Cabai Rawit Hijau

Tugas akhir tentang kandungan cabai rawit hijau mengantarkan Sahruni menjadi wisudawan termuda Universitas Brawijaya periode ke-18.

31 Juli 2023 | 20.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sahruni Indramara, S.Biotek, Wisudawan Termuda Periode 18, Universitas Brawijaya. Foto: Universitas Brawijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sahruni Indramara, mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian pada Departemen Bioteknologi menjadi wisudawan termuda Universitas Brawijaya (UB) periode ke-18. Dia lulus di usia 20 tahun setelah meneliti kandungan dalam cabai rawit hijau untuk tugas akhirnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prosesi wisuda dilaksanakan di kampus UB pada Minggu, 30 Juli 2023. Mahasiswa angkatan 2019 ini berhasil menamatkan masa studinya dalam waktu 3 tahun 6 bulan dan meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,65.

Berhubungan dengan penelitiannya, Sahruni memiliki ketertarikan terhadap teknologi edible coating atau pelapis yang dapat dimakan sejak menjadi peserta program Permata Pangan pada 2021 dalam mata kuliah Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.
 
”Tema edible coating ini pernah disinggung dalam mata kuliah dan peluangnya sangat besar. Termasuk sebagai teknologi baru dalam proses pengawetan buah, sayur atau produk hewani di Indonesia,” jelas mahasiswa kelahiran Waipo, Maluku Tengah ini dilansir dari situs UB pada Senin, 31 Juli 2023.
 
Dari ketertarikannya itu, pada Maret 2022 dia mendapat peluang untuk bergabung dalam proyek penelitian dosen yang juga membahas tentang edible coating dengan penambahan antimikroba.
 
“Nah, zat antimikroba ini bisa didapat dari ekstrak tanaman, salah satunya adalah rawit hijau,” terangnya.
 
Tugas akhir Sahruni memakan waktu tiga bulan untuk diselesaikan. “Bahkan hari Sabtu dan Minggu tetap berangkat untuk penelitian, kadang hingga jam delapan malam,” katanya.
 
Proses pembuatan edible coating dibagi olehnya dalam tiga tahap, yaitu pembuatan ekstrak cabai, pembuatan larutan edible coating, serta aplikasinya pada produk pertanian. Dia mengambil stroberi dan pisang sebagai bagan uji coba dengan menggunakan metode teknik celup.
 
“Buah ini kemudian dianalisis fisiknya selama sepuluh hari di suhu ruang dan lemari pendingin,” imbuhnya.
 
Sahruni memaparkan bahwa pelapis ini terdiri dari tiga bagian. Ada matriks yang terdiri dari gelatin dan kitosan dari ekstrak ekstrak kulit udang, plasticizer dari gliserol dan agen tambahan.
 
“Saya menggunakan agen tambahan dari ekstrak cabai sebagai agen anti mikroba. Tujuannya untuk memperpanjang masa penyimpanan, dari yang awalnya empat hari menjadi delapan hari,” ujarnya.
 
Terkait pengaplikasiannya pada produk lain, dia mengatakan bahwa ada kemungkinan hal itu dapat dilakukan. Menurutnya, larutan ini dapat diaplikasikan pada produk non-buah, seperti sayur atau produk hewani.
 
Mahasiswi kelahiran 2002 ini berkata bahwa penggunaan ekstrak cabai rawit hijau memegang kunci keunikan tersendiri. Pengujian yang dilakukannya menunjukkan bahwa ada gelembung udara yang dihasilkan dari penambahan cabai.
 
“Ini dapat meningkatkan masa simpan buah ketika diberi lapisan larutan ini,” tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktif Berorganisasi dan Jalani Usaha Sendiri
 
Pada saat kuliah, Sahruni juga aktif di organisasi KM Plat-R Malang, sebuah forum mahasiswa yang berasal dari Eks-Karesidenan Banyumas. Di luar itu, dia bergerak di bidang kewirausahaan dengan menjalani usaha buket bunga yang masih dikembangkan sampai saat ini.
 
Hal yang paling menarik selama kuliah, menurutnya, adalah bertemu dengan orang-orang baru. “Saya suka bertemu dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda, dari gaya, sikap, cara bicara dan lainnya. Selain itu, saya juga menyukai tantangan. Ketika ada peluang, kenapa tidak diambil?” tuturnya.
 
Menjalani perkuliahan di UB telah menjadi keinginannnya sejak duduk di bangku SMA. Perempuan yang bercita-cita membuka usahanya sendiri ini mengaku tertarik dengan seluk-beluk dunia molekuler dan penelitiannya.
 
“Tidak pernah terlintas dalam benak saya bisa menyelesaikan studi di usia 20 tahun dan dalam waktu 3 tahun 6 bulan. Bukan perjalanan yang singkat, namun memberikan pengalaman baru setiap harinya,” katanya.

Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus