Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Jaringan Muda NU: Yenny Wahid Patut Diperhitungkan di Pilpres

Sekjen Jaringan Muda Nahdlatul Ulama Adnan Rarasina menganggap Yenny Wahid patut diperhitungkan di Pilpres 2019.

31 Januari 2018 | 17.05 WIB

Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid. Dok. TEMPO/Seto Wardhana
Perbesar
Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid. Dok. TEMPO/Seto Wardhana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Jaringan Muda Nahdlatul Ulama (JMNU) Adnan Rarasina menganggap sosok putri Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, patut diperhitungkan dalam Pilpres 2019. Nama Yenny tetap diperhitungkan meskipun tidak muncul dalam survei beberapa lembaga survei.

"Dengan rekam jejak yang panjang yang dimiliki Yenny dan kedekatannya dengan berbagai kelompok Islam selama ini, maka figur Yenny layak untuk diperhitungkan," kata Adnan melalui keterangannya di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.

Baca juga: Gagal Usung Yenny Wahid, Gerindra Belum Dapat Pengganti

Adnan menganggap alasan dalam berbagai survei nama Yenny Wahid tidak muncul menjadi calon Presiden maupun Wakil Presiden, karena Yenny Wahid yang "low profile". Yenny pun dianggap enggan memunculkan diri ke publik.

Yenny selama ini lebih banyak berkecimpung dan aktif di bidang sosial kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat kecil. Dia juga dikenal sebagai pembela kaum minoritas yang terpinggirkan melalui lembaga The Wahid Foundation.

Meski tidak aktif lagi di partai politik ataupun politik praktis, Yenny Wahid dipandang masih tetap memiliki magnet politik yang kuat. Berbekal komunikasi politiknya yang cair dan lentur, Yenny diterima di berbagai kalangan dan komunitas masyarakat.

Adnan mengatakan Yenny juga diterima dan dekat dengan Presiden Jokowi. Dalam memahami Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika keduanya seiring sejalan.

"Ibu Shinta Abdurrahman Wahid (istri Gus Dur sekaligus ibunda Yenny) bahkan pernah memberikan songkok nasional yang sering dipake Gus Dur pada Jokowi pada suatu kesempatan kunjungan Jokowi ke keluarga Gus Dur," ujar Adnan.

Di sisi lain Yenny sekaligus dekat dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Pada suatu kesempatan, kata Adnan, Gus Dur pernah menyatakan bahwa Prabowo adalah pemimpin yang "ikhlas".

Adnan memandang jika jaringan politik Yenny di berbagai daerah memintanya untuk maju, maka Yenny pasti akan mulai membuka diri. Terlebih saat ini secara fakta politik, dua nama yang akan maju menjadi Presiden 2019 dengan elektabilitas tinggi yakni petahana Presiden Jokowi dan rival lamanya sejak 2014 yakni Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto adalah tokoh nasionalis.

Menurut Adnan, sebagai tokoh dengan latar belakang nasionalis, kedua calon Presiden ini membutuhkan tambahan dukungan dari representasi kelompok Islam.

Dengan pergaulan yang luas dengan berbagai kelompok dan komunitas masyarakat lintas etnis serta jaringan politik Gusdurian yang masih terjaga dan solid serta penerimaan yang terbuka dari komunitas internasional, menurutnya, bukan hal yang tidak mungkin akan menjadi modal sosial yang besar bagi Yenny untuk ikut maju dalam kompetisi demokratis pada kepemimpinan nasional 2019 mendatang.

Sebagai seorang NU, Adnan menilai Yenny Wahid adalah sosok intelektual yang cerdas, berpikiran terbuka dan maju. Kapasitas intelektualnya teruji dengan pernah mengenyam pendidikan di salah satu universitas terbaik Harvard University di Amerika Serikat.

"Soal pengalaman politiknya, Yenny juga langsung menimba dari pergulatan politik yang keras saat ayahnya Abdurahman Wahid atau Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI di awal-awal reformasi," kata dia.

Adnan meyakini Yenny memang sengaja ditempa oleh Gus Dur dengan terus mendampingi Gus Dur dalam aktivitas keseharian saat menjalankan pemerintahan dan agenda-agenda kenegaraan. Yenny juga terlihat terus bersama Gus Dur. Dan dalam lawatannya di berbagai kesempatan keluar negeri, di mana Gus Dur juga memperkenalkan Yenny pada pemimpin-pemimpin dunia.

"Saat Raja Salman ke Indonesia tahun lalu, Raja Arab Saudi itu juga masih ingat dan sempat menanyakan keberadaan Yenny saat itu," kata Adnan.

Selain itu, kata dia, pengalaman politik Yenny cukup komplet, yakni pernah menjadi Sekjen di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hingga menjadi staf khusus Presiden di era Presiden SBY.

Kini, kata dia, Yenny Wahid lewat The Wahid Foundation yang dipimpinnya, mewarisi semua pikiran-pikiran besar Gusdur tentang Indonesia dan terus mengembangkannya.

Adnan meyakini sosok Yenny Wahid memiliki magnet elektoral yang kuat, meskipun sudah tidak aktif di politik. Hal ini terbukti saat Prabowo meminta Yenny maju di Pilgub Jawa Timur, meskipun akhirnya Yenny menolak tawaran Prabowo tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus