Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie menyatakan bahwa PSI akan mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden pada 2024. Selain capres, PSI juga mengusung calon wakil presiden 2024, yaitu Yenny Wahid. Hal itu disampaikannya pada Senin, 3 Oktober 2022, dalam konferensi pers yang dilangsungkan secara daring (online),
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Grace Natalie, Ganjar Pranowo dikenal sebagai tokoh yang merakyat dan memahami aspirasi dari anak-anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Di sisi lain, PSI mengusung Yenny Wahid karena ia merupakan tokoh perempuan Islam yang konsisten dalam melanjutkan perjuangan sang ayah dalam dunia politik, yaitu Gus Dur. Yenny pun dianggap mampu untuk menciptakan Indonesia yang adil dan toleran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum memilih calon pemimpin negara, hendaknya seseorang mengetahui asal usulnya terlebih dahulu. Begini profil lengkap dari cawapres 2024 yang dijagokan PSI, yaitu Yenny Wahid.
Profil Yenny Wahid
Mengutip dari p2k.unkris.ac.id, pemilik nama Zannuba Ariffah Chafsoh yang lahir pada 29 Oktober 1974 adalah seorang politikus Indonesia atau aktivis Nahdlatul Ulama. Yenny Wahid adalah anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Sinta Nuriyah. Ia mempunyai seorang kakak, Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid.
Pada 15 Oktober 2009, Yenny resmi menikah dengan Dhorir Farisi dan dikaruniai tiga orang anak, yaitu Malica Aurora Madhura, Amira, dan Raisa Isabella Hasna.
Sama dengan sang ayah, ia terlahir dalam keluarga Nahdlatul Ulama sehingga pola pikirnya lebih mengedepankan ajaran Islam yang moderat dan menghargai pluralisme dengan damai.
Setelah Yenny Wahid berhasil lulus dari SMA Negeri 28 Jakarta pada 1992, ia langsung menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia (UI). Namun, atas saran dari ayahnya, ia memutuskan untuk keluar dari UI dan melanjutkan pendidikannya di Jurusan Desain dan Komunikasi Visual, Universitas Trisakti.
Setelah lulus dari Universitas Trisakiti, ia memutuskan untuk menjadi wartawan yang ketika itu ia secara khusus bertugas di Timor-Timur dan Aceh mendampingi ayahnya. Namun, sebelum itu, ia pernah menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age. Saat Yenny Wahid bertugas di Timor-Timur, ia berhasil membuat liputan pasca-referendum dan mendapatkan anugerah Walkley Award, seperti dilansir dalam laman walkleys. Kiprahnya dalam dunia jurnalistik, juga ditunjukkan ketika ia meliput Jakarta menjelang Reformasi 1998.
Namun, Yenny Wahid terpaksa harus berhenti bekerja dalam dunia jurnalistik karena sang ayah, Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI ke-4. Sejak itu, Yenny selalu mendampingi sang ayah dengan posisinya sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.
Setelah sang ayah tidak lagi menjabat sebagai presiden, ia melanjutkan pendidikan dan berhasil memperoleh gelar Magister Administrasi Publik dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason. Sekembalinya dari Amerika Serikat pada 2004, Yenny langsung menjabat sebagai Direktur Wahid Institute.
Lalu, semasa pemerintahan SBY, Yenny Wahid sempat menjadi staf khusus bidang komunikasi politik selama satu tahun, sebelum akhirnya mengundurkan diri karena perbedaan kepentingan dengan jabatannya sebagai Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, pada 2008, ia diberhentikan dari posisi tersebut dan membuat partai sendiri, yaitu Partai Indonesia Baru pada 2012. Kemudian, partai tersebut melebur dengan PKB dan berubah namanya menjadi Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB).
Pada 2009, Yenny Wahid dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan Young Global Leader oleh World Economic Forum. Kemudian, pada Januari 2020, Yenny Wahid menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia, tetapi pada Agustus 2021 ia memutuskan untuk mengundurkan diri.
RACHEL FARAHDIBA R
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.