Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Jawaban Bahlil dan Budi Arie di DPR soal Kehadiran Starlink di Indonesia

Menkominfo Budi Arie Setiadi dan Menteri Investasi Bahlil menjawab soal kehadiran Starlink di Indonesia saat rapat bersama DPR.

11 Juni 2024 | 17.54 WIB

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI Di gedung DPR, Jakarta. Selasa, 11 Juni 2024. (Foto: Tangkapan layar/YouTube DPR RI)
Perbesar
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI Di gedung DPR, Jakarta. Selasa, 11 Juni 2024. (Foto: Tangkapan layar/YouTube DPR RI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Budi Arie Setiadi dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia merespons Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait kehadiran penyedia layanan Internet Starlink di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Bahlil mengatakan, layanan jasa internet Starlink menanamkan modalnya di Indonesia sebesar Rp 30 miliar dengan hanya memiliki tiga orang karyawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahlil menyebut, data tersebut didapat dari sistem Online Single Submission (OSS) yang masuk saat Starlink mengurus perizinan Nomor Induk Berusaha (NIB).

"Starlink ini, menurut data OSS, Starlink itu investasinya 30 miliar rupiah ini. Ini menurut data OSS ya, tenaga kerjanya tiga orang yang terdaftar," ujar Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Selasa, 11 Juni 2024.

Bahlil menjelaskan, pihaknya tidak terlihat dalam pembahasan teknis investasi Starlink. Ia menyebut, perizinan berusaha yang diajukan melalui OSS tidak perlu bertemu secara langsung dengan menteri.

Menurutnya, Starlink tidak menyalahi aturan yang ada di Indonesia, sehingga bisa mendapat perizinan berusaha.

"Prinsipnya adalah selama tidak menyalahi aturan dan itu dibuka sesuai dengan aturan, maka kami akan melakukan proses. Tapi, kalau ditanya mengapa dan bagaimana, posisi kami jujur kami tidak pernah membahas hal ini secara teknis, jadi kami tidak tahu, tidak terlibat," katanya lagi.

Lebih lanjut, Bahlil kurang memahami kementerian mana yang berhubungan langsung dengan Starlink. Ia menyebut kemungkinan adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) lantaran terkait dengan satelit dan jaringan internet.

"Ya mungkin (Kominfo) karena ada hubungannya dengan satelit ya, kalau kami hanya kebagian NIB-nya saja, izin dasar saja. Itu keluar tanpa harus ketemu tim, lewat OSS bisa, selama ada notifikasi dari kementerian teknis, sudah jalan," ujar Bahlil.

Menkominfo: Tak beri perlakuan khusus

Sebelumnya, Menkominfo menanggapi kekhawatiran Komisi I DPR RI soal kehadiran Starlink di Indonesia. Awalnya, anggota Komisi I DPR Nurul Arifin mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia terhadap provider asal Amerika Serikat itu.

Nurul menyoroti kedatangan CEO Starlink Elon Musk ke Bali pada 19 Mei 2024 lalu untuk meluncurkan providernya di Indonesia.

“Hal ini memunculkan pro dan kontra, sikap Kominfo itu sebenarnya bagaimana sih?” kata Nurul kepada Budi Arie dalam DPR, Senin, 10 Juni 2024.

Nurul mempertanyakan apakah pemerintah sudah mempelajari pro dan kontra kehadiran pemberi layanan internet berbasis orbit rendah itu di Indonesia.

“Yang kontranya sudah dipelajari belum? Yang pronya bagaimana? Karena ini kan merugikan industri telekomunikasi nasional,” ucap politikus Partai Golkar itu.

Nurul pun bertanya mengapa Starlink tidak beroperasi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) saja.

“Kenapa harus di pusat, apakah memang ada permintaan atau kompensasi yang diminta oleh pihak Starlink? Kalau kami berharap jangan membunuh industri telekomunikasi dalam negeri, khususnya Telkom itu sendiri,” ujar dia.

Menanggapi pertanyaan itu, Budi Arie mengatakan pemerintah tidak memberi perlakuan khusus kepada Starlink. Dia menyatakan pemerintah bakal memberi perlakuan yang sama kepada seluruh penyelenggara layanan internet yang beroperasi di tanah air.

“Pemerintah tidak menjadikan Starlink sebagai anak emas,” ucap dia.

Budir Arie mengklaim, industri telekomunikasi di Indonesia tidak perlu khawatir dengan kehadiran Starlink. Sebabnya, kata Budi Arie, Starlink belum juga market share atau pangsa pasar yang besar di negara-negara tempatnya beroperasi. Di antaranya di Amerika Serikat yang hanya 0,2 persen, di Australia 0,5 persen, dan di Selandia Baru 0.8 persen.

Ketua Umum Projo itu berujar negara-negara tersebut adalah wilayah yang secara geografis memerlukan teknologi satelit.

“Jadi kenapa kita mesti takut dengan yang market share-nya bawah satu persen,” kata dia.

Budi Arie pun mengatakan, dia sudah sering meminta orang-orang untuk tidak khawatir dengan kehadiran Starlink.

“Saya pikir ini Starlink karena paling hot terus, saya bilang tenang aja kalian masa takut sama Starlink,” ujarnya.

SULTAN ABDURRAHMAN | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus