Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jembatan Anti-Virus

Rektor UGM Koesnadi Hardjasoemantri mendampingi 6 delegasi mahasiswanya menghadap Pemda Yogyakarta. Mereka tak setuju SDSB diedarkan di kota pelajar, karena dianggap judi. Rektor tak inginkan aksi liar.

7 Januari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU peristiwa yang cukup mengagetkan beberapa karyawan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta di kompleks Kepatihan pada 27 Desember lalu. Satu delegasi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) diantar rektornya, Prof.Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, melancarkan aksi -- walau tanpa spanduk dan yel-yel menentang peredaran Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) di wilayah DI Yogyakarta. Koesnadi, bersama 6 mahasiswa dari Forum Komunikasi Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa (FKSM/ BPM) UGM, menyampaikan pernyataan sikap atas peredaran SDSB mulai 1 Januari ini. Delegasi diterima oleh Seswilda DIY Suprastowo didampingi Drs. Pramono Hadi, Asisten Seswilda merangkap ketua tim monitoring TSSB/KSOB, Sugeng Kadarusman, Ka-Sospol, dan Sunarso, Kepala Kanwil Depsos DIY. Pertemuan secara tertutup berlangsung selama satu jam di ruang Sekwilda. "Pertemuan ini terkesan formal, sangat kaku, seolah-olah pihak Pemda enggan berdiskusi," komentar Ali Mutasowifin, salah seorang anggota delegasi. Rektor -- yang berbicara atas nama mahasiswa -- mengawali pertemuan itu dengan beberapa kata. "Adanya pertemuan semacam ini menandakan pintu komunikasi sudah terbuka lebar," ujar Koesnadi. Setelah saling memperkenalkan diri, Ario Setra Setiadi, ketua Sema Fakultas Biologi -- salah seorang anggota delegasi -- membacakan pernyataan sikap. Para mahasiswa merumuskannya setelah dua kali pertemuan yakni tanggal 17 dan 20 Desember 1988. Kesimpulannya: SDSB adalah judi. "Apa pun dalih dan niatnya, ia tidak boleh menjadi virus yang akan menularkan mental judi, yang mencerminkan sikap hidup melarikan diri dari kenyataan," bunyi pernyataan itu. Yogyakarta sebagai kota pelajar, semestinya tidak memberikan kesempatan dan bahkan melegalisasikan kebiasaan yang tidak sehat, seperti judi. Pada akhir pernyataannya, para mahasiswa UGM mengimbau agar Penjabat Gubernur DI Yogyakarta tidak memberikan izin bagi penyelenggaraan dan peredaran SDSB di wilayah itu. Para mahasiswa juga menunjuk keberanian Pemda Aceh dan Timor Timur yang mengharamkan SDSB memasuki wilayahnya. "Yogya juga bisa punya dalih yaitu kota pelajar," kata Ali Mutasowifin. Soal alasan SDSB sebagai sarana pengumpul dana, maka mahasiswa UGM menyodorkan beberapa alternatif. Pemerintah bisa saja mengutip sumbangan dengan menaikkan harga BBM (terutama super, premium, dan solar), misalnya, sebesar Rp 5 per liter untuk pemakai kendaraan pribadi. Ada lagi: penjualan stiker untuk perpanjangan STNK, pungutan atas tarif hotel dan tiket bioskop, dan lain-lain. Mengapa aksi menentang SDSB itu mesti didampingi rektor? "Saya menjembatani agar Pemda menerima para mahasiswa ini," kata Koesnadi di Jakarta, akhir pekan lalu. "Jadi, saya mengantar, bukan memimpin para mahasiswa itu." Koesnadi menilai bahwa aksi yang dilakukan mahasiswanya atas SDSB ini lebih tepat dibandingkan bentuk unjuk rasa ataupun pernyataan sikap lainnya. Ia tidak menilai bahwa gerakan mahasiswanya berbau politik. "Ini merupakan kesepakatan cukup banyak pihak," katanya. Agaknya Pak Rektor tidak mau kebobolan lagi oleh aksi mahasiswanya yang tak terkontrol. Misalnya, demonstrasi mahasiswa UGM, 29 Oktober lalu, ke DPRD DIY yang mempersoalkan NKK dan kebebasan mimbar akademik. "Rektor tidak ingin melihat aksi-aksi liar," ujar Ali. Karenanya, FKSM/BPM merasa perlu sowan ke rumah rektor pada 22 Desember malam sebelum "turun ke jalan". Mereka berangkat dari gedung pusat UGM, diantar dengan mobil pribadi Koesnadi. Syahril Chili, Aries Margono (Yogyakarta), dan Diah Purnomowati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus