Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Nusa

Jokowi Ucapkan Salam Bahasa Dayak, Begini Arti dan Falsafahnya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sampaikan salam dalam bahasa Dayak saat kunjungannya ke Kutai Barat belum lama ini. Berikut arti dan falsafahnya.

6 November 2023 | 07.37 WIB

Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada Festival Harmoni Budaya Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat, 3 November 2023. Festival budaya yang digelar di area Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara itu bertujuan untuk membangun ekosistem budaya melalui pemajuan kebudayaan dalam rangka menyongsong IKN. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Perbesar
Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada Festival Harmoni Budaya Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat, 3 November 2023. Festival budaya yang digelar di area Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara itu bertujuan untuk membangun ekosistem budaya melalui pemajuan kebudayaan dalam rangka menyongsong IKN. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - “Adil ka’talino bacuramin ka’saruga basengat ka’jubata” merupakan falsafah suku Dayak yang diucapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, saat kunjungannya ke Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Jumat, 3 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kedatangannya disambut warga yang berbondong-bondong memadati Alun-Alun Itho Sendawar. Jokowi sekaligus menghadiri Festival Dahau dan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-24 Kabupaten Kutai Barat.

Kalimat yang diucapkan Jokowi itu sering menjadi sapaan pembuka pada acara atau pertemuan. Saat kalimat ini diucapkan, maka tamu akan membalas dengan perkataan, “Arus..., arus..., arus (setruju..setuju...setuju)”. Falsafah ini diambil dari Bahasa Kanayatn yang biasa digunakan masyarakat Dayak “Ahe” yang bermukim di Kabupaten Pontianak, Landak, Bengkayang, dan Kota Pontianak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adil ka’talino” artinya harus bersikap baik pada sesama manusia. “Bacuramin ka’saruga” memiliki makna harus bercermin, berpandangan hidup seperti perkataan baik di surga. Sedangkan, “Basengat ka;jubata artinya kehidupan manusia bergantung pada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan itu, jawaban sapaan ini berarti “amin” atau “ya”, “terus-terus mengalir” (seperti air), dan “terus hidup”. Falsafah ini dikukuhkan pertama kali di Musyawarah Adat Naik Dangau pada 1985 dan berasal dari olah pikir sejumlah tokoh Dayak dalam sebuah pertemuan.

Awalnya, sahutan dari sapaan ini adalah “Auk”, yang kemudian diganti pada tahun 2002 menjadi “Arus” sebanyak tiga kali. Kemudian pada Musyawarah Kedua Dewan Adat Dayak se-Kalimantan sapaan ini disahkan menjadi salam Dayak secara nasional.

Dilansir melalui antaranews.com, menurut Maria Goreti, falsafah hidup ini merupakan spirit yang berasal dari Tuhan. Karena memiliki arti untuk adil kepada manusia, bercermin di surga, napas tergantung pada Tuhan.

Falsafah ini menjadi kesepakatan yang lahir agar ada harmonisasi antara manusia dan alam karena sama-sama hidup di bumi. Tiga tokoh Dayak yang menjadi perumus falsafah ini, di antaranya Bahaudin Kay, Ikot Rinding, dan RA Rachmat Sahudin. Bahaudin Kay dahulu adalah hakim pada saat sidang, RA Rachmat Sahudin dikenal sebagai mantan DPRD dari kabupaten dan provinsi Kalbar selama 5 periode. Kedua tokoh Dayak ini sudah meninggal dunia. Sementara, Ikot Rinding sudah lama tidak muncul ke publik karena sakit.

Tokoh Dayak ini pernah menyatakan makna yang sangat dalam, yaitu “Tidak boleh ada ketidakadilan di muka bumi ini. adil bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada alam”. Karena menurut Rachmat Sahudin alam adalah tempat yang dihormati.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus