Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jurus Penangkal Serangan Hitam

Kedua calon presiden menyiapkan tim guna menangkal kampanye hitam. Jokowi berbenteng pada isu agama, Prabowo memainkan soal hak asasi.

2 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KHOFIFAH Indar Parawansa perlu menyematkan "gelar" baru untuk calon presiden Joko Widodo ketika berpidato dalam rapat kerja nasional organisasi yang dipimpinnya, Muslimat Nahdlatul Ulama, Selasa pekan lalu. "Yang terhormat Kiai Haji Insinyur Joko Widodo," katanya dalam acara yang juga dihadiri Wakil Presiden Boediono dan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar itu.

Serentak, hadirin di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, yang terdiri atas 1.500 ibu-ibu itu bertepuk riuh. Banyak di antara mereka berdiri di kursi sambil bersorak. "Memang perlu ditegaskan namanya, supaya tak jadi fitnah," ujar Khofifah.

Jokowi, yang berpidato setelahnya, menyambar kesempatan itu dengan mengatakan inisial H di depan namanya, "Itu Haji, bukan Heribertus." Ia menyebutkan beribadah ke Arab Saudi pada 2003. Setelah itu, ia mengaku beberapa kali kembali ke Tanah Suci untuk umrah. "Saya tak mau ria dan hanya ingin menjelaskan hal yang perlu diluruskan," ucapnya.

Pagi harinya, ketika berpidato di Rapat Kerja Nasional Partai NasDem, satu dari empat partai yang mendukungnya, Jokowi pun memulainya dengan selawat. Para politikus partai pimpinan Surya Paloh itu pun bertepuk tangan riuh.

Bukan tanpa alasan jika Jokowi "mendadak islami". Calon presiden yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura ini terus didera kampanye hitam yang berkaitan dengan agamanya. Tak hanya di dunia maya, selebaran beredar di pesantren dan masjid di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Di antaranya disebutkan inisial "H" di depan nama Jokowi sebagai "Heribertus".

Tabloid 12 halaman ditemukan beredar di Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti Lamongan, Pamekasan, Jember, Rembang, Purworejo, Pemalang, dan Cirebon. Dibundel dalam bentuk paket, tabloid itu dikirim ke depan masjid dan pesantren melalui pos, lalu diedarkan sejak siang hingga menjelang magrib. Tak ada alamat pengirim. Alamat redaksi tabloid itu tidak mencantumkan siapa penerbitnya. Tertulis di situ alamat redaksi di Jalan Pisangan Timur Raya IX, Jakarta Timur.

Jokowi dan calon wakil presidennya, Jusuf Kalla, mengaku tak tinggal diam menghadapi serangan itu. Namun mereka mengatakan juga tak membentuk tim khusus untuk menangkalnya. Seluruh tim, menurut Jokowi, sudah ditugasi meluruskan informasi yang menyudutkan. "Semua ditugasi mengklarifikasi agar tidak jadi fitnah," kata Jusuf Kalla. "Kalau ada yang ragu terhadap keislaman Jokowi, kami tantang lomba mengaji."

Walhasil, pidato-pidato Jokowi juga disisipi kalimat "islami". Zuhairi Misrawi, Ketua Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia, organisasi sayap PDI Perjuangan, adalah salah satu orang yang ditugasi membantu soal ini. Lulusan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, ini menempel di tim media Jokowi-Kalla. Ia bergerak dalam koordinasi Khofifah, anggota tim sukses Jokowi. "Jadi tugas saya menyempurnakan kalimat selawat dan menambahkan beberapa kata yang khas Nahdlatul Ulama," ujar Zuhairi.

Jokowi juga didorong menjelaskan asal-usulnya dengan bahasanya sendiri. Tim meminta sang calon tetap bergaya santun dan rendah hati. Di setiap acara blusukan, tim juga mengatur Jokowi agar menyempatkan diri menjadi imam salat ketika beribadah di masjid. "Cara ini lebih efektif daripada membalas dengan serangan balik," kata Zuhairi.

Tokoh-tokoh nahdliyin, seperti Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid, dan sejumlah aktivis Nahdlatul Ulama dari lintas partai juga direkrut ke rumah pemenangan Jokowi di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat. Seluruhnya dalam koordinasi tim media yang dipimpin Aria Bima. "Tugasnya memberi masukan-masukan soal keislaman," ujar Zuhairi.

Partai Kebangkitan Bangsa juga membentuk tim kecil untuk mendatangi pesantren dan basis nahdliyin. Ketua PKB Marwan Ja'far pun ditugasi mendampingi Jokowi ketika datang ke basis massa Islam. "Kami menjelaskan ke kiai tentang fakta Jokowi," kata Marwan. Ada lima orang lain yang berperan sebagai juru bicara ke kiai, yaitu Jazilul Fawaid, Abdul Kadir Karding, Hanif Dhakiri, Helmy Faishal Zaini, dan Abdul Malik Haramain. "Untuk Sulawesi dan Kalimantan dilakukan Pak JK, apalagi beliau sebagai mustasyar NU," ujar Marwan.

Timnya ini bersiap mencetak seri buku tentang Jokowi dalam bentuk buku saku untuk dibagikan pada saat kampanye. Enam kader Nahdlatul Ulama yang biasa mengurusi masalah media bertugas menyiapkan materi untuk buku itu. Bukti pernikahan Jokowi secara Islam dimasukkan ke situ.

Juru bicara tim Jokowi, Yuddy Chrisnandi, menyebutkan cara itu dilakukan kubu Jokowi yang "ingin berkompetisi secara sehat". Sebenarnya, bisa saja timnya menggunakan titik kelemahan lawan untuk menyerang balik. Misalnya dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dianggap sebagai catatan masa lalu Prabowo Subianto.

Toh, kubu Prabowo juga sudah bersiap untuk itu. Agar kasus penculikan dan kerusuhan Mei 1998 tak selalu dijadikan materi serangan, pendukung mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu membentuk tim. "Kami memilih anggota 200-an orang untuk menghadapi kampanye hitam," kata Habiburokhman, anggota tim advokasi Prabowo-Hatta.

Di luar itu, kubu Prabowo juga berusaha merangkul sejumlah tokoh dan aktivis hak asasi manusia. Salah satunya yang sudah bergabung adalah mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Marzuki Darusman, yang kini masuk jajaran dewan penasihat tim sukses. Mereka juga berusaha mendekati Suciwati, istri mendiang aktivis Munir. Suciwati dengan tegas menyatakan menolak bergabung.

Marzuki mengatakan bergabung ke kubu Prabowo setelah Golkar memutuskan menyokong calon presiden dari Partai Gerindra itu. Ketika diajak berbicara oleh calon wakil presiden Hatta Rajasa, Marzuki mengaku menanyakan komitmen Prabowo pada penegakan hak asasi. Hatta dan Prabowo berjanji berkomitmen dan membicarakan soal ini secara detail. Marzuki bersedia menjadi juru bicara pasangan itu. Namun ia mengaku tak diminta menjelaskan soal kasus hak asasi manusia. "Tapi, jika mereka meminta, saya akan berbicara," ujarnya.

Marzuki pun siap menjelaskan posisi Prabowo dalam kasus penculikan sejumlah aktivis dan kerusuhan 1998. Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa ini memimpin Komnas HAM periode 1998-2003. Ia mengkoordinasi pencarian sembilan aktivis yang diculik Tim Mawar Kopassus menjelang keruntuhan Orde Baru. Ia juga mengepalai Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998. Marzuki menjelaskan, kedua peristiwa itu berbeda. "Walaupun Prabowo diduga memainkan peran yang signifikan, rekomendasi tim kami tidak menyatakan Prabowo bersalah," katanya.

Kartika Candra, Amos Simanungkalit, Tri Suharman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus