Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

2 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah Rekaman Sogok Diputar

Sebuah rekaman diputarkan jaksa dalam sidang kasus suap pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan tahun 2007 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu. Rekaman itu berisi sadapan percakapan telepon Malem Sambat Kaban dengan Anggoro Widjojo, pemilik PT Masaro Radiokom. Sebuah suara-yang diduga suara Kaban-dengan terang meminta uang US$ 10 ribu kepada Anggoro. Tapi Kaban mati-matian membantah bahwa itu suaranya.

Namun ia mengakui nomor yang disadap adalah nomor teleponnya. Kaban berkilah telepon seluler itu selalu dibawa dan digunakan ajudannya. Ponsel itu baru dipakai jika Presiden dan Wakil Presiden meneleponnya. Politikus Partai Bulan Bintang itu juga menyangkal ada pertemuan di rumah dinas Menteri Kehutanan di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, pada Maret 2008. Pertemuan yang dihadiri Anggoro dan Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Dakwah Indonesia, itu terkait dengan soal permintaan pemasangan lift di gedung tersebut.

Dalam kasus ini, Anggoro didakwa menyogok Kaban sebanyak lima kali. Salah satunya dalam bentuk pembelian lift untuk gedung Menara Dakwah. Suap lain berupa uang yang dikirim melalui sopir Kaban, Muhammad Yusuf. Kaban sudah beberapa kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya, Kaban dan sang sopir, sudah dicegah pergi ke luar negeri terkait dengan kasus ini.

Karena Kaban tetap ngotot, jaksa penuntut Roni menghadirkan saksi ahli digital forensik dari Institut Teknologi Bandung, Joko Sarwono. Menurut Joko, setelah dianalisis, tiga sampel suara Anggoro Widjojo, Kaban, dan Yusuf identik.

Barang Bukti Bicara

TIGA rekaman dan satu pesan pendek yang didapatkan Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya digelar di persidangan pada Rabu pekan lalu. Tiga rekaman merupakan hasil sadapan pembicaraan telepon dari nomor telepon seluler yang diakui M.S. Kaban sebagai miliknya. Pun dari nomor telepon yang diakui Anggoro, terdakwa kasus korupsi, juga sebagai kepunyaannya.

Isi pesan pendek
Kaban ke Anggoro Widjojo
Apa jam 16 dapat disediakan tc 50.
Sekarang merapat saja ke rumah dinas. Kalau sempat bungkus lagi 15 ribu.

Rekaman pertama,
12 Februari 2008
K: Halo, Anggoro, di mana? Ini agak emergensi sedikit. Bisa bantu kirim 10 ribu sekarang, ya.
A: Oke, Pak.
K: Nanti dibungkus kecil saja.
A: Dikirim ke mana?
K: Dikirim ke rumah, kalau bisa jam 8, ya….
A: Nanti saya kabarin, Bapak.

Rekaman kedua,
13 Februari 2008
A: Halo, Pak Yusuf.
Ajudan: Iya sebentar, ini Bapak bicara.
A: Oh iya, siap.
K: Halo.
A: Sore, Pak.
K: Anggoro, di mana posisi?
A: Saya sekarang di dekat Hilton, Pak, lagi di Semanggi.
K: Oh, deket Hilton, jauh, jauh.
A: Bagaimana, Pak?
K: Saya kebetulan ini tadi habis dari Departemen Perdagangan.
A: Iya.
K: Ini lewat apa lewat Arya Duta?
A: Ya.
K: Artha Loka.
A: Artha?
K: Langsung ke Tugu Tani.
A: Oh, Tugu Tani, Bapak udah.
K: Lewat Tugu Tani, saya mampir di gedung itu, Gedung Dakwah.
A: Sekarang saya nyusul Bapak, ya?
K: Boleh deh, saya tunggu.

Rekaman ketiga,
13 Februari 2008
A: Halo.
K: Ya.
A: Maaf, Pak, tadi saya lupa lapor, heeh. Yang pesen Bapak kemarin sudah saya titipkan Pak Yusuf, Pak.
K: Oke, oke, oke.
A: Ya Pak, siap. Makasih, Pak.
K: Yuk, yuk.

Sumber: Diolah dari data di persidangan tipikor

Surat Bodong Jokowi ke Jaksa Agung

Sepucuk surat bertanda tangan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang ditujukan untuk Jaksa Agung Basrief Arief beredar di media sosial sejak Rabu pekan lalu. Bertanggal 14 Mei, surat itu berisi permintaan agar Kejaksaan Agung menangguhkan proses penyidikan kasus Transjakarta sampai selesainya pemilihan umum presiden untuk menjaga stabilitas politik nasional. Namun surat itu tanpa stempel pemerintah DKI Jakarta.

Pelaksana Harian Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Khairul Amir menyebutkan surat itu bodong. Lembaganya tak pernah menerima surat dari Jokowi ataupun melayangkan pemanggilan kepada orang nomor satu Jakarta yang kini maju sebagai calon presiden itu untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta. "Surat itu tak relevan," ujar Khairul.

Todung Mulya Lubis, pengacara Jokowi, memastikan layang itu palsu. Surat itu, kata Todung, merupakan bagian dari kampanye hitam untuk menyudutkan Jokowi dalam pemilihan presiden. Kejaksaan telah menetapkan Udar Pristono sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan Transjakarta pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2013 senilai Rp 1,5 triliun. Tersangka lain adalah Prawoto, Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Anas Urbaningrum Mulai Disidang

Anas Urbaningrum mulai menjalani sidang kasusnya pada Jumat pekan lalu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dia disangka menerima gratifikasi proyek Hambalang-dan ada dugaan melakukan pencucian uang. Menurut Firman Wijaya, pengacaranya, ada tiga jenis dakwaan mengenai mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu. Salah satunya Anas dituduh menggalang dana untuk maju sebagai calon presiden pada Pemilihan Umum 2014.

Menurut Firman, salah satu isi dakwaan menyebutkan Anas menggalang dana untuk maju sebagai presiden. Sebelumnya, dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia dikenai pasal gratifikasi proyek Hambalang dan proyek-proyek lain. Salah satunya menerima hadiah mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya dalam proses perencanaan proyek Hambalang.

Senin pekan lalu, Anas dihadirkan sebagai saksi untuk mantan menteri Andi Alifian Mallarangeng dalam kasus Hambalang. Anas membantah jika istrinya, Athiyyah Laila, disebut terlibat dalam proyek pembuatan kompleks olahraga itu. Sang istri, menurut dia, sudah mundur dari PT Dutasari-perusahaan subkontraktor proyek Hambalang. Ia juga menolak tuduhan memerintahkan Ignatius Mulyono, koleganya di Demokrat, melobi Joyo Winoto, Kepala Badan Pertanahan Nasional saat itu, untuk mengurus sertifikat tanah proyek tersebut.

Agung Laksono Menteri Agama Ad Interim

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Agung Laksono sebagai pengganti Suryadharma Ali sebagai Menteri Agama. Surya mengundurkan diri setelah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana haji 2012-2013.

Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Agung, yang juga Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, bertindak sebagai Menteri Agama ad interim. Ia sudah sering menjadi pejabat pelaksana tugas di Kabinet Indonesia Bersatu II. Agung pernah menjadi pelaksana tugas Menteri Kesehatan saat Endang Rahayu Sedianingsih tutup usia. Ia juga pernah menggantikan sementara Andi Alifian Mallarangeng, yang menjadi tersangka kasus korupsi Hambalang, sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus