Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SORE itu, langit pantai Nusa Dua, Bali, biru cerah. Matahari, meski terik, sudah condong ke barat. Di pantai itu, Rabu pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadap ke laut. Dengan setelan celana training dan kaus biru muda berkerah, dia duduk di kursi kayu di depan The Laguna Resort & Spa, hotel tempat rombongan RI-1 menginap selama kunjungan kerja ke Bali. Satu kakinya dilipat di atas paha.
”Presiden hari itu senang karena semua aman,” kata staf khusus Presiden bidang komunikasi politik, Daniel Sparringa, akhir pekan lalu. Demo memperingati Hari Antikorupsi Sedunia 9 Desember, yang semula diperkirakan bakal rusuh, berlangsung tertib. Insiden kecil hanya terjadi di Makassar. Tapi secara umum dugaan Presiden Yudhoyono bahwa akan muncul gerakan sosial bermotif politik dalam perayaan itu tidak terbukti.
Tiga hari sebelum demo besar itu berlangsung, Minggu, 6 Desember 2009, Partai Demokrat menggelar rapat pimpinan nasional di Balai Sidang Pekan Raya Jakarta, Kemayoran. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didaulat memberikan sambutan. Di Partai Demokrat, Yudhoyono adalah ketua dewan pembina. Awalnya pidato itu datar-datar saja, sebelum mendadak SBY berbelok dan menyinggung kasus Century.
”Partai Demokrat dan juga kader-kadernya, termasuk saya sendiri, mendapatkan fitnah atau pembunuhan karakter yang sangat luar biasa,” katanya. Fitnah itu, kata Yudhoyono, ”Bagaikan diterpa halilintar di siang hari, di saat cuaca terang-benderang.”
Pernyataan Yudhoyono itu mengacu pada rilis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) sepekan sebelumnya, yang menuding orang-orang di lingkaran elite Istana menerima dana ilegal dari proses penyelamatan Bank Century. ”Selama ini, kita tidak pernah menggunakan satu rupiah pun yang diraih dengan cara tidak halal,” katanya. Ruangan mendadak senyap.
Menurut Presiden, tujuan politik fitnah itu adalah, ”Menggoyang dan kalau bisa menggulingkan SBY dan pemerintahan.” Dia lalu kembali menyinggung akan adanya gerakan politik dalam aksi peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, 9 Desember.
Pernyataan Presiden tentang adanya ”penumpang gelap” dalam aksi antikorupsi bukan yang pertama. Dua hari sebelumnya, tatkala membuka rapat kabinet di Istana Merdeka, dia merilis informasi senada. ”Ada motif politik yang tidak berkaitan dengan korupsi,” katanya. Banyak orang lalu menduga-duga laporan intelijen macam apa yang telah diterima Presiden.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, pekan lalu, memberikan sedikit titik terang. Ditemui di kantornya akhir pekan lalu, dia menjelaskan dasar kecurigaan Presiden. ”Ada laporan tentang demo beberapa hari sebelumnya, di beberapa tempat, yang membawa bom molotov,” katanya. Tidak hanya itu. Indikasi lain yang membuat SBY pasang kuda-kuda, kata politikus Partai Amanat Nasional ini, adalah munculnya pernyataan kelompok tertentu yang ”cenderung ingin memaki pemerintah tanpa substansi”.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, membenarkan. Polisi, kata dia, menangkap satu pengunjuk rasa dengan tiga botol bom molotov dalam demonstrasi besar di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, 1 Desember lalu. Hari itu Dewan mengesahkan usul tentang angket skandal Bank Century. ”Kenapa aksi damai membawa bom molotov? Kita curiga ada maksud lain,” katanya akhir pekan lalu.
Kelompok mana yang disebutnya ”memaki tanpa substansi”, Patrialis enggan menjelaskan. Dia hanya menegaskan bahwa kelompok ini bukan partai politik. ”Ini dari kelompok yang berharap masuk ke kabinet tapi tidak terpilih,” katanya serius. Siapa? ”Susah kalau disebut, nanti saya dituntut,” kata Patrialis.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mempertegas dasar kecurigaan Yudhoyono. ”Kalau demo antikorupsi sampai membakar foto Boediono dan Sri Mulyani, apa maksudnya? Apalagi ada tokoh yang bicara tentang people power. Tak perlu analisis tajam untuk mengevaluasi bahwa ada motif di luar antikorupsi,” katanya.
Senin pekan lalu, dua hari sebelum 9 Desember, beberapa menteri dan penanggung jawab bidang keamanan menggelar rapat di kantor Djoko. Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto tampak hadir.
”Dalam rapat itu dibahas persiapan dan antisipasi menghadapi aksi 9 Desember,” kata Patrialis Akbar, yang juga menghadiri pertemuan itu. Polisi menjelaskan berapa kekuatan personel yang dikerahkan, plus upaya mencegah aksi berubah rusuh. ”Semua polisi di lapangan tidak membawa senjata api,” katanya. Ini untuk menghindari ekses jika terjadi bentrokan dengan massa. Tentara pun siaga.
MALAM menjelang peringatan Hari Antikorupsi, SBY berpidato di Istana. Kali ini pernyataannya tak lagi bernada ancaman ataupun sindiran. Dia menekankan komitmen pemerintahnya memberantas korupsi dan mendukung penguatan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi. Tak berhenti sampai di sana, dia juga mengajak semua orang merayakan Hari Antikorupsi. ”Saya mendukung setiap acara dan prakarsa untuk menggaungkan hari dan semangat antikorupsi tersebut,” katanya.
Staf khusus Presiden, Daniel Sparringa, membenarkan ada perubahan tekanan dalam pidato Presiden. ”Tapi itu karena konteks pidato sebelumnya memang berbeda,” katanya. Pernyataan sebelumnya, menurut Daniel, banyak diwarnai suasana batin Presiden yang amat terganggu oleh tudingan bahwa orang terdekat dan keluarganya menerima dana talangan Bank Century. ”Tidak hanya tersinggung, Presiden merasa kehormatannya terkoyak,” kata Daniel.
Sedangkan Rabu malam itu, kata Daniel, Presiden sedang menegaskan politik hukum pemberantasan korupsi dalam lima tahun kedua masa pemerintahannya. Istana, kata dia, menyadari ada sejumlah pihak yang merasa belakangan ini SBY tidak lagi sebarisan dalam gerakan membangun pemerintahan yang bersih. Kata Daniel, ”Presiden ingin bilang malam itu: Jangan ragukan komitmen dan integritas saya.”
Wahyu Dhyatmika, Gunanto E.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo