Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Cinta, Masa Depan, dan Mimpi

14 Desember 2009 | 00.00 WIB

Cinta, Masa Depan, dan Mimpi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

FILM dengan tokoh remaja diputar selama Jakarta International Film Festival ke-11 berlangsung di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jakarta. Temanya lekat dengan urusan cinta, masa depan, dan mimpi. Umumnya film bergenre drama. Sajiannya bisa dalam film pendek ataupun feature. Ini beberapa di antaranya.

Sawasdee Bangkok
Thailand, 2009
Sutradara: Aditya Assarat, Kongdej Jaturanrasamee, Pen-Ek Ratanaruang, Wisit Sasanatieng

Menjadi buta dan tak punya tongkat sangatlah sulit. Bertambah sulit karena tak ada kerabat yang menemani. Orang tua tiada. Begitulah Tanasa, gadis yang tinggal di kolong jalan di tengah indahnya kota di Thailand. Sejak lahir ia sudah tak bisa melihat. Saat remaja ia harus menaf­kahi hidupnya sendiri dengan berjual­an lotere.

Dia pun terancam diperkosa. Untunglah, Na—sapaannya—selamat dari perbuatan biadab itu. Kebutaan menye­lamatkannya. Ia bersyukur atas malaikat pelindung hidupnya. Seorang pria petugas inspeksi kota kebetulan menaruh rasa kasihan kepadanya, sambil mengaku-aku ia adalah malaikat pelindungnya. Mereka berdua berkeli­ling-keliling kota.

Love & Rage (Vanvittig Forelsket)
Denmark, 2009
Sutradara: Morten Giese

Daniel (Cyron Melville) adalah pelajar di bidang musik, tepatnya pianis. Wajahnya kaku dan hidupnya datar. Sampai ia jatuh cinta kepada Sofie, yang menekuni alat musik selo. Bersama kekasihnya itu, ia menemukan ”dunia lain”. Pergi clubbing, bercinta, dan meninggalkan rumah ibunya—karena setahun lalu ayahnya mati bunuh diri—untuk tinggal bersama Sofie.

Permainan musiknya menjadi lebih baik, karena rasa groginya yang besar setiap kali menghadapi ujian atau konser klasik punah. Ia memperoleh tiket untuk sekolah musik di Amerika. Namun, rupanya, rasa cintanya yang besar diikuti juga oleh tumbuhnya rasa cemburu berlebihan terhadap Sofie. Kecurigaan pada guru privatnya (pria ganteng berusia 42 tahun) semakin tak terkendali. Dan ini memunculkan kepri­badian buruk dalam dirinya. Beberapa kali ia berurusan dengan polisi.

The Adolescence
Ukraina, 2008
Sutradara: Dmytro Suholytky-Sobchuk

Seorang remaja laki-laki harus ke ibu kota untuk meneruskan studi. Ketika menunggu kereta, kepalanya terus menengok ke kanan (arah rumahnya). Ia berat mening­galkan kampung halamannya. Rindunya bukan semata kepada sang ibu, yang telah memberangkatkannya dengan doa keselamatan. Tapi juga kekasihnya, yang nekat ingin ikut menemani ke ibu kota. Adapun ayah remaja itu begitu bersemangat mengantar dan menyelipkan sejumlah uang di dompet. Kereta pun tiba, disusul hujan deras yang membasahi tubuh kekasihnya. Adegan dalam film berdurasi 10 menit ini tanpa dialog.

Life Must Go On
Cina, 2008
Sutradara: Sham Ka-ki

Film ini tampaknya sengaja bikin pusing penonton. Dengan mini DV/DVD, gambarnya agak goyang. Ceritanya menarik karena, selama 19 menit, Sham Ka-ki mewawancarai sejumlah remaja laki-laki yang gemar bermain sepak bola perihal masa depan mereka. Begini: aku akan berumur 18 tahun sebentar lagi. Apa yang sedang kulakukan? Hidupku sama saja setiap hari, bertemu dengan orang yang sama dan sedang melakukan hal yang sama. Mengapa aku biasa-biasa saja? Apa pun yang terjadi, hidup harus terus berjalan. Bagaimana bila kamu mendapat uang semiliar? Apa yang akan kaulakukan? Jika kamu hanya punya waktu satu bulan lagi, apa yang akan kamu perbuat? Semuanya seputar persoalan hidup. Film pendek ini meraih Gold Award of Youth Category dalam Hong Kong Independent Short Film and Vi­deo ke-14.

Cin(t)a (God is a Director)
Indonesia, 2009
Sutradara: Sammaria Simanjuntak

Agustus 2000. Penerimaan mahasiswa baru di kampus negeri di Bandung. Cina, yang masih mengenakan seragam putih-putih, tak sadar telah meledek seniornya, Annisa, yang kebetulan melintas di dekatnya. ”Hukum Newton 1: kecantikan itu biasanya berbanding terbalik dengan kepintaran,” katanya kencang.

Annisa adalah mahasiswi keturunan Jawa dan muslim, sedangkan Cina berdarah campuran Cina dan Batak, ber­agama Kristen. Keduanya bertemu pada satu keadaan yang tak disangka-sangka. Tuhan mencintai mereka berdua, tapi mereka tak bisa saling mencintai karena masing-masing memanggil Tuhan dengan nama berbeda.

Martha Warta Silaban

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum