TIDAK pernah mudah mengarungi dua karang tajam. Namun, untuk sementara, kapal Megawati Sukarnoputri telah mulus berlayar. Susunan kabinet yang diumumkannya pekan lalu mendapat sambutan yang umumnya positif: cukup ramping dan banyak diisi kaum profesional serta birokrat.
Tim ekonomi kabinet pun memperoleh sambutan ramah dari pasar. Kamis lalu, 8 Agustus, saat susunan Kabinet Gotong Royong diumumkan, rupiah menguat pada posisi Rp 9.110 per dolar.
Memilih tim yang profesional sekaligus mencerminkan representasi partai-partai pendukung adalah dilematis. Tak semua pihak bisa dipuaskan 100 persen. Ketua Umum Partai Amanat Nasional Amien Rais, misalnya, ?King and Queen Maker?, tak berhasil mengegolkan nama Bambang Sudibyo menjadi Menteri Keuangan. Tapi, sambil berseloroh Amien mengatakan: ?Enggak apa-apa, Boediono (yang akhirnya menduduki pos itu) juga teman saya, sama-sama dari UGM.?
Amien sadar bahwa PAN adalah partai yang kecil saja, meski suaranya banyak mewarnai parlemen. Hatta Rajasa akhirnya adalah satu-satunya menteri yang merupakan kader partai itu, sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Teman Amien lainnya, Malik Fadjar, yang jadi Menteri Pendidikan Nasional, dianggap bukan mewakili PAN, melainkan Muhammadiyah. Demikian pula Rini Soewandi, yang memimpin Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Kendati Amien Rais ikut merekomendasikan namanya, kata Hakam Naja, Wakil Sekjen PAN, mantan dirut PT Astra itu tidak bisa dibilang mewakili partainya.
Sebuah sumber bahkan mengatakan bahwa Hatta Rajasa pun hampir-hampir saja tidak masuk kapal. Sampai Rabu malam, pukul 23:00, Megawati baru menyadari tidak adanya wakil dari PAN setelah diingatkan oleh A.M. Hendropriyono, yang kini menjadi Kepala Badan Intelijen Negara. (Dalam menyusun kabinet, Megawati ditempel ketat oleh Frans Seda, Bambang Kesowo, dan Hendropriyono.)
Bagaimana Hatta masuk? Nama Sonny Keraf, yang semula masih ditaruh di pos Kementerian Lingkungan Hidup, dicoret. Pos itu lalu diisi Nabiel Makarim, yang semula hendak dijadikan Menteri Riset dan Teknologi. Dengan cara itulah Hatta mendapat tempat. Dan satu jam kemudian, sekitar pukul 24:00, barulah Megawati menghubungi Sekjen PAN itu.
Partai Keadilan, partner PAN dalam Fraksi Reformasi, sama sekali tak memperoleh tempat. Sesuai dengan permintaan Megawati, partai yang dipimpin oleh Hidayat Nur Wahid itu telah menyodorkan nama Dr. Astio Lasnan menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi. Walau mengaku tidak kecewa, Hidayat secara tersirat menyesalkan sikap Megawati. Sebelum kabinet dibentuk, Presiden telah meminta agar partai-partai mengajukan calonnya. Tapi, setelah permintaan itu dipenuhi, ternyata tidak semua partai ditampung. ?Ini kan bertepuk sebelah tangan,? kata Hidayat.
Golkar juga kecewa, kendati kebagian tiga kursi kabinet. ?Dilihat dari representasi partai-partai susunan kabinet, ini tidak memuaskan,? kata Yahya Zaini, Wakil Sekretaris Golkar.
Partai Beringin ini mendapat jatah Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi, yang diisi oleh Syamsul Muarif, dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, yang ditempati Sri Redjeki. Satu lagi tokoh Golkar yang masuk kabinet adalah Jusuf Kalla. Ia jadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Cuma, kata Fahmi Idris, Ketua Golkar, mantan menteri yang dipecat Abdurrahman Wahid itu tidak dicalonkan secara resmi oleh Golkar. Kalla dimasukkan kabinet untuk mewakili kawasan Indonesia Timur.
Golkar tak layak kecewa. Sebab, PDI Perjuangan sendiri pun hanya kebagian jatah tiga kementerian. Megawati memang hanya memberikan jatah sekitar 11 dari 32 pos di kabinet untuk orang-orang partai. Sepuluh kursi itu dibagi untuk PPP 2 kursi, PAN 2 kursi, Golkar 3 kursi, PBB 1 kursi, dan PDI-P 3 kursi.
Selebihnya, banyak kementerian yang dipimpin oleh kalangan profesional, birokrat, dan militer. Terlepas dari beberapa kekecewaan, ramuan ini cukup jitu. Tampilnya orang-orang profesional seperti Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, yang menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, Boediono (Menteri Keuangan), dan Rini Soewandi membuat kabinet Megawati disambut hangat oleh dunia usaha.
Ada satu lagi jabatan yang kini masih diperebutkan, yaitu Jaksa Agung. Saat kabinet diumumkan, Jaksa Agung baru pengganti Marsillam Simandjuntak belum ditunjuk. Sejumlah calon memang sudah muncul, misalnya J.E. Sahetapy (PDI-P), Suripto (Partai Keadilan), Marzuki Darusman (Golkar), dan Achmad Ali (Penasihat Jaksa Agung).
Dan Jumat pekan lalu, Marsillam sudah diberhentikan, lalu Presiden menunjuk Wakil Jaksa Agung Soeparman sebagai Pelaksana Tugas Jaksa Agung. Tapi belum terbaca siapa yang hendak menjadi Jaksa Agung tetap. Cuma, melihat dari gelagatnya, tampaknya Megawati tidak akan memberikan posisi yang cukup penting itu ke partai lain. Bisa saja jabatan itu diberikan kepada orang profesional seperti Achmad Ali, yang sehari-hari dikenal sebagai dosen Universitas Hasanuddin, Makassar.
Selain kaum profesional, peran kalangan TNI cukup menonjol dalam kabinet Megawati. Ada empat purnawirawan yang tampil. Jenderal Purn. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Koordinator Politik dan Ke-amanan, Jenderal Purn. Agum Gumelar menjadi Menteri Perhubungan, Letjen Purn. A.M. Hendropriyono sebagai Kepala Intelijen Negara, dan Letjen Purn. Hari Sabarno menjadi Menteri Dalam Negeri. Kata Salim Said, pengamat militer, masuknya Wakil Ketua MPR Sabarno ke kabinet adalah bentuk penghargaan Megawati kepada fraksi TNI/Polri, yang menyokongnya. Di sisi lain, ada juga yang bilang ini cuma melanjutkan tradisi Orde Baru: Departemen Dalam Negeri selalu dipegang oleh militer.
Megawati sendiri cukup berhasil mengendalikan politisi di PDI-P. Praktis cuma ada tiga kader PDI-P yang masuk kabinet, yakni Laksamana Sukardi (Menteri Negara BUMN), Kwik Kian Gie (Kepala Bappenas), dan Jacob Nuwawea (Menteri Tenaga Kerja). Tapi, cukup banyak kalangan profesional yang dekat dengan Megawati atau PDI-P. Sebutlah misalnya Bungaran Saragih (Menteri Pertanian), M. Prakosa (Menteri Kehutanan), dan Bambang Kesowo (Sekretaris Negara/ Sekretaris Kabinet).
Tampilnya Jacob Nuwawea sebagai Menteri Tenaga Kerja memang cukup mengejutkan karena sebelumnya jarang disebut sebagai calon kuat. Tapi, selain dikenal sebagai kader lama PDI-P, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) itu bisa disebut mewakili kalangan buruh.
Demikian pula Matori Abdul Djalil. Kendati sudah dipecat dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, ia diangkat Megawati menjadi Menteri Pertahanan. Dengan posisinya yang penting ini, Matori masih bisa mengusik PKB. Ini juga semacam balas jasa atas kesetiaannya. Tokoh yang dekat dengan kalangan militer itu sejak Sidang Umum MPR 1999 lalu telah terang-terangan menjagokan Megawati menjadi presiden.
Para politisi lintas fraksi pun sebenarnya juga diakomodasi. Selain Hatta Rajasa dan Syamsul Muarif, ada dua ?koboi? Senayan yang direkrut. Mereka adalah Alimarwan Hanan dari PPP, yang jadi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah, dan Bachtiar Chamsyah, juga dari PPP, yang memimpin Departemen Sosial. Tapi, menurut Alvin Lie dari PAN, mereka cuma mendapatkan hadiah hiburan karena pos yang mereka pegang kurang strategis. Kata Alvin, itu sebagai pelecehan terhadap kebersamaan lintas fraksi yang telah terbangun selama ini. Lalu, ia menyerukan agar DPR tetap bersikap kritis terhadap pemerintah.
Bambang Kesowo, salah satu ?tangan kanan? Megawati, mengatakan bahwa pertimbangan penyusunan kabinet lebih pada profesionalitas ketimbang asal-usulnya. Ini berbeda dengan kabinet Abdurrahman Wahid, yang mengutamakan perimbangan partai, yang akhirnya tidak efektif. ?Orang berpikir ini kabinet koalisi, tapi yang Ibu Presiden pikirkan adalah kabinet kerja,? kata Menteri Sekretaris Negara itu kepada TEMPO.
Ada sedikit kurang komunikasi di situ. Jika kabinet profesional yang menjadi keinginan Megawati, dia mesti menegaskannya sejak awal dan bukan meminta partai mengusulkan nama.
Bagaimanapun, kabinet ini memang tidak sepenuhnya bisa lepas dari partai. Sebagai kabinet koalisi, kata pengamat politik Andi Mallarangeng, Presiden sebenarnya juga tak perlu mengajak semua partai ikut dalam kabinet. Cukup 60 persen dari kekuatan di parlemen yang memerintah. Dan disokong oleh PDI-P, yang menguasai sekitar 33 persen kursi di DPR, PPP (10 persen), dan TNI/Polri (7,5 persen), pemerintahan Megawati sangat kuat.
Partai selebihnya? ?Berperan sebagai oposisi,? kata Andi. Sayangnya, oposisi memang belum menjadi kebanggaan di sini. Lebih dari itu, partai kecil seperti PAN dan Keadilan memang menjadi motor pendukung kepada Megawati, terutama dengan perlawanan kerasnya terhadap Abdurrahman. Mereka sulit dikatakan sebagai penentang Megawati.
Gendur Sudarsono, Adi Prasetya, Andari Karina Anom, Levi Silalahi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini