ACEH dikepung Merah Putih. Di depan rumah dan kantor, di pinggir jalan dan mulut gang, bahkan di belantara Pegunungan Seulawah yang tak berpenghuni, bendera Indonesia itu meriah berkibar sejak dua pekan silam. "Laporan kodim-kodim menyatakan, 90 persen rumah sudah memasang bendera," kata Kolonel Infantri Endang Suwarya, Komandan Resor Militer 012 Teuku Umar.
Inilah untuk pertama kali dalam dua tahun terakhir, sang Saka Merah Putih kembali berjaya di Tanah Rencong. Sejak maraknya perlawanan Gerakan Aceh Merdeka menyusul rontoknya Orde Baru, bendera Indonesia menjadi barang langka di sana?hanya ber-kibar di kantor instansi pemerintah atau markas tentara.
Mengapa Merah Putih harus berkibar lebih cepat di Aceh ketimbang di daerah lain? Bahkan di Papua pun, yang seperti Aceh sama-sama menuntut cerai dari Indonesia, suasana menjelang kemerdekaan RI tampak adem-ayem. Satu-dua umbul-umbul dan bendera Merah Putih memang mulai dipasang, "Tapi tak ada yang melarang warga tak mengibarkan," kata Evert Wairara, seorang warga Jayapura. Adakah misi tertentu di balik perintah pengibaran?
"Tidak, tidak ada misi tertentu selain untuk memeriahkan perayaan kemerdekaan republik ini," ujar Nurhayati A.Y., Kepala Hubungan Masyarakat Pemerintah Daerah Aceh Utara. Adalah Gubernur Aceh Abdullah Puteh yang meminta warganya mengibarkan Merah Putih sejak awal Agustus hingga 24 Agustus 2001 untuk merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-56 dengan semeriah-meriahnya. "Warga juga diminta memasang bendera Merah Putih di kendaraan," kata Yusran, Penjabat Kepala Hubungan Masyarakat Pemda Aceh.
Menurut Yusran, sejak Juli lalu semua instansi dan dinas otonom yang ada di Aceh juga telah diperintahkan menyediakan masing-masing 1.000 lembar bendera untuk dibagi-bagikan kepada warga yang tidak mampu membeli, atau untuk dipasang di jalan-jalan dan kantor pemerintah. Toh, nyatanya, banyak warga mengaku terpaksa membeli bendera sendiri karena jatah yang dijanjikan tak kunjung datang.
Sebagian warga Aceh sendiri menanggapi imbauan memasang bendera itu dengan sinis. "Sepertinya Indonesia baru merdeka di Aceh," seorang sopir angkutan umum jurusan Medan-Aceh berkomentar. Sebagian lagi malah geram. "Imbauan mengibarkan Merah Putih dalam prakteknya berubah jadi pungli dan pemerasan," ujar Ahmadi, seorang mahasiswa universitas negeri. Ia baru saja didenda Rp 50 ribu oleh anggota Brigade Mobil yang mencegatnya di kawasan Simpang-Lampineung, Banda Aceh, gara-gara tak memasang bendera di setang sepeda motornya. Berhubung dompetnya kosong, Ahmadi pun terpaksa merelakan kartu tanda penduduknya sebagai ganti.
Menurut Panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka Wilayah Batee-Iliek, Tgk. Darwis Djeunib, melalui siaran pers yang diterima TEMPO dua pekan silam, tentara memang memaksa pengemudi truk dan sepeda motor membeli Merah Putih di Bireun. Jika tidak bersedia, kendaraan mereka ditahan dan pengemudinya dituding sebagai anggota GAM.
Bagi sebagian masyarakat yang bertempat tinggal di "daerah merah"?sebutan aparat untuk kawasan yang menjadi basis gerilyawan GAM?imbauan itu juga nyaris tak di-gubris, meski patroli pasukan TNI cukup intensif. Masyarakat takut, setelah patroli berlalu, para anggota GAM balik mendatangi mereka dan meminta bendera diturunkan. Di kawasan Panga dan Kruengsabee di Aceh Barat, misalnya, tak satu pun terlihat Merah Putih berkibar. Menurut penduduk setempat, mereka sebetulnya pernah mencoba memasangnya pertengahan Juli lalu, tetapi diturunkan oleh orang-orang GAM pada malam harinya. "Sampai sekarang, tidak ada penduduk yang berani mengibarkan bendera," kata seorang warga yang memilih menyembunyikan namanya.
Sejumlah panglima wilayah GAM mengecam pemaksaan pengibaran sang Dwiwarna. Alasan mereka, pengibaran bendera itu tidak murni lahir dari keinginan masyarakat sipil. "Ini proyek serdadu Republik Indonesia," kata Teungku Abrar Muda, salah seorang panglima.
Namun, Kepala Satuan Tugas Penerangan Operasi Pemulihan Keamanan, Ajun Komisaris Besar Polisi Sad Harunantyo, membantah pihaknya mewajibkan warga memasang bendera dan mendenda mereka yang melanggar. Jika benar di lapangan ada oknum Brimob atau polisi yang meminta uang denda, dia meminta dilapori. "Pelapor akan saya jamin keamanannya, dan uangnya akan saya kembalikan," kata Sad Harun.
Wicaksono, J. Kamal Farza (Banda Aceh), Zaenal Bakri (Lhokseumawe), Kristian Ansaka (Jayapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini