Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kado Angket Partai Pengusung

Langkah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mencoret anggaran "siluman" senilai Rp 12,1 triliun berujung pada hak angket. Fraksi PDI Perjuangan ikut mendorong.

2 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN orang berseragam organisasi kemasyarakatan Forum Betawi Bersatu berjubel di ruang kerja Fahmi Zulfikar Hasibuan di lantai lima gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Kamis pekan lalu. Mereka bertemu dengan Ketua Fraksi Partai Hanura itu beberapa jam setelah menggelar unjuk rasa mendukung bergulirnya hak angket untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Fahmi memang menjadi bintang hari itu. Dia didapuk menjadi pemimpin sidang paripurna DPRD DKI Jakarta dengan agenda tunggal persetujuan digulirkannya hak angket terhadap Gubernur Basuki alias Ahok. Tanpa banyak perdebatan, hak untuk melakukan penyelidikan itu disetujui semua fraksi. "Saya ucapkan terima kasih atas dukungan bergulirnya hak angket ini," kata Fahmi saat menutup sidang, yang langsung disambut pekik takbir para simpatisannya.

Sejak awal, Fahmi salah satu anggota Dewan yang paling getol mengusung hak angket setelah Ahok mencoret ratusan mata anggaran titipan para anggota Dewan. Fahmi disebut-sebut terkena imbas karena mata anggaran perbaikan jalan di wilayah Cengkareng, yang merupakan daerah pemilihannya, ikut dicoret.

Pembentukan hak angket ini bermula ketika Ahok menemukan adanya anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015. Dana tidak jelas ini muncul setelah Dewan mengesahkan anggaran pada akhir Januari lalu. Ahok, yang merasa ditipu, menghapus seluruh mata anggaran tersebut dan mengirimkan versi revisi atau e-budgeting ke Kementerian Dalam Negeri untuk mendapat persetujuan.

Fahmi mengklaim dana yang dituding sebagai anggaran siluman itu adalah aspirasi masyarakat yang diterima Dewan saat reses. Dia berdalih proses masuknya mata anggaran sudah sesuai dengan prosedur karena berkali-kali dibahas dengan Tim Pengguna Anggaran Daerah sebelum disahkan. "Anggaran versi Ahok yang tidak sah karena belum pernah dibahas," ujarnya.

Sebenarnya Ahok sudah menyediakan dana khusus untuk mengerjakan usul Dewan yang berasal dari aspirasi di masa reses. Besarnya Rp 4 triliun, naik Rp 1 triliun dari tahun sebelumnya. Jumlah ini lebih kecil daripada tuntutan Dewan, sebesar Rp 8,8 triliun. Belakangan, angka di dalam anggaran yang disahkan Dewan malah menjadi Rp 12,1 triliun, yang akhirnya dicoret Ahok.

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Heru Budi Hartono membenarkan adanya ruang untuk memasukkan anggaran aspirasi masyarakat. "Besarannya disesuaikan, tidak bisa semua permintaan Dewan diterima," katanya. Menurut dia, anggaran ini harus melalui pembahasan dengan pemerintah, tidak bisa diusulkan langsung oleh Dewan.

Pimpinan Dewan kemudian berkirim surat ke Ahok untuk meminta penjelasan, tapi tidak mendapat tanggapan. Akhirnya, Fahmi mengumpulkan para pemimpin fraksi di ruang kerjanya pada pekan pertama Februari untuk membahas sikap Ahok. Saat itu hadir juga Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Partai Gerindra, M. Taufik, dan Abraham Lunggana alias Lulung dari Partai Persatuan Pembangunan-keduanya sudah lama berseteru dengan Ahok.

Dalam pertemuan itu, Fahmi mengusulkan ide menggunakan hak interpelasi. Salah seorang politikus yang hadir menuturkan usul tersebut ditolak oleh peserta rapat. Mereka belajar dari pengalaman saat mengajukan interpelasi di masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo yang mentah di tengah jalan. Mayoritas yang hadir, kata politikus itu, juga menilai interpelasi tidak memiliki implikasi apa-apa karena sekadar bertanya.

Satu-satunya kesepakatan yang dicapai, pimpinan akan meminta tolong Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi untuk berkomunikasi dengan Ahok. Prasetyo ditunjuk karena dianggap dekat dengan mantan Bupati Belitung Timur ini. Dia dinilai berjasa karena pernah mengusung Ahok menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo.

Namun hasilnya nihil. Ahok tetap pada pendiriannya, tidak mau menyetujui anggaran versi rapat pengesahan Dewan. Dia meminta Dewan menyetujui anggaran versi e-budgeting yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri. Prasetyo tidak membantah pertemuan dengan Ahok. "Kewajiban Ketua DPRD untuk berdialog dengan mitra kerja," ujarnya.

Sadar lobi melalui Prasetyo gagal, Taufik cs putar otak. Dalam pertemuan berikutnya, Fahmi-lah yang pertama mengusulkan penggunaan hak angket. Menurut dia, hak angket lebih memiliki kekuatan karena Dewan berwenang melakukan penyelidikan. "Kalau sekadar tanya, Ahok sudah bebal," katanya. Mayoritas peserta rapat setuju.

Para pemimpin fraksi ini kemudian berembuk tentang strategi untuk mengumpulkan dukungan dari anggota Dewan lainnya. Mereka meminta PDI Perjuangan menjadi motor buat mengumpulkan tanda tangan. Partai ini diminta karena dulu termasuk yang getol mendorong Ahok sebagai gubernur. Logikanya, jika PDI Perjuangan yang bergerak, efek dominonya lebih kuat.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan Jhonny Simanjuntak ditunjuk sebagai koordinator untuk menggalang dukungan hak angket dan langsung bergerak. Hanya dalam sepekan, 85 persen anggota Dewan sudah menandatangani usul hak angket. Menurut dia, mayoritas anggota Dewan menilai Ahok sudah keterlaluan karena memangkas kewenangan DPRD.

Seorang politikus PDI Perjuangan menuturkan, awalnya, Prasetyo menolak ide ini. "Tapi ia terus disindir gara-gara gagal 'mengamankan' Ahok," ujarnya. Politikus Partai Gerindra, M. Sanusi, mengatakan Prasetyo banyak "berutang" kepada fraksi-fraksi lain karena dialah yang meminta Ahok disetujui menjadi gubernur.

Prasetyo mengaku, bergabungnya PDI Perjuangan semata-mata untuk meminta pertanggungjawaban Ahok tentang APBD. Menurut dia, itu sebagai proses mengawasi kinerja gubernur. "Tidak ada niat apa-apa, apalagi sampai pemakzulan," katanya. Sebaliknya, M. Taufik mengatakan ujung hak angket ini adalah pemakzulan, jika ada prosedur yang dilanggar Ahok.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mencoba meredam manuver Kebon Sirih-sebutan DPRD DKI Jakarta. Beberapa kali dia menawari pimpinan Dewan bertemu dengan Ahok. Djarot membenarkan informasi tersebut. Namun ide tersebut ditolak DPRD. "Itu hak mereka juga kalau mau mengajukan hak angket," ujar politikus PDI Perjuangan ini. Dia mengaku tidak terlibat operasi menggulirkan hak angket yang dilakukan kolega separtainya.

Diserang dari pelbagai penjuru, Ahok tak mau gentar. Dia memastikan tetap menolak anggaran siluman yang sudah muncul sejak APBD 2014. Jumat pekan lalu, dia mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi sambil menenteng beberapa bundel dokumen bukti penyimpangan APBD DKI Jakarta. "Bukti yang kami miliki kuat," katanya.

Syailendra Persada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus