EMPAT orang komplotan pembunuh Parmanto MA, Pembantu Rektor
bidang Akademis, Universitas Sebelas Maret (UNS) Sala, sampai
akhir pekan lalu belum tertangkap. Namun peristiwa yang terjadi
tanggal 11 Januari lalu itu, diduga orang sebagai ulah mahasiswa
yang tidak suka beleid pimpinan universitas.
Sejak lahirnya, 11 Maret 1976, universitas negeri termuda itu
sudah ka cau di fakultas kedokteran. Dan rupanya, soal mahasiswa
yang terpaksa dropout (DO) alias putus kuliah akibat terkena
sanksi peraturan yang ada, masih belum selesai juga sampai
sekarang.
Bahkan 55 mahasiswa tingkat I sampai III yang terpaksa DO karena
tidak naik tingkat sampai dua kali, 29 Desember lalu berkirim
surat kepada pimpinan universitas dan dekan fakultas kedokteran.
Menyebut dirinya mahasiswa residivis, mereka menyatakan sedih
karena harus meninggalkan kampus dan almamaternya. "Sekilas
terbayang harapan masa depan yang suram, teringat akan jerih
payah orang tua untuk menyekolahkan anaknya dengan harapan kelak
akan jadi seorang dokter," tulis surat para mahasiswa DO tingkat
I. Para 'residivis' itu tak lupa memohon agar bisa menempuh
ujian lagi. Apabila tidak bisa, demikian surat itu, berilah
kesempatan untuk mengulang satu tahun lagi di tingkat yang sama.
Hampir senada, para mahasiswa DO tingkat II & III bahkan
menyebut beberapa pertimbangan untuk memperkuat permohonannya
Antara lain disebutkan para mahasiswa D0 itu adalah eksponen
pendirian UNS. Mereka rata-rata sudah menempuh kuliah empat
sampai lima tahun untuk tingkat II dan tujuh sampai delapan
tahun untuk tingkat III. Masa pendidikan yang lama yang sudah
ditempuh ketila masih berstatus swasta maupun negeri
mengakibatkan sudah banyak biaya yang keluar. "Umur bertambah
tua dan ijasah yang kedaluwarsa, sulit bagi kami untuk merubah
pandangan/jurusan di masa depan," demikian surat yang pada
bagian akhirnya tertanda: "Kami mahasiswa yang berluka cita."
Surat-surat yang datang dari para mahasiswa DO ke tiga tingkat
itu kemudian diperkuat oleh surat Senat Mahasiswa akultas
Kedokteran. Situasi pendidikan di fakultas kedokteran UNS,
demikian tulis surat itu, masih dalam taraf menuju kesempurnaan.
"Kami betul-betul tidak menduga kalau tahun ajaran sekarang7
mahasiswa korban peraturan yang baru pertama kali dilaksanakan
itu jumlahnya begitu banyak."
Kasus D0 di kedokteran UNS itu nampaknya bukan baru. Ricuh
ketika awal berdirinya universitas ini juga garagara peraturan
DO yang datang dari NBCMS (National Board Consortium Medical
Sciences) yang dikenakan kepada mereka ketika masih berstatus
swasta. Ada 131 mahasiswa yang sudah berstatus DO ketika
fakultas kedokterannya belum menjadi negeri dalam UNS. Mereka
datang dari kedokteran PTPN Veteran, UII, dari kedokteran swasta
di Jakarta dan Sumatera Utara. Mereka sengaja masuk kedokteran
Universitas Gabungan Surakarta UGS) yang kemudian dinegerikan
sebagai UNS, untuk menghindarkan ujian NB CMS yang dikenakan
untuk semua kedokteran swasta.
Tapi oleh pimpinan universitas waktu itu para mahasiswa DO yang
rata-rata sudah tidak lulus dalam tiga kali ujian itu, masih
diberikan kesempatan untuk mengikuti tes-penempatan (placement
test). Banyak yang menolak karena sudah merasa negeri. Tapi 20
orang diantaranya yang bersedia mengikuti tes dengan intimidasi
dari yang lainnya lulus semuanya.
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran UNS Letkol dr. Soelatin
Winarno, berdasarkan pertemuan pini sepub dan pimpinan UNS,
mahasiswa DO itu disalurkan ke fakultas lain. Dari sisa sebanyak
III orang dan yang mendaftarkan diri kemudian sebanyak 103
orang, 94 diantaranya masuk ke fakultas pertanian, lainnya masuk
ke fakultas hukum dan ekonomi. Ada sembilan mahasiswa DO yang
belum ketahuan mau daftar lagi atau tidak. Tapi menurut
Widjojono. mereka masih sering datang ke fakultas untuk
mengetahui kalau-kalau ada peraturan baru yang bisa merubah
nasib mereka.
Demonstratif
Fakultas kedokteran yang selama ini sudah melantik 60 orang
dokter dan kini punya 800 mahasiswa itu, menurut Soelatin, sudah
memenuhi persyaratan minimal yang ditentukan. Tapi bagi CMS,
menurut sumber TEMPO, lahirnya fakultas kedokteran negeri
termuda itu tidak berjalan sesuai dengan kebiasaan. Katanya,
kedokteran UNS secara demonstratif menampung eks mahasiswa
kedokteran swasta yang sudah dinyatakan D0 oleh CMS, karena
gagal tiga kali ujian. Kemudian ketika melaporkan nama-nama
mahasiswa tampungan itu, UNS tidak menyertakan identitas
fakultas asal mahasiswa yang bersangkutan. Padahal seorang dekan
kedokteran swasta Jakarta mengakui mahasiswanya yang pindah ke
UNS dibekali surat keterangan seperlunya, misalnya sudah gagal
tiga kali ujian (D0). "Perkara dia diterima oleh UNS itu bukan
tanggungan kita lagi," katanya.
Ini berbeda ketika Sekolah Tinggi Kedokteran Malang (STKM) yang
swasta itu dijadikan negeri dalam tniversitas Brawijaya. Proses
pelaksanaannya yang secara bertahap itu terus dibimbing oleh CMS
Tapi kedokteran swasta yang masuk UNS, sebaliknya. Begitu
diresmikan sebagai fakultas kedokteran negeri dalam UNS, kata
sumber tadi, langsung tak pernah kontak lagi dengan CMS. Maka
jumlah mahasiswa kedokteran setelah masuk UNS yang diperkirakan
hanya 400 orang ternyata 700 orang. Kabarnya kelebihan itu
datang dari mahasiswa DO yang sudah gugur status mahasiswanya
tapi masih kepengin jadi dokter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini