Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi respons Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim soal aturan di SMK Negeri 2 Padang yang mewajibkan siswi non muslim memakai jilbab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri menyayangkan Nadiem yang hanya merespon kasus baru dan ramai dibicararakan. "Mas Menteri tidak mengakui secara terbuka, mengungkapkan ke publik jika fenomena intoleransi tersebut banyak dan sering terjadi dalam persekolahan di tanah air," ucap dia melalui keterangan tertulis pada Ahad, 24 Januari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Iman, pernyataan Nadiem Makarim seharusnya membongkar persoalan intoleransi di lingkungan sekolah. Ia melihat, persoalan intoleransi di sekolah sebenarnya mengandung problematika dari aspek regulasi struktural, sistematik, dan birokratis.
Baca: Kasus Jilbab di SMKN 2 Padang, Nadiem Makarim Bicara Sanksi Jabatan
“Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru. Dalam catatan kami misal, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019. Jauh sebelumnya 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali. Sedangkan kasus pemaksaan jilbab kami menduga lebih banyak lagi terjadi di berbagai daerah di Indonesia,” ujar Iman.
Iman menjelaskan, aturan yang mewajibkan siswi non muslim memakai jilbab dan aturan larangan siswi muslim menggunakan jilbab adalah sama-sama melanggar Pancasila, UUD, dan UU, serta menyalahi prinsip toleransi dan prinsip bhinneka tunggal ika.
Menurut P2G, diantara faktor penyebab utamanya adalah Peraturan Daerah (Perda) yang bermuatan intoleransi. Peristiwa pemaksaan jilbab di SMKN 2 Padang merujuk pada Instruksi Walikota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005. Aturan ini pun sudah berjalan lebih dari 15 tahun.
Artinya, kata Iman, ada peran pemerintah pusat, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mendiamkan dan melakukan pembiaran terhadap adanya regulasi daerah bermuatan intoleransi di sekolah selama ini.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menyarankan kepada Kemendagri berkoordinasi dengan Kemendikbud agar mengecek semua peraturan daerah yang berpotensi intoleran. Khususnya yang diimplementasikan terhadap lingkungan sekolah seperti kewajiban memakai jilbab di SMKN 2 Padang. "Kemendagri bersama Kemdikbud segera berkoordinasi, lebih pro aktif memeriksa aturan daerah dan sekolah yang berpotensi intoleran, tidak hanya dari aspek agama, tetapi juga kepercayaan, suku, budaya, ras, dan kelas sosial ekonomi siswa," kata Satriwan.
ANDITA RAHMA