Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, memaparkan latar belakang akademik serta pencapaiannya saat diminta klarifikasi terkait polemik pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka pada upacara 17 Agustus 2024. Hal ini diungkapkan dalam rapat kerja BPIP dengan Komisi II DPR pada Selasa, 10 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa anggota Komisi II DPR, termasuk Mardani Ali Sera dari Fraksi PKS, meminta penjelasan mengenai kronologi aturan tersebut. Menanggapi hal itu, Yudian Wahyudi menyatakan bahwa BPIP tidak pernah menerbitkan aturan yang melarang penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka, serta menegaskan bahwa BPIP menghormati setiap keyakinan masyarakat Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di dalam peraturan termasuk di dalam gambar-gambar, tidak ada larangan untuk melepaskan jilbab," kata Yudian di Gedung DPR dipantau dari YouTube Komisi II DPR, Selasa, 10 September 2024.
Setelah menjelaskan hal tersebut, Yudian mengungkapkan latar belakang pendidikannya. Ia menyebutkan bahwa sejak usia 12 tahun, dirinya sudah belajar di pondok pesantren. Selama di pesantren, Yudian mengklaim telah meraih berbagai prestasi, mulai dari juara pidato, juara di tingkat tsanawiyah, hingga menjadi juara umum. "Saya juga juara mengimami salat istisqa ketika saya usia 16 tahun," kata Yudian.
Yudian juga mengklaim satu-satunya mungkin siswa pesantren yang bisa tafsir Al-Quran dengan nilai 100 di ijazah. "Nilai dalam tarikh atau sejarah juga 100, itu waktu saya melanjutkan pesantren di Al-Munawwir, Krapyak, Yogja," kata Yudian.
Deretan kontroversi Yudian Wahyudi
1. Larangan Mahasiswi Bercadar di Kampus
Yudian, yang saat itu menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pernah menjadi sorotan karena melarang mahasiswi mengenakan cadar selama beraktivitas di kampus. Ia bahkan mengancam akan mengeluarkan mahasiswi yang tetap memakai cadar setelah mendapat peringatan dan pembinaan sebanyak tujuh kali.
“Ada 41 mahasiswi yang kami data, mereka menggunakan cadar dari berbagai fakultas di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” ujar Yudian, pada 5 Maret 2018.
Menurut Yudian, sebagai perguruan tinggi negeri, UIN Sunan Kalijaga harus menjalankan prinsip Islam moderat atau Islam nusantara, yang sejalan dengan konsensus bersama seperti UUD 1945, Pancasila, Kebhinekaan, dan NKRI.
2. Mengatakan Pancasila Musuh Agama
Melalui Twitter, Yudian pernah menyatakan bahwa agama adalah musuh terbesar Pancasila. Namun, dalam klarifikasi tertulis, ia menjelaskan maksud ucapannya. Yudian menegaskan bahwa Pancasila bersifat agamis, karena kelima sila dapat dengan mudah ditemukan dalam kitab suci dari enam agama yang diakui di Indonesia. Meskipun demikian, Pancasila sering kali dihadapkan dengan agama oleh individu-individu yang memiliki pandangan sempit dan ekstrem.
“Dalam konteks ini lah, agama dapat menjadi musuh terbesar karena mayoritas, bahkan setiap orang, beragama. Padahal, Pancasila dan agama tidak bertentangan, bahkan saling mendukung,” ujarnya, pada 12 Februari 2020.
3. Lomba Hormat Bendera menurut Hukum Islam
BPIP pernah merayakan Hari Santri 2021 dengan tema “Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam.” Menurut Benny Susetyo, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, tema ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan rasa nasionalisme.
"Jadi, kan tadi kan (temanya) mengaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan dalam perspektif agama. Jadi, memperkuat nilai keagamaan dalam perspektif kebangsaan," kata Benny, pada 13 Agustus 2021.
4. Sosialisasi Pancasila melalui TikTok
Yudian juga pernah aktif menggalakkan sosialisasi Pancasila di seluruh Indonesia sesuai instruksi Presiden Jokowi. BPIP berencana menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial melalui platform media sosial, termasuk TikTok. Namun, inisiatif ini mendapat banyak kritik dari publik karena dianggap kurang tepat sasaran.
“Jadi, kami akan menggunakan media digital, medsos, TikTok, musik, olahraga kemudian budaya agar Pancasila ini terpahami terhayati dan teramalkan dengan mudah. Khususnya bagi generasi yang disebut generasi milenial," kata Kepala BPIP Yudian Wahyudi, pada 7 Juni 2022.
SUKMA KANTHI NURANI | HENDRIK YAPUTRA | ANANDA RIDHO SULISTYA | EGI ADYATAMA | RACHEL FARAHDIBA REGAR