Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ujian Tulis Berbasis Komputer pada Seleksi Nasional Berdasarkan Tes atau UTBK-SNBT 2023 diwarnai temuan kasus kecurangan yang melibatkan joki ujian. Menurut Kepala Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Lies Sulistyani, masalah perjokian agak sulit untuk dikaitkan dengan pasal hukum yang pas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau tidak bisa diselesaikan dengan pasal dalam undang-undang kan bukan berarti tidak ada sanksi,” katanya, Senin, 29 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lies mencontohkan jika soal UTBK dinilai sebagai dokumen negara yang rahasia, ada pasal yang terkait dengan pembongkaran rahasia negara. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 322 ayai 1 disebutkan, barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dalam kasus perjokian, kata Lies, apakah peserta ujian yang menyampaikan soal ke orang lain termasuk dalam kategori orang yang diwajibkan menyimpan rahasia dokumen soal itu karena jabatan atau pekerjaannya.
“Peserta kan hanya mengerjakan soal, kecuali pelaku adalah panitia ujian misalnya yang menyebarkan soal, mungkin itu bisa kena pasal 322 KUHP,” ujarnya.
Selain itu menurut Lies, masalah perjokian UTBK bisa dikaji dengan pasal 32 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pihak-pihak yang dirugikan oleh perjokian ujian, menurutnya, bisa melaporkan ke pihak berwajib.
Dari aspek keilmuan kepolisian bisa mengundang ahli hukum. Tujuannya untuk mendudukkan persoalan supaya tidak ada kecemburuan orang seolah-olah kasus perjokian dibiarkan. “Padahal secara aturan, kesusilaan, kepatutan atau norma lain di masyarakat tindakan curang seperti itu tidak boleh dibiarkan,” kata Lies.
Selain itu pihak panitia ujian juga dinilainya perlu membuat sanksi bagi peserta ujian yang terlibat praktik perjokian. Dia mencontohkan nama peserta ujian yang curang bisa masuk dalam daftar hitam untuk mengikuti ujian apa pun ke perguruan tinggi.
Dengan cara itu dia berharap orang menjadi takut untuk terlibat dalam perjokian. “Kalau tidak bisa dipidanakan, perlu ada sanksi lain,” ujar dia. Ancaman sanksi pelaku kecurangan ujian dinilainya perlu diketahui oleh publik.
Setelah dua saringan masuk perguruan tinggi negeri berjalan lewat SNBP dan SNBT, jalur ketiga yaitu seleksi mandiri akan diselenggarakan oleh masing-masing perguruan tinggi negeri. Panitia ujian menurut Lies harus tegas soal sanksi kecurangan yang diingatkan ke peserta sejak awal pendaftaran hingga akan ujian. “Kalau perlu membuat surat perjanjian untuk tidak akan melakukan kecurangan ujian,” katanya.