Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Berita Tempo Plus

Kecelakaan anak alam

Pendapat beberapa ulama tentang kawin hamil diluar nikah. diantaranya, wanita yang sedang hamil karena berzina boleh dinikahkan dengan pria yang menghamilinya. setelah anaknya lahir, perkawinan tak perlu diulang.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Kecelakaan anak alam
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
HAYY bin Yaqdan, tokoh alegoris dalam Hayy bin Yaqdzan karya Ibn Tufayl, yang terbit di Spanyol pada abad ke-12 Masehi. Hayy selain pikirannya aneh-aneh bertasawu, syahdan, ia lahir dari pohon di Pulau Waqwaq, India. Ada pula yang bilang, ia lahir dari pergaulan bebas antara putri raja dan pembantunya. Orok itu dibuang ke laut, kemudian terdampar di pulau, hingga ia masuk ke hutan dan disusui seekor beruang. Sebagai "anak hutan", ulama fikih tak menerima kehadirannya. Dalam lokakarya di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta soal "anak gampang" itu diungkit pula dengan sengit. Menurut seorang anggota komisi, yang membahas Bab Perkawinan, utusan Jawa Barat, misalnya, menyatakan wanita sedang hamil karena "kecelakaan" itu tak boleh dinikahi Kasus ini juga pernah terungkap dalam Musyawarah Daerah Majelis Ulama Jawa Barat (TEMPO, 11 Februari 1984). Di lokakarya itu, menurut seorang ulama dari MUI Pusat, wanita yang sedang hamil karena berzina itu boleh dinikahi. "Untuk Indonesia dipilih pendapat ulama dari MUI Pusat itu," ujar anggota tadi Artinya, wanita itu boleh dinikahkan dengan pria yang menghamilinya. Tetapi setelah anak itu lahir, perkawinan tak perlu diulang Kecuali terhadap anak itu, konon, sebut saja "anak alam". Artinya, bundanya memang jelas. Lebih dari itu, anak tersebut tak berhak mendapat warisan. Perkawinan itu adalah akad - jalinan ikatan. Dari hasil akad ini diharap diperoleh keturunan yang bersih, suci. Tapi kala perkawinan yang didahului zina dihalalkan Ada pandangan K.H. Iping Zainal Abidir Ahmad dari Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Barat yang dikutip Panji Masyarakat, Mei 1986. Dalam Seminar Kompilasi Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, awal April 1986, kiai itu berkata, "Penghalalan itu dimungkinkan karena hukum rajam tidak dijalankan di Indonesia Di dalam Quran tak ada nash yang melarang mereka dikawinkan." Ali ibn Ahmad Ibn Hazm (994--1063), ahli fikih dan filoso Spanyol, dalam al Muhalla (Hiasan) menyebut kisah seorang hamba yang berzina. Setelah dihukum hadd (pidana), dan bertobat, ia meminang pamannya. Namun, merasa khawatir tak sah perkawinannya, si paman melapor kepada Khalifah Umar ibn Khatab. "Kawini dia seperti kamu mengawini gadis-gadis yang saleh," kata Umar. Jadi, si lelaki tak mesti yang telah menghamilinya di luar nikah. Boleh lelaki lain, asal mau. Tapi Umar mendahulukan mengawinkan wanita pezina itu dengan lelaki pezina. Ketika Abubakar dan Umar duduk-duduk bersama, datanglah seorang lelaki berwajah kusut, melapor ada tamu yang menghamili anak gadisnya. Abubakar memarahi lelaki itu, karena ia tak becus mengurus. Sedang kedua anak manusia yang berzina itu dihukum hadd, dan dikawinkan, disuruh mengungsi ke luar Kota Mekah, setahun. Kembali lagi ke "anak alam" itu. Apakah nasab atau trahnya bersambung ke ibunya atau ke suami? Dalam Mawsu'at Fiqh Ibn Umar (Ensiklopedi Fikih Umar), karangan Dr. Muhammad Rawas Qal'ah Ji, dan Mawsu'at Fiqh 'Abdullah bin Mas'ud (Ensiklopedi Fiqih 'Abdullah bin Mas'ud) nasab keturunan anak zina disebut bersambung ke ibunya. "Tak boleh ada klaim anak zina dalam Islam," ujar Umar. Misalnya, bila anak zina dilahirkan dalam status perkawinan seoran lelaki, kemudian diakui orang lain sebaga anaknya, nasab anak tadi tak boleh dipertemukan. Jika anak itu meninggalkan harta waris, yang berhak menerima hanya mereka yang punya hubungan saling mewaris dengan Ibunya dan keluarga pihak Ibunya. Arkian, yang belum ada di Kompilasi in adalah tentang hukum perkawinan ata hukum waris untuk kaum waria alias huntsa Padahal, para imam mazhab seperti Maliki Hanafi, dan Hambali, membicarakan kasus ini. Sedangkan Imam Syafii dalam kitabnya al-Umm (Induk) menjelaskan, "Dia mewarisi, menurut dari mana dia kencing." Jika belum jelas, diberi bagian waris yang terkecil -- sampai alat kelaminnya pasti: lelaki atau perempuan. A.T. & Z.M.P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus