Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat, terutama perempuan muda, untuk melakukan deteksi dini penyakit lupus eritematosus sistemik (LES).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan saat ini pemerintah belum memiliki data nasional penyandang lupus. Akan tetapi, menurut Nadia, sebuah studi yang dilakukan oleh Handoro Kalim dkk di Malang memperkirakan prevalensi lupus di Indonesia sebesar 0,5 persen dari total populasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau kami lihat memang lupus ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki,” kata Nadia dalam media briefing yang digelar secara daring pada Selasa, 17 Desember 2024.
Nadia menjelaskan, lupus merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Beberapa di antaranya adalah faktor genetik, kelainan imunologi, hingga faktor hormonal.
Staf Divisi Alergi Imunologi Klinik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Alvina Widhani menekankan bahwa lupus juga bisa dialami oleh laki-laki, namun jumlah kasusnya tidak sebanyak pada perempuan.
“Perbandingannya sembilan banding satu, jadi di setiap sembilan perempuan ada satu laki-laki yang mengidap lupus,” kata Alvina. Menurut dia, tingginya risiko lupus pada perempuan disebabkan oleh hormon estrogen yang bisa memicu timbulnya lupus.
Alvina juga mengatakan lupus selama ini dikenal sebagai penyakit seribu wajah karena gejalanya yang beragam dan bisa berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Menurut Alvina, bisa saja ada penyandang lupus yang mengalami kelainan pada kulit, tapi ada juga penyandang lupus yang mengalami gangguan pada saraf.
Oleh karena itu, pemerintah berencana menggencarkan program deteksi dini lupus pada 2025. Menurut Siti Nadia Tarmizi, deteksi dini ini terutama akan menyasar perempuan berusia 15-45 tahun yang merupakan calon pengantin. Selain itu, Kemenkes juga mengkampanyekan gerakan Saluri atau Periksa Lupus Sendiri.
Melalui Saluri, masyarakat bisa melakukan deteksi awal untuk mengecek potensi lupus. Beberapa gejala lupus yang patut diperhatikan adalah sendi yang nyeri selama lebih dari 3 bulan; jari tangan atau kaki yang pucat, kaku, atau tidak nyaman di saat dingin; menderita sariawan lebih dari dua minggu.
Gejala lain adalah mengalami kelainan darah seperti anemia dan trombositopenia; adanya ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu pada wajah; sering mengalami demam; kulit hipersensitif terhadap sinar matahari; dan mengalami serangan kejang.
Apabila masyarakat mengalami setidaknya empat dari gelaja tersebut, mereka diimbau untuk segera melakukan pengecekan ke fasilitas layanan kesehatan.