Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Ketika Parkit Dikira Garuda

Gambar sampul kaset Manusia 1/2 Dewa milik Iwan Fals dianggap melecehkan agama Hindu. Protes anak muda yang masih harus belajar.

14 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok Shri A.A. Ngurah Arya Wedakarna Mahendratta mirip si Boy, tokoh rekaan dunia film yang menjadi idola remaja pada pertengahan 1980-an. Berparas tampan, perlente, dan suka mengendarai be-em-we (BMW). Boy taat menjalankan agama Islam, sedangkan Arya amat fanatik terhadap agamanya, Hindu. Arya yang mantan fotomodel ini tak sungkan melabrak siapa pun yang dianggapnya melecehkan kesakralan agama Hindu. Kali ini yang diserang penyanyi pop Iwan Fals.

Gara-garanya, gambar sampul album terbaru Iwan bertajuk Manusia 1/2 Dewa dianggap sebagai gambar Dewa Wisnu naik garuda, sesuatu yang sakral dalam Hindu. Arya, yang memimpin Forum Intelektual Muda Hindu Dharma (FIMHD), meminta Iwan dan Musica Studio, sebagai produser, meralat sampul kaset itu. Memang pihak produser tak diminta menarik album yang telah beredar, tapi pada produksi berikutnya Arya ingin gambar semacam itu tak lagi tampak. Sebab, kata Arya, gambar itu melecehkan Dewa Wisnu. "Apalagi judul albumnya Manusia 1/2 Dewa," kata Arya, yang pernah menjadi cover boy majalah Aneka dan model iklan Fuji Film.

Anak muda kelahiran 23 Agustus 1980 itu memang menyimpan sederet obsesi. Dia mengaku ingin menawarkan konsep baru dalam Hindu, sekaligus memberikan wacana yang tak konservatif. Masyarakat Hindu, yang minoritas, selama ini banyak terkekang dan hanya dijadikan pelengkap kebangsaan, tapi ke depan haruslah cair. Dengan berani memprotes atau menggugat pihak-pihak yang dianggap telah melecehkan nilai sakral Hindu, putra pendiri Universitas Mahendradatta di Bali itu berharap umat Hindu punya posisi tawar yang sejajar dengan umat lain. Karena itu, dia menampik keras dugaan ada motif komersial di balik langkahnya ini. "Saya tak akan menggadaikan agama saya demi uang," kata Arya.

Sebelumnya, personel grup band FBI yang telah menelurkan dua album itu cukup sukses melakukan protes atas nama agama Hindu. Pada awal 2003, Arya mensomasi Dewi Lestari Simangunsong alias Dee. Penyebabnya, ada tulisan suci "Omkara" yang menjadi simbol sakral umat Hindu dalam sampul novel Supernova 2, Akar karya Dee. Dee sempat kelabakan, padahal tokoh-tokoh Hindu sudah menjelaskan kepada Dee bahwa protes itu tak usah ditanggapi karena "Omkara" bisa dipakai oleh banyak orang dengan berbagai kepentingan asalkan tidak ditempatkan pada sesuatu yang jorok. Buku bukan barang jorok dalam Hindu. Namun Dee mengubah sampul bukunya setelah laris-manis di pasaran.

Kini pihak Musica cukup grogi menghadapi gugatan Arya, meskipun juga menuai publisitas yang tinggi. Yang terkena imbas justru gitaris kelompok Gigi, Dewa Budjana. Telepon selulernya kerap berdering dan penuh pesan pendek dari para sejawatnya. Mereka umumnya mempertanyakan maksud di balik tuntutan Arya tersebut. "Teman-teman artis tahunya saya dari Bali dan Hindu, jadi dianggap paling mengerti. Saya jadi ikut resah," kata artis kelahiran Klungkung ini.

Untuk mencari jalan keluar, Budjana mengumpulkan 30-an seniman, budayawan, akademisi, dan cendekiawan Hindu di Bali. Pertemuan diselenggarakan di rumah Ketua Forum Pemerhati Hindu Dharma Indonesia (FPHDI) Dewa Ngurah Suastha, Selasa pekan lalu, yang diikuti juga oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) I Gede Rudia Adiputra. Kesimpulannya, sampul kaset serta syair lagu Iwan Fals dianggap tak bermasalah.

Sebaliknya, protes Arya dianggap sangat pribadi dan tak mewakili aspirasi umat Hindu. "Iwan tak perlu resah, tak perlu meminta maaf," kata Ngurah Suastha. Untuk mengeluarkan pernyataan yang mengklaim umat Hindu dalam urusan pelecehan agama, ada persyaratan yang ketat dan hanya bisa dikeluarkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Jika menyangkut pelecehan adat Bali, itu dikeluarkan oleh Majelis Utama Desa Pekraman Bali.

Karena kasus ini banyak ditayangkan televisi, Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat Hindu dan Buddha Departemen Agama, I Wayan Suarjaya, memanggil Arya dan pihak Musica Studio pada Rabu pekan lalu. Disepakati di situ bahwa kasus ini dianggap selesai dan ada akta perdamaiannya. Hanya, karena tak merasa dilibatkan, Iwan sedikit berkeberatan dengan isi perdamaian itu. Menurut Iwan Fals, kalau sampul kaset itu harus diganti, mesti ada surat resmi bahwa unsur pelecehan terpenuhi. "Kalau tidak, Arya harus mengakui telah salah tafsir dan meminta maaf," kata Iwan.

Cendekiawan Hindu Agus S. Mantik mendukung sikap Iwan tersebut dan menyarankan agar sampul kaset itu tak usah diganti. Penasihat redaksi Raditya ini—majalah bernapaskan Hindu—mengatakan bahwa gambar sampul kaset Iwan bukanlah Dewa Wisnu sebagaimana teks dalam sastra Hindu. Dewa Wisnu memang memakai senjata tombak, tapi bukan seperti yang dilukiskan dalam kaset Iwan, tombak yang ada setengah bulatan di ujungnya. Warnanya pun tidak sama. "Burung di kaset Iwan itu bukan juga garuda yang menjadi kendaraan Wisnu, tapi sejenis parkit. Garuda warna sayapnya keemasan, bukan hijau. Arya itu banyak belajar dululah sebelum main protes," kata Agus. Seandainya pun gambar di kaset Iwan itu betul Wisnu, menurut Agus, tak cukup alasan juga diprotes. Bukankah Nyoman Nuarta mendirikan patung Garuda Wisnu di Bali untuk pentas musik yang sering seronok? Kalau begitu, si Boy dari Bali ini perlu banyak belajar lagi.

Sudrajat, Rofiqi Hasan, Adek (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus