Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKAN Kwik Kian Gie namanya bila tak menimbulkan kontroversi. Lama tak terdengar, Menteri merangkap Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang suka bicara blakblakan itu kembali bikin geger. Kali ini lantaran sikapnya menolak utang baru dari Bank Dunia senilai US$ 220 juta atau setara dengan Rp 2 triliun (Rp 9.500 per dolar AS) untuk melanjutkan Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini berpendapat, tak sepatutnya pemberdayaan rakyat miskin dilakukan dengan cara mengais utang, apalagi utang dalam dolar Amerika, sementara kurs dolar terhadap rupiah terus menguat belakangan ini. "Sikap saya itu membuat banyak pihak kebakaran jenggot dan terpukul," katanya. Kwik akan menyampaikan penolakannya secara resmi pekan ini, setelah mempelajari berbagai dokumen yang berkaitan dengan PPK.
Bukan kali ini saja Kwik bersuara lantang terhadap utang Bank Dunia. Dalam sidang Consultative Group on Indonesia (CGI) pada November 2001 di Jakarta, ia juga menyampaikan pidato yang menggemparkan. Ketika itu, di depan wakil 20 negara dan 13 badan internasional kreditor Indonesia, Kwik terang-terangan mengkritik utang luar negeri yang banyak dikorupsi. Ia bahkan "mengancam" tak bertanggung jawab bila utang baru yang akan dikucurkan forum CGI kembali bocor digerogoti oleh koruptor.
Seperti sebelumnya, kali ini Kwik mengulang retorika bahwa utang luar negeri yang menggunung telah membuat Indonesia bergantung pada para kreditor. Negara atau lembaga keuangan internasional yang menjadi kreditor selalu bermanis-manis ketika menawarkan pinjaman, tapi lalu bersikap keras bila tiba saat menagih utang. "Kita sudah tidak punya harga diri lagi sebagai bangsa," ujar Kwik, getir.
Karena itu, bila program ini memang penting, Kwik menyarankan agar mendiskusikan lagi sumber pendanaannya. Di luar utang luar negeri, ia melihat pendanaan masih bisa diperoleh dari bank dalam negeri, atau menjual aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang masih tersisa. "Opsinya sangat banyak," ujarnya. Namun kritik Kwik agaknya bakal membentur cadas.
Soalnya, baik Bank Dunia maupun pemerintah Megawati Soekarnoputri menilai PPK program yang sukses. Setelah berjalan enam tahun, dan kini akan memasuki termin ketiga, program ini dinilai berhasil mengurangi angka kemiskinan dan korupsi di Tanah Air. Penilaian itu bukan cuma isapan jempol. Banyak kisah sukses mengiringi program yang mengutamakan pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi rakyat bawah itu.
Tengoklah pengalaman Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebelum menerima dana PPK, kondisi pasar Desa Mendalanwangi di Wagir sangat kumuh dan mengenaskan. Apalagi pada musim hujan. Tak tahan akan kondisi itu, pemimpin dan warga desa berembuk untuk memperbaiki pasar. Namun renovasi ternyata membutuhkan biaya hingga Rp 126 juta.
Mereka lalu mengajukan proposal untuk memperoleh dana PPK. Apa mau dikata, duit yang dikucurkan PPK ternyata hanya Rp 87 juta. Sisanya lalu ditutup masyarakat. Setelah pasar selesai, lapak-lapaknya disewakan kepada pedagang yang juga berasal dari desa tersebut. Hasilnya? Kini pendapatan desa dari sewa lapak mencapai Rp 1,3 juta per bulan. Keuntungan pedagang meningkat hingga rata-rata Rp 2,2 juta per bulan.
Selain untuk memperbaiki pasar, dana PPK digunakan buat membangun fasilitas air bersih. Fasilitas itu kini sangat dinikmati warga di desa-desa yang kesulitan air bersih, seperti Sukodadi, Pandanrejo, dan Gondowangi. Tak cuma itu, di Mendalanwangi juga telah berdiri koperasi simpan-pinjam untuk pengembangan ekonomi warga. Dalam tempo singkat, koperasi ini berkembang pesat. Berbekal modal awal Rp 13 juta dari PPK, "Sekarang aset koperasi telah mencapai Rp 492 juta," kata Camat Wagir, Abdul Rachman Firdaus.
Pengalaman Wagir membuktikan bahwa masyarakat lokal mampu mengatur diri sendiri. Kesempatan pejabat melakukan korupsi juga diperkecil karena masyarakat sangat terlibat dalam pembangunan dan pengawasan. Contoh keberhasilan lain dapat dilihat dari pembangunan fasilitas sanitasi di Kecamatan Banyu Anyar di Jawa Timur. Ada lagi pembangunan pasar tradisional di Desa Wakobalu, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Tentu saja PPK tak melulu cerita sukses. Ada juga yang gagal, seperti yang terjadi di 16 desa di Sumatera Utara serta di sejumlah desa lain di Sulawesi Selatan. Menghadapi situasi itu, pemerintah bersikap tegas. Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri, Ardi Partadinata, mengaku tak sungkan menghentikan kucuran dana dan proyek PPK di desa-desa tersebut. Dananya lalu dialihkan ke desa lain.
Keberhasilan itu membuat Bank Dunia menjadikan PPK program unggulan di Indonesia. Tak aneh bila dalam konferensi internasional tentang pengentasan rakyat miskin di Shanghai, Cina, Mei lalu, Bank Dunia mempresentasikan PPK dan menjadikannya percontohan bagi negara lain. Kepala Badan Analisa Fiskal Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu, juga mengakui PPK sebagai "proyek paling berhasil." Berkat PPK, berbagai fasilitas di daerah terpencil yang sebelumnya tak terjangkau anggaran pemerintah sekarang bisa dibangun.
Di luar keberhasilan program, jumlah utang untuk PPK pun sebetulnya relatif tak terlalu besar. Dalam termin ketiga mendatang, jumlahnya hanya US$ 220 juta. Itu jelas lebih rendah ketimbang pinjaman di termin pertama (US$ 273 juta) dan termin kedua (US$ 320,8 juta). Yang tak kalah penting, skema pembayaran PPK sangat lunak.
Separuh utang merupakan international development assistance (IDA) dari Bank Dunia, yang tak berbunga dan jangka waktu pengembaliannya 35 tahun dengan masa tenggang pembayaran cicilan 10 tahun. Sedangkan sebagian lagi tingkat bunganya mengikuti London Interbank Offered Rate (LIBOR) plus, yang hanya dua persen per tahun.
Tak aneh, kendati Kwik menolak, pemerintah bersikeras melanjutkan PPK. Dua pekan lalu, wakil dari Departemen Keuangan dan Bank Dunia malah telah meneken nota kesepahaman. Hal itu diakui Victor Bottini, Manajer Proyek PPK dari Bank Dunia. "Sampai sekarang, semuanya lancar," ujarnya.
Sejauh ini, peran Bappenas dalam PPK memang hanya menyusun perencanaan program secara rinci. Adapun kebijakan menerima atau tidak menerima pinjaman utang berada di tangan Menteri Keuangan. Jika Menteri Keuangan menyatakan tak ada hambatan, kata Bottini, program bisa dilaksanakan.
Soal keberatan Kwik tentang pinjaman yang berupa dolar, Anggito mengaku masih bisa memakluminya. "Saya juga lebih suka pembiayaan dengan rupiah, tapi kenyataannya kan kita belum mampu," katanya. Namun, bila Kwik sampai menolak pinjaman tersebut, Anggito menilainya sebagai keanehan. "Dia sendiri dulu ikut tanda tangan. Kok, sekarang bilang tak setuju," katanya.
Yang lebih aneh, Deputi Ketua Bappenas Bidang Regional dan Otonomi Daerah, Tatag Wiranto, pun mengaku PPK bakal tetap jalan. "Program itu dibutuhkan rakyat dan tiap tahun sudah dievaluasi," ujar Tatag, yang notabene bawahan Kwik. Menghadapi gempuran itu, Kwik mundur selangkah. Ia mengaku bakal kalah, tapi bukan berarti menyerah. "Akan saya katakan oke program PPK dilanjutkan, tapi dengan catatan-catatan," katanya.
Nugroho Dewanto, M. Syakur Usman, Y. Tomi Aryanto, Abdi Purmono (Malang)
Hasil Program Pengembangan Kecamatan
Kegiatan Pembangunan Prasarana
- Membangun atau meningkatkan 19.000 kilometer jalan
- Membangun atau merekonstruksi 3.500 jembatan
- Membangun 2.800 unit sarana air bersih
- Membangun 1.300 unit sarana mandi, cuci, kakus
- Membangun 5.200 sistem irigasi
- Membangun 400 pasar baru, merenovasi 16 pasar lama
- Membangun 260 kegiatan listrik desa
- Diperkirakan ada 35 juta orang yang memanfaatkan kegiatan PPK
- Lebih dari 2,8 juta orang desa mendapat pekerjaan jangka pendek dari kegiatan pembangunan prasarana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo