SONNY hari itu tampak lesu. Sejak pagi ia memang agak meriang. Siswa kelas satu SMP Katolik Mater Dei, Probolinggo, Jawa Timur, ini cuma merebahkan kepalanya di bangku, sementara pelaJaran berjalan. Itulah awal peristiwa yang menyebabkan di tahun pelajaran baru ini Ronny dipindahkan sekolah oleh orangtuanya ke SMP Taman Dewasa. Tak cuma dia tapi saudara kembarnya dan seorang adiknya pun ikut dipindahkan. Memang ada perkara, yang kini ditangani polisi, antara pihak SMP Mater Dei dan orangtua Ronny. Ceritanya, ketika Ronny merebahkan kepalanya itulah Sucipto, guru Bahasa Inggris, berjalan ke belakang kelas. Tahu-tahu ia dibentak-bentak Guru itu, "Hei, kamu ini diberi tahu kok bandel." Rupanya, Sucipto mengira Ronny-lah sumber keributan. Keruan saja Ronny, yang masih setengah mengantuk itu, gelagapan. Ia membela diri. Tiba-tiba tangan guru itu melayang. Meski kantuknya belum hilang benar, siswa bertubuh jangkung ini sempat menepis tamparan gurunya. Mungkin menganggap muridnya telah berani melawan guru, Sucipto makin marah ia keluar dari kelas. Tak lama setelah istirahat, Ronny dipanggil oleh kepala sekolah, Suster Paulina. Di situ hanya Suster Paulina yang ditemuinya. Seorang guru lain ikut hadir. Apa lagi bila bukan kasus dengan guru Bahasa Inggris yang dibicarakan oleh Suster Pauhna. Tetapl bukan pembicaraan yang menjernihkan masalah yang terjadi. Ronny tak diberi kesempatan membela diri. Yang diingat Ronny adalah perintah dari Suster Paulina, "Kasih pelajaran. Ini juga peringatan untuk murid yang lain." Dan tahu-tahu sebuah hantaman bersarang di kepala dan dadanya. Kali ini Ronny tak sempat mengelak. Guru yang memukulnya ini, harap maklum, pelatih bela diri Siswa malang itu terjajar ke lantai, lalu pingsan. Nyonya Bambang Sumaryo pada mulanya tidak begitu kaget melihat anaknya, Ronny, 13 tahun, diantar oleh Suster Paulina. Sebelum ke sekolah, tubuh Ronny memang agak panas karena demam. Tapi, ketika melihat ada memar di kepala Ronny, timbul kecurigaan. Apalagi kondisi anak itu semakin memburuk. Selain sulit bernapas makanan yang masuk perutnya selalu dimuntahkannya kembali. Hari itu juga, pertengahan Maret lalu, Nyonya Bambang membawa anaknya ke RSU Probolinggo. Karena belum ada tanda-tanda kemajuan, seminggu kemudian Ronny diboyong ke RSU Dr. Soetomo, Surabaya. Ternyata, Ronny mengalami gegar otak ringan. Mengetahui akibat yang dialami Ronny cukup parah, pihak sekolah mengadakan pendekatan kekeluargaan. Namun, keluarga Nyonya Bambang, yang sudah mengeluarkan sekitar Rp 2 juta untuk perawatan Ronny, tidak menanggapi. "Kok enak. Habis menghajar orang, minta damai," kata salah seorang anggota keluarga. Maka, masalah yang cukup serius itu sampai ke polisi. Soal hukum-menghukum di SMP swasta yang sudah berusia lebih dari 20 tahun ini, menurut seorang siswa yang enggan disebutkan namanya, memang terkenal keras. "Guru-guru di sekolah ini biasa menghukum siswa dengan menempeleng atau menendang," kata seorang siswa kelas dua. Tapi selama ini belum terdengar kasus seherat yang menimpa Sonny. Untuk Probolinggo SMP Mater Dei terbilang sekolah favorit. Sekolah ini memang dikenal keras dalam menegakkan disiplin, dan mutunya lumayan terjamin. Selama ini tiap tahun dibanjiri calon siswa. Jumlah muridnya kini sekitar 800 orang. Pihak sekolah yang dihubungi M. Baharun, wartawan TEMPO, menolak memberikan keterangan soal Ronny. Sayang, bila sekolah yang cukup bermutu harus bubar pamornya hanya karena ulah guru, atau kepala sekolah, yang kurang menahan diri, sementara di mana-mana terdengar kecemasan terhadap mutu sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini