Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Sukarno pernah mengalami beberapa kali percobaan pembunuhan pada masa-masa kepemimpinnya. Salah satu yang terkenal adalah pada 1962 oleh anggota DI/TII.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terjadi sekitar 61 tahun yang lalu, bagaimanakah peristiwanya kala itu?
Latar Belakang Penembakan
Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintahan Presiden Sukarno masih berjuang keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pasalnya, muncul berbagai gerakan kelompok tertentu yang berusaha memecah belah. Satu di antaranya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau yang dikenal sebagai DI/TII.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, latar belakang pemberontakan DI/TII yang diketuai Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, yakni karena ketidakpuasannya terhadap kemerdekaan Indonesia yang masih dibayang-bayangi Belanda. Kartosoewirjo ingin mendirikan negara atas dasar agama islam alias Negara Islam Indonesia.
Sejumlah percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno pun dilakukan, salah satunya yang pernah terjadi pada 14 Mei 1962 atau 61 tahun yang lalu.
Peristiwa itu bertepatan pada pelaksanaan Salat Idul Adha di lapangan rumput antara Istana Negara dengan Istana Merdeka, Jakarta.
Melansir buku Kesaksian tentang Bung Karno, suasana sebelum salat tampak baik-baik saja. Namun, dari baris keempat tiba-tiba terdengar teriakan diiringi bunyi tembakan. Aksi penembakan terhadap Presiden Sukarno pun terjadi.
Dari beberapa kali tembakan, tidak ada satupun peluru yang berhasil mengenai tubuh Sukarno. Timah panas justru menyerempet bahu seorang ulama sekaligus Ketua DPR saat itu, Zainal Arifin. Dua korban salah sasaran lainnya, yakni Soedrajat dan Soesilo yang mengalami luka-luka. Keduanya merupakan anggota Detesemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden.
Belakangan diketahui, para pelaku adalah Sanusi, Kamil, dan Jaya Permana yang merupakan anggota DI/TII. Maulwi Saelan dalam Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 1965, ketiganya mengaku kesulitan membidik Soekarno. Dengan kata lain, pelaku kesulitan saat membedakan mana Sukarno dan mana yang bukan. Percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pun gagal.
Para pelaku kemudian ditangkap dan dijatuhi vonis hukuman mati oleh Mahkamah Angkatan Darat. Setelah peristiwa tersebut, Soekarno tidak pernah salat lagi di tempat terbuka. Selain itu, AH Nasution membentuk pasukan khusus yang tugas utamanya melindungi dan menjaga keselamatan kepala negara dan keluarganya.
Peristiwa penembakan pada 1962 itu menjadi...
Peristiwa penembakan pada 1962 itu menjadi menjadi satu diantara sekian percobaan pembunuhan yang pernah dialami Bung Karno. Beberapa percobaan pembunuhan lainnya yang menyasar pahlawan proklamasi tersebut adalah Peristiwa Cikini 1957, Serangan Granat Cimanggis 1964, hingga Serangan Rajamandala 1960.
Apa Itu DI/TII
Melansir dari jurnal Universitas Sriwijaya berjudul “Pengembangan Wall Chart Sejarah Pemberontakan DI/TII Jawa Barat”, Gerakan Darul Islam (DI) didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewrjo pada tanggal 7 Agustus 1949 M/ 1368 H di Desa Cisampang, Kecamatan Cilugar, Jawa Barat. Gerakan ini menjadi awal pemberontakan yang dilakukan oleh Kartosoewiryo dan para pengikutnya.
Pemberontakan ini memberikan dampak buruk bagi bangsa maupun masyarakat lokal khususnya Jawa Barat. Mengetahui hal tersebut, Pemerintah kemudian melakukan upaya untuk menghadang kelompok tersebut dengan mengirim pasukan militer yang kuat karena Kartosoewiryo memiliki pengikut yang terbilang banyak.
Hasil Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 menjadi salah satu motif munculnya gerakan Darul Islam. Kelompok Islam (Darul Islam) tidak puas dengan hasil perundingan tersebut sehingga memicu perang saudara dengan kelompok nasionalis.
Pemerintah melakukan upaya guna menumpas pemberontakan DI/TII yang dipimpin Kartosoewiryo. Terdapat pertempuran senjata pertama antara TNI dengan DI/TII pada 25 Januari 1949 saat pasukan Divisi Siliwangi melakukan Long March menuju Jawa Tengah.
Pemerintah melakukan upaya tegas dengan cara fisik pada 8 Desember 1950, Komandan Divisi Siliwangi mengeluarkan Peraturan Panglima Teritorium III Jawa Barat yang menggolongkan DI/TII sebagai organisasi terlarang. Keseriusan penumpasan DI/TII terjadi pada 1957 ketika Jendral Mayor A.H. Nasution membuat perencanaan operasi anti DI/TII yang dikenal dengan “Rencana Dasar 21”. Gerakan isolasi total terus berkembang dan setelah disempurnakan dikenal dengan “Operasi Pagar Betis”.
Berlanjut pada 1960, Kodam VI Siliwangi mulai melakukan usaha penumpasan gerombolan DI/TII secara intensif. Dengan operasi pagar betis yang mengikutsertakan gerakan DI/TII pada 1962, Kartosoewiryo selaku pimpinan tertinggi berhasil ditangkap. Pasca ditangkap, Kartosoewiryo dijatuhi hukuman mati.
TIM TEMPO | EJOURNAL UNSRI
Pilihan editor : Kilas Balik Perjanjian Roem Roijen 74 Tahun Lalu
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.