Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kartika Cahya Kumala, siswi Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) Serpong berhasil diterima di enam universitas luar negeri. Kartika diterima di University of New South Wales (UNSW) jurusan Information System, University of Toronto departemen Physical and Environmental Sciences, University of British Columbia di program Bachelor of Science, Monash University dan University of Western Australia jurusan Computer Science, dan Wageningen University jurusan Environmental Science.
Berniat kuliah di luar negeri sejak duduk di kelas X, Kartika tidak mendaftar ke perguruan tinggi negeri lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) sekalipun dirinya eligble. Kartika meraih peringkat 5 besar di angkatannya berdasarkan nilai rapor. Peringkat tertinggi yang pernah dia dapatkan adalah peringkat 4.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi, sekolah kami punya komitmen siswa yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi di luar negeri, walaupun masuk ke dalam kuota eligible SNBP, tidak diperkenankan untuk mengikuti seleksinya. Agar jatahnya bisa diberikan kepada orang lain. Jika keterima, kursinya tidak sia-sia,” katanya kepada Tempo pada 6 April 2023.
Selain nilai akademik yang cemerlang, Kartika juga memiliki segudang prestasi lain. Dia mengikuti berbagai kompetisi seperti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Dia pernah mendapat medali perunggu untuk olimpiade astronomi dan menjadi finalis di OSN di bidang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena memiliki berbagai prestasi, Kartika berhasil mendapat beasiswa dari Kementerian Pendidikan yakni Beasiswa Indonesia Maju (BIM) untuk program persiapan S1 di luar negeri. Beasiswa ini diperuntukan bagi siswa yang berhasil meraih prestasi di bidang akademik maupun non-akademik.
Memiliki Minat di Bidang Ilmu Komputer
Masuk di kelas IPA, Kartika mengaku memiliki minat di bidang ilmu komputer. Menurut dia, lulusan computer science ke depannya amat dibutuhkan bagi Indoensia.
“Kalau dari aku sendiri merasa ini salah satu ilmu yang benar-benar berguna untuk diri sendiri dan juga untuk Indonesia ke depannya,” ujarnya.
Dalam memilih negara tujuan untuk studi S1, perempuan berusia 18 tahun ini mempertimbangkan relevansi negara tujuan dengan program studi yang menjadi minatnya. Dia mengatakan sejumlah kampus yang dia pilih berada di negara maju yang memiliki keunggulan di bidang ilmu komputer.
Selain itu, dia memilih kampus yang masuk dalam peringkat 100 terbaik di dunia, yang tentunya juga masuk dalam daftar kerja sama dengan BIM. Pertimbangan yang tak kalah penting adalah bahasa pengantar adalah bahasa Inggris.
Menurut dia, hal itu menjadi pertimbangannya karena tak perlu tambahan waktu satu tahun untuk belajar bahasa negara tersebut. Dengan begitu, dia berharap dapat menyelesaikan kuliah dalam waktu empat tahun.
Adapun impiannya untuk kuliah di luar negeri termotivasi oleh kualitas pendidikan yang dinilai baik. “Harapannya dengan aku kuliah di sana, aku bisa membawa ilmu-ilmu yang aku dapatkan dan menerapkannya di Indonesia. Jadi, enggak cuma buat aku sendiri, tapi membantu orang Indonesia yang lebih banyak,” ujarnya.
Keinginannya untuk kerap mendapat pendidikan yang baik dia rasakan sejak SMP. Sebelum sekolah di MAN IC Serpong, Kartika menempuh pendidikan SMP di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Menurutnya, pendidikan di NTB berbeda dengan pendidikan di Jawa yang jauh lebih maju. “Aku benar-benar ngerasain bagaimana rasanya menjadi seseorang yang ingin terus-menerus mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik daripada yang sebelumnya,” ungkapnya.
Persiapan dari Awal SMA
Masa persiapan Kartika untuk kuliah di luar negeri dimulai sejak awal duduk di bangku SMA. Sejak kelas 10 hingga kelas 12 semester 1, Kartika telah mempersiapkan nilai rapor sebaik mungkin. Selain itu, dia juga mengikuti program persiapan dari BIM.
“Kami disiapkan sejak Juli 2022 sampai Desember. Saya menekuni untuk persiapan IELTS dan juga tes SAT untuk mendaftar ke beberapa universitas,” ujarnya. Dia mempersiapkan tes SAT untuk mendaftar di Australia. Sedangkan, Kanada dan Belanda hanya membutuhkan nilai rapor dan IELTS.
Dia juga mempersiapkan esai yang memakan waktu tiga bulan. Setiap esai tentunya disesuaikan dengan pertanyaan berbeda dari masing-masing universitas.
Selain persiapan dari BIM, dia juga dibantu oleh layanan Bimbingan dan Konseling (BK) sekolahnya yang memberikan informasi dan menghubungkannya dengan alumni-alumni dari luar negeri. “Menurut saya, peran yang paling membantu dari sekolah adalah peran pendampingan dari guru BK,” ujarnya.
Dari enam universitas yang menerimanya, Kartika mengaku lebih tertarik pada University of Toronto di Kanada. Hal ini karena peringkat universitas yang paling tinggi dibandingkan lima kampus lainnya, juga karena merasa cocok dengan program yang ditawarkan.
Dia mengaku bersemangat untuk mempelajari bidang yang telah dipilih, yaitu Physical and Environmental Sciences. Di departemen ini, mahasiswa akan mempelajari perpaduan fisika dan teknik lingkungan. Selain itu, mahasiswa juga akan mempelajari astrofisika.
Bagi siswa yang ingin berkuliah di luar negeri, dia berpesan untuk proaktif dalam mencari informasi. "Kalau memang benar-benar bertekad untuk mau ke luar negeri, carilah informasi sebanyak-banyaknya sedini mungkin, jadi bisa persiapan lebih matang. Dan juga jangan lelah untuk mencari prestasi, karena itu juga menjadi nilai tambah ketika seleksi,” pesannya.
Kartika bercita-cita setelah merampungkan studinya kelak, dia bisa mengabdi di Kementerian Pendidikan. “Saya harap nantinya saya bisa berperan untuk memajukan pendidikan Indonesia,” ucapnya.