Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hanya Dewi Sekar Rumpoko yang tak muncul ke panggung ketika namanya dipanggil dalam Wisuda Program Sarjana dan Sarjana Terapan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu, 21 Februari 2024. Ijazah Dewi yang lulus dengan predikat cum laude dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3,86 itu diterima oleh kedua orang tuanya, Jono 73 tahun, dan Ngadinah, 58 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tangis pasangan suami istri itu pecah setelah nama anaknya disebut oleh Rektor UGM, Ova Emilia. Keduanya melangkah naik ke panggung wisuda di Grha Sabha Pramana UGM, Daerah Istimewa Yogyakarta, sambil membawa pigura foto anak kesayangan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dewi, mahasiswi Fakultas Kehutanan UGM angkatan 2019 meninggal dunia pada 26 Januari 2024 setelah sempat terlibat kecelakaan saat berangkat ke kampus, persis sebelum pendadaran atau ujian skripsinya. Wanita asal Desa Panggungharjo. Kecamatan Bantul, itu beberapa kali keluar masuk rumah sakit untuk merawat luka-lukanya. Dewi akhirnya menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito.
Bagi Ngadinah, Dewi merupakan sosok periang dan tekun. Dalam masa perawatan pasca kecelakaan, Ngadinah menyebut anaknya masih bersemangat untuk menunaikan ujian skripsi. “Senang sekali dan bangga yang memberi ijazahnya Bu Rektor sendiri. Anak saya kalau tahu pasti bahagia, biar dia tenang di sana,” ucap Ngadinah, dikutip dari web resmi UGM pada hari wisuda tersebut.
Penelitian Dewi terkait dengan bioakustika—ilmu soal organ dan produksi suara—pada reptil di hutan gambut dan kerangas di Kalimantan Tengah. Skripsinya yang berjudul Distribusi Spasial dan Temporal Vokalisasi Tokek Hutan di Kawasan Hutan Desa Tahawa Kalimantan Tengah memperoleh predikat A berdasarkan penilaian para penguji.
Sering berprestasi sejak masa sekolah, Ngadinah mengatakan Dewi diterima oleh Fakultas Kehutanan UGM melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM). Almarhum sempat mengungkapkan rencana untuk bekerja setelah lulus. Dari cerita Ngadinah, Dewi berniat membiayai studi adiknya dan membayar utang orang tua. Rencana itu diutamakan sebelum mengejar jenjang S2.
Penulisan karya ilmiah Dewi turut melibatkan peneliti dari Amerika Serikat. Studi itu pun menuntut peninjauan lapangan. Penelitian itu dianggap berkontribusi penting terhadap kondisi ekologi herpetofauna di kawasan hutan kerangas dan gambut di Kalimantan.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyatakan Dewi dinyatakan lulus kuliah meski belum sempat mengikuti pendadaran. Berdasarkan rapat senat fakultas, mahasiswi itu dinilai memiliki rekam jejak studi yang baik. Sebagai bentuk penghargaan, Fakultas Kehutanan UGM berencana menulis ulang skripsi Dewi untuk dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
“Mungkin tingkatannya sudah ada di tingkat S2, tapi ini di S1, sudah sangat-sangat bagus. Saya berharap ilmu ini bisa dikembangkan oleh teman-teman yang lainnya karena ini sangat penting dan berguna bagi masyarakat,” kata Sigit.
Pilihan Editor: Tangis Guru Besar UGM untuk Adiknya yang Berkorban Putus Sekolah