Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, adalah simbol kebanggaan dan identitas nasional yang mengandung makna filosofis mendalam. Dikenal sebagai lambang yang menggambarkan Pancasila, dasar negara Indonesia, Garuda Pancasila bukan hanya sekedar emblem, tetapi juga representasi nilai-nilai luhur bangsa.
Dikutip dari laman Universitas Peradaban, lambang Garuda memiliki sejarah panjang sebelum ditetapkan sebagai lambang negara. Dalam UUD 1945 pasal 36 ayat A, disebutkan bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Desain Garuda pertama kali dicetuskan oleh Sultan Hamid II, pada saat itu ia merupakan menteri zonder porto folio pada masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan catatan Museum Nasional Indonesia lambang Garuda banyak terinspirasi dari Arca Garuda Wisnu yang ditemukan di Trawas, Jawa Timur.
Garuda menjadi kendaraan atau wahana Dewa Wisnu dalam agama Hindu. Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih, dan bersayap merah. Paruh dan sayap Garuda digambarkan mirip elang, tetapi memiliki tubuh seperti manusia. Ukurannya besar hingga bisa menghalangi matahari.
Simbol Garuda kemudian menjadi populer, terlihat dari arca dan relif yang terdapat lambang Garuda. Bahkan Garuda dijadikan lambang beberapa kerajaan Hindu masa lalu. Misalnya kerajaan Airlangga di abad ke-11 Masehi.
Dalam jurnal Proses Penetapan Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara Indonesia Tahun 1949-1951 (2014). Kemudian pada 10 Januari 1950, pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) membentuk sebuah panitia teknis bernama Panitia Lambang Negara.
Panitia ini diketuai oleh Muhammad Yamin, dengan anggota Ki Hajar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ng. Purbatjaraka. Koordinator dari panitia ini adalah Menteri Zonder Porto Folio Sultan Hamid II, yang memiliki darah campuran Arab-Indonesia.
Dilansir dari laman Provinsi Jambi, panitia ini berhasil menghasilkan dua rancangan lambang negara, yaitu rancangan dari Sultan Hamid II dan M. Yamin.
Sultan Hamid II
Usulan dari Sultan Hamid II berbentuk burung Garuda memegang perisai berlambangkan lima sila pancasila. Model Garuda usulan Sultan Hamid II mirip dengan figur Garuda dalam agama hindu.
Adapun M. Yamin mengusulkan beberapa rancangan lambang negara dengan tema matahari terbit. Namun, usulan M. Yamin tidak dipilih karena dianggap mirip dengan bendera Jepang saat itu.
Sehingga usulan dari Sultan Hamid II yang dipilih oleh pemerintah dengan beberapa perubahan, termasuk penambahan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” pada lambang Garuda dan penyesuaian bentuk Garuda menjadi seperti sekarang.
Perubahan pada lambang Garuda
- Pita yang dicengkram Garuda awalnya berwarna merah, kemudian diganti dengan warna putih.
- Burung Garuda sebelumnya digambarkan dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai. Namun hal tersebut dianggap terlalu mitologi, kemudian diubah sehingga berbentuk Rajawali Garuda Pancasila.
- Awalnya kepala Garuda terlihat gundul, kemudian Presiden Sukarno mengubahnya dengan menambahkan jambul pada kepala Garuda Pancasila. Selain itu posisi cakar kaki yang semulanya di belakang pita menjadi di depan pita dengan mencengkram.
Pilihan Editor: Presiden Jokowi Peringati Hari Lahir Pancasila di Blok Rokan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini