Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua kali gagal tidak menyurutkan semangat Prakoso Bhairawa Putera untuk meraih gelar doktor di Universitas Padjadjaran (Unpad). Atas kegigihannya, Prasoko berhasil menjadi lulusan terbaik di Unpad dengan IPK 4.00.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya dua kali gagal masuk Unpad karena proposal studi yang saya ajukan tidak diterima oleh calon promotor di Unpad. Baru pada kesempatan ketiga, proposal saya disetujui dan saya daftar di Unpad,” kata Koko, panggilan akrab Prakoso seperti dikutip dari situs Unpad pada Rabu, 17 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada 2019, Koko diterima menjadi mahasiswa program doktor Ilmu Administrasi FISIP Unpad. Empat tahun berselang, dia berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul “Dinamika Kebijakan Sistem Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi (Sistem Iptekin) di Indonesia, Periode 1945-2021 (Policy Dynamics of Science, Technology, and Innovation System (STI System) in Indonesia Period 1945-2021)”.
Dia pun meraih predikat sebagai wisudawan terbaik program doktor pada upacara wisuda gelombang III tahun akademik 2022/2023 yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, pada Senin, 15 Mei 2023.
Koko tertarik masuk Unpad karena adanya program doktor berbasis riset. Selain itu, pendaftar dapat memilih sendiri calon promotor yang sesuai dengan rencana riset yang dilakukan melalui aplikasi direktori yang tersedia di laman pendaftaran SMUP.
Keuntungan lain yang dirasakan Koko adalah calon promotor dapat dihubungi secara jarak jauh sehingga memudahkan saat melakukan pengajuan persyaratan LoA. “Bahkan, di kampus ini menawarkan sesuatu yang berbeda, yaitu penyelesaian disertasi dengan monograf atau buku kumpulan artikel ilmiah. Hal ini tentu saja membuat saya tertarik untuk bergabung dengan program Doktor di Unpad,” ujar pria yang lahir di Tanjung Pandan, 11 Mei 1984 tersebut.
Proposal Riset Sempat Ditolak
Kendati proposal usulan risetnya sempat ditolak mentah-mentah oleh promotornya saat itu, tidak menyurutkan langkah Koko. Di tahun pertama, ia mengevaluasi proposal yang diajukan dan terus berdiskusi dengan para promotor.
Saat itu, promotornya menyarankan Koko untuk memperkaya referensi perihal persiapan riset, seperti bagaimana menyusun riset hingga menulis ilmiah dengan baik. Sempat berada pada situasi berat, Koko pun kembali menemukan hari-hari menyenangkannya.
Diakuinya, tahun pertama kuliah merupakan fase penempaan mentalnya. Kemudian, di akhir tahun pertama, ia bersama promotornya bisa berdiskusi soal rencana disertasi hingga akhirnya ia mampu memahami dan menyusun desain riset dengan baik.
Koko memilih menulis disertasi dengan metode monograf. Bersama promotor, ia menyusun rencana riset dan aneka topik yang bisa dijadikan artikel. Proses ini kemudian menghasilkan 21 publikasi. Sebanyak 12 publikasi terindeks Scopus di Q1 hingga Q4, tiga publikasi terindesk EBSCO, empat publikasi terindeks lainnya, serta satu publikasi terindeks SINTA.
Ia juga berhasil menerbitkan buku kumpulan karya ilmiahnya terbitan Rajawali Press. Proses tersebut, menurut dia, tidak lepas dari dukungan Unpad melalui Direktorat Riset dan Pengabdian pada Masyarakat berupa fasilitas proofreading service dan juga bantuan article processing charge (APC).
“Para promotor saya sangat baik dan membantu, benar-benar saya merasa kami seperti tim riset, saling memberikan catatan dan masukan dari setiap proses yang saya jalani,” papar Koko.
Menjadi Peneliti dan Penulis Sastra
Saat ini, Prakoso Bhairawa Putera merupakan peneliti bidang kebijakan dan administrasi yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Bagi Koko, penelitian merupakan wahana untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan juga pengalaman yang dimiliki selama ini.
“Berkali-kali menerima penolakan ketika submit artikel jurnal ataupun naskah buku, tetapi tetap terus semangat, ya karena cinta,” kata Koko yang sering melakukan riset seputar historical policy analysis, content analysis, dan bibliometric tersebut.
Jauh sebelum bergabung dengan LIPI (BRIN), Koko sudah 'hidup' dari menulis. Sejak kecil, ia akrab dengan sastra dan penelitian ilmiah. Bahkan, karya-karyanya berbentuk cerpen, puisi, hingga esai sudah banyak diterbitkan, baik dalam bentuk antologi maupun buku sendiri.
Menurut dia, dunia sastra telah membentuk kemampuannya dalam melakukan penelitian ilmiah. Keduanya sama-sama membutuhkan proses, seperti perlu banyak baca referensi dan pengumpulan data.
“Bedanya nanti waktu eksekusi akhir, yang satu dengan bahasa sastra, yang satu dengan bahasa ilmiah,” katanya.
Pilihan Editor: 5 Tahun Tak Digaji, Guru Besar FK Unsri Tuntut Kejelasan Status