Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk menghidupkan kembali sistem penjurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) mendapat dukungan dari organisasi guru hingga praktisi pendidikan. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai kebijakan itu bisa membantu siswa lebih fokus mendalami ilmu sesuai minat, sekaligus memudahkan sekolah dalam pengelolaan tenaga pendidik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi menyatakan penjurusan kembali penting agar siswa tidak hanya mendapat pengetahuan secara serba tanggung. Ia menyebut sistem Kurikulum Merdeka yang membebaskan siswa memilih mata pelajaran lintas disiplin belum tentu mampu memenuhi kebutuhan akademik siswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan Editor:Isu Reshuffle Kabinet Setelah Pertemuan Prabowo-Megawati
“Harapan agar siswa menguasai semua ilmu itu baik, tapi jika tidak siap, yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya sedikit,” kata Unifah dikutip dari keterangan resmi, Senin, 14 April 2025. Menurut dia, penjurusan akan membantu siswa mendalami bidang sesuai minat dan menjadi ahli di dalamnya.
Pandangan senada diungkapkan praktisi pendidikan Heriyanto. Ia menyoroti lemahnya pelaksanaan penghapusan penjurusan di lapangan yang justru membingungkan siswa dan sekolah. “Terlalu dini di kelas XI awal, siswa harus menetapkan profesinya apa kelak. Ada mata pelajaran yang harus dilepaskan, padahal itu pelajaran dasar yang sangat diperlukan,” ujarnya.
Heri mencontohkan, siswa yang bercita-cita masuk kedokteran cenderung hanya memilih Biologi dan Kimia, tapi melepas Fisika. Namun, ketika minat berubah ke bidang teknik di kelas XII, mereka sudah tertinggal jauh karena tidak mendapat fondasi Fisika. Persoalan ini, kata dia, berujung pada kesenjangan antara pendidikan menengah dan perguruan tinggi.
“PTN masih memberlakukan mata kuliah dasar bersama seperti Fisika, Kimia, dan Biologi untuk mahasiswa baru, apapun jurusannya,” kata Heri. Ia menilai kebijakan penjurusan dapat membantu siswa mempersiapkan diri lebih matang sejak di bangku SMA.
Persoalan lain yang mencuat selama sistem tanpa penjurusan adalah pengelolaan jam mengajar guru. Guru Geografi SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi Ignasius Sudaryanto menyebut sering terjadi ketimpangan peminat antar mata pelajaran. Akibatnya, ada guru yang kekurangan jam hingga berdampak pada tunjangan profesi, sementara guru lain kewalahan mengajar karena kelebihan kelas.
“Saya sangat setuju kalau penjurusan dikembalikan seperti dulu: IPA, IPS, dan Bahasa. Ini akan membuat siswa lebih fokus dan sekolah lebih mudah mengelola tenaga pendidik,” kata Sudaryanto.
Kebijakan pengembalian penjurusan ini mencuat setelah Menteri Abdul Mu'ti menyatakan akan kembali menerapkan struktur jurusan klasik sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA), pengganti Ujian Nasional. Kebijakan ini juga akan berdampak pada penyusunan struktur kurikulum dan persiapan seleksi masuk perguruan tinggi.