Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat) mengatakan akan mengumpulkan sekitar 10 ribu massa untuk mengepung gedung DPR Jakarta. Hal tersebut dilakukan bila hingga Agustus 2025, belum ada tanda-tanda RUU Masyarakat Adat disahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami punya target akan ada 10 ribu masyarakat yang mengepung Jakarta," kata Uli Artha Siagian, perwakilan Tim Kampanye Koalisi RUU Masyarakat Adat, saat ditemui di Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Senin, 24 Maret 2025. "Ada puluhan ribu masyarakat yang akan mengepung Istana atau mengepung gedung DPR," dia menambahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uli yang juga menjabat sebagai Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional mengatakan, hal ini dilakukan agar DPR segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang, menurut dia, jadi kepentingan semua masyarakat. Saat ini, sudah lebih 15 tahun RUU itu diajukan untuk segera disahkan.
"Kami sudah menunggu terlalu lama dan jalannya juga terjal. Saatnya memang tahun ini disahkan," ujarnya.
RUU Masyarakat Adat kembali masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2025. Rancangan yang diajukan sejak 2009 ini bolak-balik masuk program legislasi namun tak pernah disahkan melewati tiga periode Dewan Perwakilan Rakyat dan dua presiden.
Dalam rapat Badan Legislasi DPR pada November tahun lalu, RUU Masyarakat Adat masuk sebagai rancangan prioritas. Namun, belum ada tanda-tanda DPR segera membahasnya. RUU Masyarakat Adat dianggap menjadi antitesis RUU Tentara Nasional Indonesia yang drafnya sudah disetujui kendati tak masuk Prolegnas 2025 dan sudah disahkan pada Kamis, 20 Maret 2025.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Martin Manurung mengatakan RUU Masyarakat Adat terakhir kali dibahas Baleg pada DPR periode 2019-2024. Pembahasan RUU Masyarakat Adat terhenti, kata Martin, karena belum mendapatkan pemetaan substansi masalah.
"RUU Masyarakat Adat memang sudah lama tertunda," kata Martin kepada Tempo pada Senin, 17 Maret 2025.
Menurut politikus NasDem itu, RUU Masyarakat Adat merupakan undang-undang yang baru dibuat untuk mengatasi masalah, memperbarui kebijakan, serta menanggapi kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, Koordinator Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Veni Siregar mengatakan sudah sangat membantu DPR dalam pemetaan substansi masalah. Oleh karena itu, baginya tidak ada lagi alasan DPR RI masih berlarut-larut membahas regulasi ini.
"Yang dilakukan kawan-kawan sebenarnya sudah mendukung, ya. Misalnya mau apa? Membuat naskah akademik, mau membuat komparasi data, ada. Justru kami yang balik bertanya, sebenarnya kesulitan DPR itu apa?" kata dia saat ditemui di Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Senin, 24 Maret 2025.
Veni, yang juga berasal dari Perkumpulan Kaoem Telapak, mengatakan bahwa dari koalisi telah membuat naskah akademik yang bisa dibawa sampai ke pembahasan. Naskah akademik tersebut, kata dia, sudah berangkat dari pengalaman masyarakat adat, baik dalam proses penulisan hingga pembahasannya.
Dia mengatakan, alasan DPR masih memetakan substansi masalah sudah tidak relevan. "Kan kita sudah mulai bicara ini 15 tahun yang lalu. Jadi, ini lebih kepada keputusan politik," ujar dia.
Raihan Muzzakki berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Revisi UU TNI: Setelah Prabowo Menegur Sjafrie Sjamsoeddin