Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komisi II DPR MInta Pengajuan Daerah Otonomi Baru Dilakukan secara Objektif

Hingga tahun 2024, DPR telah menampung 369 pengajuan pemekaran daerah otonomi baru.

30 Desember 2024 | 18.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda (tengah) bersama Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima (kedua kiri), Dede Yusuf (kedua kanan), Bahtra (kiri) dan Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Habibur Rochman (kanan) saat menyampaikan laporan kinerja Komisi II DPR RI tahun 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 30 Desember 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda meminta pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang desain besar otonomi daerah. Hal itu disampaikan Rifqi menanggapi tingginya pengajuan pemekaran daerah hingga tahun 2024 ini. Dia mengatakan keberadaan PP it diperlukan agar pengajuan daerah otonomi baru atau DOB dilakukan secara terkendali, terukur objektif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“PP ini penting agar DPR tahu kira-kira dalam jangka panjang, jumlah provinsi dan kabupaten kota yang ideal itu berapa, dan alasan-alasan objektif untuk pemekaran seperti apa,” ujar Rifqinizamy saat ditemui di kompleks gedung parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 30 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebab, menurut Rifqi, hingga tahun 2024 DPR telah menampung 369 pengajuan pemekaran daerah otonomi baru. Dari jumlah itu, DPR baru akan memproses sebanyak 60 pengajuan daerah otonomi baru.

Menurut Rifqi, pemerintah harus punya desain dan indikator yang jelas dalam proses pemekaran daerah. Hal itu juga bertujuan untuk mengurangi unsur politis ketika ada usulan pemekaran yang diajukan.

“Pembentukan provinsi, kabupaten dan kota harus dilakukan secara objektif dan muatan politiknya tidak terlalu kental,” kata Rifqi.

Politikus Partai Nasdem ini mengatakan, pemekaran daerah belum tentu memberikan dampak positif. Hal itu salah satunya berdampak pada buruknya pelayanan publik di daerah yang baru dibentuk. 

“Bahkan ketika terbentuk kabupaten atau kota, mereka tidak mampu untuk menghadirkan pelayanan publik yang baik,” kata Rifqi.

Sejak keran pemekaran daerah dibuka pada 1999-2024, sudah terbentuk 226 daerah otonomi baru, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Total provinsi baru yang terbentuk sebanyak 11, termasuk tiga provinsi baru di Papua, yaitu Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.

Sepanjang sejarah pemekaran daerah, pembentukan DOB marak terjadi menjelang pemilu, misalnya pada 1999, 2003, dan 2008. Arus deras pemekaran daerah ini terhenti ketika pemerintah pusat dan DPR bersepakat menangguhkan pemekaran wilayah pada 2014. Sejak moratorium hingga kini, tercatat 337 usulan pembentukan DOB yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri. 

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyetujui pemekaran wilayah secara terbatas. Tapi Tito memberi catatan bahwa pemekaran wilayah tersebut sangat tergantung pada ruang fiskal atau kemampuan keuangan negara serta skala prioritas pemerintahan Prabowo Subianto. 

Tito menyebutkan eksekutif sudah menerima 337 usulan DOB sejak moratorium pemekaran wilayah diberlakukan pada 2014. Usulan DOB tersebut terdiri atas 42 calon provinsi, 248 calon kabupaten, 36 calon kota, enam calon daerah istimewa, dan lima calon otonomi khusus.

Tito mencontohkan beberapa usulan calon provinsi tersebut, di antaranya Luwu Raya dan Bogor Raya. “Bogor punya lima juta penduduk. Melebihi banyak provinsi di Indonesia,” ujar dia dalam rapat bersama Komite I DPD, Selasa, 10 Desember 2024.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengatakan sampai saat ini pemerintah belum mempunyai kajian khusus untuk mencabut moratorium pemekaran wilayah.  Meski begitu, ia mengatakan banyak daerah yang memenuhi syarat untuk dimekarkan, di antaranya Jawa Barat.

“Tapi masih memerlukan kajian yang matang dan dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan karena harus disetujui alokasi APBN-nya," kata Bima Arya.

Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus