Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Korban boss pemda ii

Terjadi manipulasi dalam penjualan tanah bengkok desa cangkrimalang, kec. beji, pasuruan. tanah se- luas 6,4 ha itu dijual ke pt tjokro bersaudara. konon ada daftar pejabat yang menerima uang tsb.

17 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Soal jual tanah bengkok di Pasuruan sampai ke tangan Menteri Rudini. Ada daftar pejabat yang menerima bagian manipulasi. BUPATI Pasuruan, Kolonel drg. H.M. Sihabudin, sering punya gagasan besar yang kadangkala aneh. Untuk menanamkan semangat "Untung Suropati", yang makamnya ada di Pasuruan, ia menginstruksikan merekam lagu-lagu Untung Suropati, entah siapa pengarangnya, dan disebarluaskan ke pelosok desa. Pada anggota Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) ia pernah menghadiahkan kain kafan -- agar tak repot mencari kain putih kalau maut datang menjemput. Kalau Surabaya punya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Pasuruan tak mau kalah. Ia berencana punya PIER (Pasuruan Industrial Estate Rembang). Namun, kalau belum lama ini Bupati Sihabudin menyetujui penjualan tanah bengkok Desa Cangkringmalang, seluas 6,4 hektare, seharga Rp 1,04 milyar di Kecamatan Beji, itu tak ada urusannya dengan proyek PIER meskipun tujuannya sama yakni mengundang investor. Tanah bengkok -- imbalan perangkat desa -- itu dijual kepada PT Tjokro Bersaudara, perusahaan perbengkelan beken dari Surabaya. Letaknya sangat strategis, tak jauh dari mulut jalan tol Surabaya-Gempol, penghubung kawasan itu langsung ke pelabuhan Tanjung Perak. Soal tanah bengkok dijual, itu biasa asal, menurut peraturan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Timur, disetujui musyawarah desa dan disertai izin tertulis gubernur. Syarat lain, ada bengkok pengganti. Kalau ada kelebihan uang penjualan, harus masuk kas desa. Dalam kasus bengkok Cangkringmalang itu, hampir semua ketentuan dilanggar dan dimanipulasi. Bahkan, sejak proses jual beli berlangsung Januari lalu, sudah tercium adanya bau tak sedap. Misalnya, Kepala Desa Cangkringmalang, Ahmad Dimyati, mengakui tanah desa itu milik pribadinya. Masyarakat yang menggarap tanah bengkok pun protes karena penjualan dilakukan tanpa musyawarah desa. Pokoknya, urusan jual beli jalan terus. Malah, Camat Hariyono mengambil alih seluruh urusan jual beli, termasuk pembelian bengkok pengganti. Samsul Arifin, penduduk setempat yang mengaku sebagai calo dan tim pembebas tanah, selanjutnya ditugasi membeli bengkok baru seluas 8,3 hektare, sekitar dua kilometer dari lokasi lama. Harganya dipasang Rp 682,8 juta, tapi 27 petani pemilik bengkok pengganti ini hanya menerima ganti rugi Rp 501,8 juta. Entah ke mana larinya uang kelebihan sekitar Rp 177 juta. Sisa penjualan bengkok lama sekitar Rp 357 juta tadi dibagi rata ke hampir semua pejabat di Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, dan, konon, sampai merembes ke kantor pemerintah daerah di Surabaya. Camat Beji dan Kepala Desa Cangkringmalang kemudian membuat daftar 21 pejabat dan badan yang kebagian rezeki tak halal tadi, pada 8 Februari 1991. Di urutan pertama, tertulis "Boss Tingkat II" menerima Rp 70 juta. Yang juga masuk daftar adalah Bappeda Tingkat II dan Sekwilda Tingkat I Jawa Timur. Kepala Desa Dimyati dan perangkatnya Rp 60 juta, sedangkan Camat Beji dan Wedana mendapat Rp 50 juta. Adanya "pembagian rezeki" ini sempat diadukan sekitar 30 utusan warga Cangkringmalang ke DPRD Pasuruan. Namun, urusan ini baru terbongkar setelah seorang penduduk, konon bernama Imron, menemukan daftar penerima uang "haram" ini. Ia mencoba minta Dimyati agar namanya "masuk daftar pembagian rezeki". Permintaannya ditolak, dan melayanglah kopian daftar itu ke Kotak Pos 5000. Tim Inspektorat Wilayah Provinsi Jawa Timur pun turun ke Beji untuk memeriksanya. Camat Hariyono tak membantah tanda tangannya di daftar tadi. Namun, katanya, daftar itu bukan dia yang menyusun. Ia, katanya, tinggal teken saja. Camat berusia 42 tahun itu mengaku mendapat bagian Rp 148 juta. "Tapi karena yang dibagi-bagi mencapai Rp 157 juta, saya sendiri tak dapat apa-apa, malah nombok," ujar camat yang baru saja membeli Suzuki Esteem yang joknya masih dibungkus plastik itu. Mobil itu, katanya, hasil arisan Rp 3 juta sebulan. Tentang mobil, ia menyatakan, bahkan membeli Mercy bulldog pun ia sanggup. "Berapa, sih, harganya?" kata camat yang bergaji sekitar Rp 200 ribu ini. Kendati tercantum nama "Boss Tingkat II" dalam daftar penerima sisa penukaran bengkok, Hariyono menolak kalau disebutkan bahwa Bupati Pasuruan kecipratan. "Sudahlah, saya yang salah. Silakan lakukan apa saja, saya siap. Pak Bupati memang nggak dapat, kok," ujar penggemar tokoh wayang Adipati Karno ini. Karno, katanya, memang selalu mengalah dan berkorban untuk orang lain. Bupati Sihabudin belakangan memang agak kurang betah di Pasuruan. Ia baru saja sembuh dari sakit. Ketika TEMPO ke Pasuruan, ia istirahat di rumahnya yang besar di Darmo Permai Selatan Surabaya. Dikejar ke Darmo, Sihabudin ternyata sudah terbang ke Jakarta. Yang sempat membantah kebagian jatah dari Cangkringmalang antara lain Ketua Bappeda Pasuruan Razaq Nuruddin. Begitu pula Sekwilda Jawa Timur Soeprapto yang disebut-sebut kebagian Rp 10 juta. Bahkan, Soeprapto ingin menuntut balik Camat Hariyono ke pengadilan. Menurut sumber TEMPO, hasil pemeriksaan tim pemeriksa dari kantor gubernur menemukan petunjuk bahwa Bupati Sihabudin menerima Rp 50 juta. Uang "panas" tadi konon disumbangkan ke yayasan kusta. Namun, konon yayasan ini pun tak pernah ada. Yang dilakukan aparat Pemda Jawa Timur sekarang adalah menarik kembali uang desa tadi. Camat Hariyono tercatat sudah menyetor kembali Rp 148 juta lebih dari uangnya sendiri. "Karena yang lain sudah habis dipakai," katanya. Lurah Ahmad Dimyati mengembalikan Rp 90 juta. Sisanya, sekitar Rp 118 juta, ternyata masih ada di tangan seorang direktur PT Cokro. Selanjutnya, nasib Camat Beji Hariyono agaknya hampir jelas. Menurut juru bicara Pemda Jawa Timur, Susanto, "Dalam waktu dekat akan dibebastugaskan." Dosanya, katanya, melecehkan atasan, menyudutkan atasan, dan bersikap lancang karena mengatakan siap menerima sanksi apa pun. Yang belum jelas adalah sanksi buat "Boss Pemda II" Suhabudin. Itulah yang mesti ditunggu dari Gubernur Soelarso atau Menteri Rudini. Toriq Hadad dan Jalil Hakim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus